Share

2

Penulis: Autumn
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-02 11:40:13

Alice Winsley sedang menatapi dengan penuh kagum pada seorang pria yang saat ini tengah memasang raut wajah serius tapi tetap memikat.

Pria itu, Ethan Hill, dia adalah seorang Direktur Utama di perusahaan tempat Alice bekerja saat ini.

'Ya Tuhan. Mengapa dia begitu tampan? Hatiku rasanya sudah lelah terus meledak setiap kali melihatnya' batin Alice yang semakin menajamkan penglihatannya pada pria itu, Ethan.

Walaupun saat ini mereka sedang berada di tengah-tengah rapat evaluasi membahas peluncuran produk baru mereka bulan kemarin, namun Alice dengan beraninya malah menatapi sang Direktur Utama.

Alice sepertinya tidak lagi berpikir panjang, bagaimana seandainya ada salah seorang rekan kerjanya memergoki dirinya yang tengah menatapi Ethan Hill dengan mata bulat dan besar, penuh dengan ketertarikan.

Seolah semua yang ada di sekelilingnya memudar dan hanya menampilkan pria itu. Dengan bibir tipis dan hidung mancungnya, alis tebal dan juga bulu mata yang lentik. Semua yang ada pada Ethan Hill adalah kesempurnaan.

Pandangan tajam matanya yang sedang memperhatikan presentasi dengan sangat serius, menambah sisi karismatik dari seorang Ethan Hill.

Alice sampai terbengong-bengong dibuatnya.

"Bagaimana menurutmu, Alice?"

Suara nyaring milik Ketua Divisi Perencanaan dan Pengembangan menyadarkan Alice dari lamunan panjang.

"Ah, ehmmm,," Alice mendadak jadi gugup sendiri. Bukan karena mendadak ditanyai pendapatnya, atau karena seluruh mata yang ikut rapat saat ini tengah memandanginya, tapi Alice gugup karena takut aksinya yang tadi melihat Ethan ketahuan.

"Melihat dari antusiasme masyarakat tentang produk baru kita ini cukup memuaskan. Saya pikir kita semua telah bekerja keras dan memberikan seluruh kemampuan terbaik kita,"

Alice memberikan pendapatnya lalu diakhiri dengan cengiran canggung dari bibirnya.

Astaga, dia sedari tadi tidak memperhatikan apa yang disampaikan karena fokus memandangi Ethan.

Beberapa rekan kerjanya yang juga turut mengikuti rapat ini mendadak tertawa tertahan sembari menatap Alice.

Alice tertegun, salahkah yang dia katakan tadi? Seharusnya benar, tapi kenapa mereka pada tertawa? Apa ada yang lucu?

Alice yang tidak mengerti situasi membingungkan ini hanya memandangi mereka yang tertawa dengan pandangan bertanya.

"Apa yang kau bicarakan, Alice? Kita sedang membahas rekomendasi tempat untuk makan siang nanti," cetus Ketua Divisi Brilley, yang juga sedang menutup mulutnya karena menahan tawa.

Alice menggaruk belakang telinganya yang tak gatal, merasa malu karena dia telah salah memberikan tanggapan.

Alice melirik kearah Ethan, ternyata sedang memandangi dirinya dengan pandangan datar, bibirnya yang tipis menutup rapat.

"Saya ikut saja pak di mana tempatnya," ujar Alice memberikan jawaban aman agar tidak salah lagi.

Brilley menganggukkan kepalanya, "Kalau begitu kita makan siang ditempat biasanya saja,"

Alice mengangguk samar-samar. Alice tidak akan mempermalukan dirinya sendiri jika dia tadi mengikuti pembicaraan rapat ini dengan fokus.

Ya, sebenarnya pikiran Alice selalu memutar kembali kejadian tiga bulan yang lalu, saat Ethan menemaninya lembur dan Alice yang mengajaknya untuk minum kopi.

Karena setelah kejadian itu, Alice hanya beberapa kali berpapasan dengannya di kantor. Juga karena Ethan disibukkan dengan peluncuran produk baru pada bulan kemarin. Tapi walaupun beberapa kali itu, selalu membuat Alice jadi gugup dan jantung yang berdetak kencang.

Ethan dan Alice benar-benar berada ditingkatan jabatan yang berbeda. Alice hanya karyawan biasa sehingga tidak memungkinkan bagi dirinya untuk bisa bertemu Ethan dengan frekuensi yang sering.

Kalaupun bisa bertemu, maka Dewi Fortuna sedang mendatangi dirinya.

"Kalau begitu rapat selesai. Semuanya boleh pergi kecuali Alice Winsley. Dan juga kalian saja yang pergi makan siang. Karena saya masih ada urusan," ucap Ethan datar.

Alice tersentak. Setelah hanya berpapasan beberapa kali, ini adalah pertemuannya lagi dengan Ethan.

Semua yang menghadiri rapat seketika memandangi Alice. Seolah mereka bertanya 'ada hubungan apa kau dengan seorang Ethan Hill sampai dia menyebut namamu'. Tentu mereka akan heran, bagaimana bisa Ethan Hill tahu nama Alice. Sedangkan berbincang terkait pekerjaan pun sepertinya tidak pernah.

Alice memang sengaja tidak menceritakan pengalaman tiga bulan yang lalu itu pada rekannya yang lain kecuali Ashley.

Sejujurnya Alice tidak diikutsertakan dalam rapat ini, hanya keberadaannya di sini untuk menggantikan Ashley yang hari ini berhalangan hadir. Karena Ashley adalah Wakil Divisi.

Alice yang mendapati dirinya tengah dipandangi dengan tajam dari beberapa rekannya tak tau harus memberikan balasan apa. Alice sepertinya harus mengarang-ngarang cerita untuk mengelabui rekannya ini.

Mereka pun satu persatu keluar dari ruangan. Hingga menyisakan Alice dan Ethan berdua saja.

"Ada apa ya pak?" tanya Alice memandang sekilas pada Ethan lalu kembali menatap lembaran kertas dihadapannya.

Ethan bangkit dari duduknya, lalu tiba-tiba menggenggam lengan Alice dan menariknya dari tempat duduknya.

Ethan kemudian membawa Alice ke sudut ruangan yang merupakan titik buta kamera pengawas.

"Apa yang ingin bapak lakukan?" pekik Alice panik mengetahui dirinya sedang dihimpit oleh Ethan.

Ethan tidak melepaskan pegangan tangannya di lengan Alice, malah semakin kencang, dan menatap Alice dengan sangat serius.

"Apa kau ada waktu malam ini?" tanyanya kaku.

Alice tersentak lalu balas menatap Ethan yang sedang memasang raut wajah berharap walaupun samar-samar.

"Ada urusan apa ya pak?" kata Alice balas bertanya.

Ethan terlihat mengendurkan pegangannya, "Hanya ingin memintamu untuk menemani saya minum kopi?"

Alice mengerutkan keningnya. Apa dia tidak salah dengar? Ethan Hill meminta Alice untuk menemaninya minum kopi? Apa Ethan tidak memiliki rekan untuk itu?

"Se-sepertinya saya tidak bisa pak," jawab Alice terdengar ragu.

Ya, dia sendiri ragu akan jawabannya karena sebenarnya dia ingin menemani Ethan. Tapi itu tidak mungkin mengingat mereka berada di posisi yang berbeda. Juga untuk menghindari rekan kerja yang bisa saja memergoki Ethan dan Alice.

Ethan mengangkat dagu Alice, dengan satu jarinya.

"Kau sungguh tidak bisa atau kau memang tidak ingin?"

Ethan memandang jauh kedalam mata Alice.

Alice menelan ludah. Bola matanya menghindari tatapan Ethan, yang memang berharap Alice bisa menemani dirinya.

"Apa bapak tidak punya teman? Saya sungguh tidak bisa," jawab Alice mencari alasan.

Ethan terlihat belum ingin menyerah. Dia ingin Alice menemaninya malam ini. Ethan sendiri tak tau mengapa. Hanya saja dia ingin wanita di depannya ini menemani Ethan. Tanpa alasan.

"Dia sedang ada urusan. Apa kau memang merasa seberat itu hanya untuk menemani saya? Bukankah kau awalnya yang mengajak saya untuk minum kopi?,"

Alice terdiam. Tak menyangka akan dikembalikannya ucapannya tiga bulan lalu itu. Tapi kan itu Alice lakukan untuk membalas kebaikan Ethan yang sudah menemani Alice lembur.

Ethan yang semakin mendekatkan tubuhnya pada Alice membuat Alice jadi semakin gugup, dia jadi tidak fokus ketika mencium aroma maskulin dari pria itu.

Alice meletakkan kedua tangannya di dada Ethan, untuk mencegah pria itu semakin menempelkan tubuhnya.

"Apa bapak tidak sadar jika bapak sudah kelewatan. Bapak terlalu dekat, dan ini tidak dibenarkan," balas Alice berani.

Pertama-tama Alice akan mendorong tubuh Ethan menjauh agar dirinya merasa luwes dan tidak gugup. Karena aroma tubuhnya yang mencuat bisa menyebabkan Alice jadi hilang akal.

Mendengar itu, Ethan menarik tubuhnya menjauhi Alice.

"Maaf. Saya tanpa sadar melakukannya," ucap Ethan yang ternyata juga baru menyadari kesalahannya.

Alice kali ini bisa bernapas dengan lega.

"Saya tidak ingin cuma-cuma menemani bapak. Apa bapak ingin mengatakan sesuatu pada saya? Atau mungkin bapak membutuhkan bantuan saya? Oleh karena itu meminta saya untuk menemani bapak,"

Ethan kali ini terdiam. Sebenarnya tidak ada yang ingin dia bicarakan pada Alice karena memang tidak ada kepentingan, juga tak ada bantuan yang dia butuhkan dari Alice. Hanya ingin wanita itu menemani dirinya.

"Saya tidak bisa melakukan sesuatu tanpa adanya tujuan yang jelas dan hanya membuang waktu," ucap Alice tegas.

Ethan tersenyum simpul. Ahh sepertinya dia tidak bisa membujuk wanita ini.

Sejujurnya Ethan cukup tertekan akhir-akhir ini. Beban berat tentang pekerjaannya ini membuatnya jadi stress dan mulai kehilangan akal sehatnya. Untuk itu dia ingin seseorang menemaninya.

Dan yang terpikirkan di dalam kepalanya adalah Alice, tapi sayang, Alice tidak berniat untuk menemaninya.

Apakah Ethan harus jelaskan lebih dulu bagaimana situasinya saat ini dan mencoba membuat wanita itu untuk mengerti sehingga dia bisa merubah keputusannya.

"Saya hanya ingin seseorang menemani saya. Saya pikir tidak masalah jika itu adalah Alice Winsley,"

Alice tersentak. Apa yang baru saja dikatakan Ethan entah bagaimana membuatnya jadi merasa malu.

"Tapi ternyata kau tidak bisa. Tak apa, saya tidak akan memaksamu," lanjut Ethan dengan raut wajah sedih.

Ahhh ini membuat Alice jadi frustasi. Apa yang sebenarnya diinginkan oleh Ethan Hill ini, dia tidak mengerti. Sekelibat perasaan bersalah mulai merasuki diri Alice.

Mungkin Ethan sedang mengalami masa berat akhir-akhir ini sehingga membutuhkan teman.

Apa Alice terima saja ya.

"Kau harus pergi sekarang. Jika tidak rekanmu pasti akan bertanya-tanya apa yang sedang kita bicarakan hingga menyita waktumu selama ini. Juga waktu makan siang akan segera berlalu,"

Alice menundukkan wajahnya. Perasaannya mendadak gundah. Alice menggigit bibirnya.

"Kalau begitu, biarkan saya menemani bapak menikmati secangkir kopi malam ini," ucap Alice dengan yakin.

Ethan terlihat senang, wajahnya yang tadi sempat murung jadi segar lagi. Ethan tidak mempertanyakan alasan Alice tiba-tiba mengganti keputusannya.

"Terima kasih. Sampai jumpa nanti. Juga jangan terlalu mencolok memperhatikan saya ketika rapat," kata Ethan seperti menggoda Alice.

Ethan mengusap lembut kepala Alice lalu berbalik badan dan meninggalkan Alice yang termangu.

Ethan menyadari jika Alice menatap kearahnya selama rapat berlangsung tadi.

Ah sialan. Ini membuat Alice jadi salah tingkah sendiri. Perasaannya senang karena Ethan menyadari dirinya yang menatap kearah pria itu, tapi dia juga takut jika sebenarnya Ethan merasa risih.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • TERJERAT CINTA YANG SALAH   52

    Sangat sangat sangat mewah.Kesan pertama Alice ketika melihat rumah besar Ethan yang ada di hadapannya, sampai membuatnya tanpa sadar menahan napas dan membuka mulut lebar-lebar. Begitu takjub melihat kemegahan rumah Ethan Hill ini. Mata Alice tak bisa berpaling dari campuran desain klasik dan modern dan di dominasi warna putih ini. Begitu elegan dan tampak sangat mewah. "Astaga, Alice. Ini bukan saatnya kau mengagumi rumah ini" lirihnya pelan sembari memukul kepalanya untuk menyadarkan diri. Sambil menelan ludah, Alice hendak menekan tombol bel rumah Ethan. Eh tapi, tiba-tiba pintunya membuka dengan sendirinya bahkan sebelum Alice sempat menekan bel tersebut. Hal pertama yang ada di dalam benaknya adalah betapa kerennya rumah Ethan yang pintunya bisa membuka sendiri. Alice celingak-celinguk melihat ke sekelilingnya apakah ada mata-mata atau tidak. Bagaimana bisa pintunya terbuka sendiri sedang dia belum memberikan tanda akan keberadaannya. Seperti orang bodoh, Alice memutar k

  • TERJERAT CINTA YANG SALAH   51

    Lelah. Satu kata yang cukup menggambarkan kondisinya saat ini. Namun bukan lelah fisik karena nyatanya fisiknya baik-baik saja. Pekerjaannya juga tidak banyak hingga tak perlu terlalu membuang tenaga. Tapi ya begitulah dia lelah. Alice menghempaskan tubuh rampingnya ke atas ranjangnya yang nyaman. Meregangkan seluruh otot-otot tubuhnya yang menegang. Setelah mandi rasanya sangat menyegarkan. Dalam pikirannya terus berputar-putar tentang pertanyaan Ashley yang sampai saat ini belum bisa dijawabnya. Apakah dirinya mencintai Ethan Hill?Kenapa Ethan justru hadir dalam hidupnya. Jawabannya hanya satu. Takdir!Takdir Tuhan yang membawa Alice bertemu Ethan, dan terlibat dengan pria itu. Semakin Alice menjauhi pria itu, maka mereka akan semakin terikat. Semakin banyak hal terjadi yang melibatkan keduanya. Tentu ini merupakan takdir yang sudah digariskan untuk Alice. Satu hal yang Alice harapkan jika takdir yang sedang dia jalani ini merupakan takdir yang baik. Bertemu dengan Ethan ada

  • TERJERAT CINTA YANG SALAH   50

    "Tetap saja walaupun begitu, kau juga ikut merasakan penderitaan yang sama denganku. Ayahku juga jadi melampiaskan kemarahannya padamu. Kenapa kau masih saja bertahan, Daniel? Aku tidak akan memaksamu tetap tinggal jika kau ingin pergi" Daniel tertegunRaut wajahnya mendadak berubah. Kecewa. Ah apakah hanya perasaan Ella saja ya. "Aku tidak ingin lagi membebanimu dengan perasaanku dan juga tak ingin lagi merepotkanmu atas banyak hal. Aku akan menjaga diriku sendiri. Aku menyadari selama ini, bahwa aku telah membeli kebebasanmu, yang membuatmu mungkin tidak nyaman. Selama ini mungkin bagimu, hidupmu seperti dalam kurungan. Hanya tahu untuk selalu menjaga dan melindungiku, terbebani akan tugas dari ayahku" Ella menarik napasnya. Bicaranya terlalu cepat. Semoga Daniel bisa memahaminya. "Setiap hari aku merasa bersalah telah membawamu dalam kehidupanku, yang seharusnya tak kulakukan. Tapi aku menyadari dengan cepat bagaimana perasaanku terhadapmu dan membuatmu tetap berada di samping

  • TERJERAT CINTA YANG SALAH   49

    "Aku pulang duluan, karena ada urusan lain. Kalian nanti hati-hati di jalan," ucap Ella dengan tergesa sembari berjalan cepat meninggalkan rekan kerjanya yang terbengong-bengong. Mereka yang ada di ruangan itu saling berpandangan, bertanya apakah ada sesuatu pada Ella. Jam baru menunjukkan pukul setengah lima sore, tapi Ella sudah mencuri start untuk pulang lebih dulu. Jika dilihat dari dia yang tergesa-gesa sepertinya memang sedang ada urusan mendesak. Sudahlah biarkan saja. Ella punya sesuatu yang harus diurusnya saat ini juga. Kakinya mengetuk-ngetuk lantai elevator karena tak sabar, benda bergerak tersebut membawanya turun ke lobi perusahaan. Pekerjaannya sedikit terkendala karena dia yang tidak fokus mengerjakannya. Tapi semua sudah dia selesaikan. Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Justru yang harusnya dikhawatirkan adalah kelanjutan hubungan Ella dan Daniel. Ting!!!!Pintu elevator terbuka. Setengah berlari Ella keluar dan langsung menuju parkiran yang terletak di luar

  • TERJERAT CINTA YANG SALAH   48

    Ella mengerjap-ngerjapkan matanya yang masih berat. Telinganya mendengar suara familiar yang biasa membangunkan tidur nyenyaknya. Berusaha untuk menyadarkan diri dan membuka mata selebar-lebarnya, sesekali menggelengkan kepala untuk benar-benar menyadarkan dirinya. Suara yang terus berdering-dering memekak telinga berasal dari ponselnya. Ella memang selalu memasang alarm otomatis, sehingga pada jam yang disetelnya akan berdering. Dengan rasa ngantuk yang masih tersisa dalam dirinya, Ella meraba-raba ranjang untuk mencari di mana ponselnya itu. Ketika menemukan benda persegi panjang dan tipis namun harganya sangat mahal itu, Ella langsung mematikan alarmnya. Tangannya dengan kasar mengucek mata, sekaligus membersihkan sisa kotoran mata. Dengan sangat terpaksa, dia pun bangkit dari tidurnya. Lalu meneguk segelas air putih di atas meja yang selalu dia sediakan.Seketika rasa yang menyegarkan langsung memenuhi dirinya. Ella meletakkan kembali gelas ke atas meja, dan mengedarkan pand

  • TERJERAT CINTA YANG SALAH   47

    "Ayah harus minta maaf pada Daniel," ucap Ella datar. Matanya menatap wajah ayahnya yang tidak mengendurkan pandangannya yang tajam. "Atas dasar apa ayah harus meminta maaf?" Ella menghela napas. "Sampai kapanpun aku tidak akan pernah kembali ke rumah ini, jadi aku mohon dengan sangat agar ayah dan ibu tidak terus-terusan menggunakan Daniel untuk membuatku pulang. Karena ini bukan rumahku, aku tak pernah merasa tinggal di rumah ini. Rumah ini seperti neraka bagiku yang setiap harinya sangat mencekikku," ungkap Ella mengeluarkan sesuatu yang sudah ditahannya dari lama. Suaranya samar bergetar karena dia sangat emosi. Emosi yang akhirnya dia keluarkan juga. "Ella. Tapi ibu kesepian karena kau tidak ada," tegur ibunya lembut. Ella tersentak. Tapi tidak mengubah pendiriannya. "Sampai ayah menyadari semua kesalahannya, aku tidak akan pernah menginjakkan kaki lagi. Jangan membuatku terpaksa menggunakan cara-cara berontak yang lebih parah dari ini," Ella menguatkan hati, membulatkan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status