Share

TERJERAT CINTA YANG SALAH
TERJERAT CINTA YANG SALAH
Penulis: Autumn

1

Alice masih berkutat di depan komputer demi-demi untuk memenuhi deadline pekerjaannya. Walaupun jam di dinding kantor sudah menunjukkan pukul sembilan malam, dan rekan-rekan kerja Alice sudah pada pulang semua, tapi tidak menyurutkan niat Alice untuk bekerja lembur hari ini.

Alice menghembuskan napas panjang, sebenarnya hal ini tidak akan terjadi jika Alice tidak salah dalam memberikan laporan tentang survei mengenai kepuasan konsumen terkait produk yang baru beberapa bulan diluncurkan.

Memang itu bukanlah pekerjaan utamanya, hanya saja karena suatu kejadian, Alice harus juga membuat laporan survei tersebut.

"Astaga, ini mulai membuatku muak," lirihnya dalam kehingan ruangan kantor yang tetap terasa nyama walaupun dalam kesendirian.

Ruangan kantor yang tertata rapi ini karena ada seseorang yang selalu mengomel mengenai kerapihan suatu tempat. Tidak bisa jika melihat ada barang yang berantakan, atau meja yang acak-acakan, pasti dia akan langsung mengomel panjang lebar meminta si empunya meja untuk membereskan barang-barangnya. Siapa lagi kalau bukan si Perfeksionis, Ashley.

Alice dan Ashley berteman baik. Bahkan sangat baik, juga saling mendukung dalam kehidupan pekerjaan satu sama lainnya. Juga dalam hubungan yang lebih dari sekedar pekerjaan. Baginya Ashley adalah teman terbaiknya.

Sayangnya, Ashley sudah lebih dulu menikah, sehingga mereka jarang memiliki kesempatan berdua untuk menghabiskan waktu. Memang Alice merasa kesepian, tapi Alice juga mengerti bahwa ada yang lebih penting untuk Ashley urus daripada hanya sekedar menemani Alice.

Tak jarang, Ashley juga menceramahi Alice yang tak juga menikah, walaupun ibunya sudah putus asa meminta padanya, walaupun orang-orang di sekelilingnya sudah pada menikah, walaupun banyak yang mengatakan bahwa menikah itu menyenangkan. Tak juga merubah pendirian Alice tentang hal yang satu ini.

Namun tak sedikit juga yang mengatakan bahwa pernikahan itu sangat mengerikan.

Alice memutar pelan-pelan persendian tangannya, memijat kakinya yang mulai lelah karena terus duduk, juga memijat belakang lehernya karena lelah menatap komputer terus-menerus.

Sedikit lagi, tinggal sedikit lagi, Alice pasti bisa menyelesaikannya.

'Sabar, Alice. Kau harus kuat,' batinnya dalam hati.

Alice yang saat ini berada di Divisi Perencanaan dan Pengembangan terkait produk yang di luncurkan perusahaan, dituntut harus selalu memiliki ide dalam hal itu. Pekerjaannya memang tak mudah karena harus memaksakan otaknya untuk terus berputar memikirkan inovasi dan inovasi untuk pengembangan produk. Ya, walaupun semua tidak di tanggung sendiri.

Tapi sejauh ini, Alice selalu bisa memberikan ide dan masukan yang cemerlang. Ah, bukannya ingin menyombong, tapi ya begitulah kenyataannya.

Perusahaan tempatnya bekerja saat ini merupakan perusahaan nasional yang sedang berusaha untuk melebarkan sayapnya agar bisa menjadi perusahaan multinasional.

Sebuah perusahaan manufaktur, yang saat ini sudah memiliki beberapa anak perusahaan.

Alice sendiri bekerja di perusahaan induk, ya, anggap ini merupakan suatu keberuntungan baginya. Perusahaan induk sendiri lebih fokus dalam mengembangkan produk kecantikan, fashion, yang sedang menjadi trend saat ini.

Sedangkan beberapa anak perusahaan lainnya lebih berfokus pada pengembangan produk makanan dan minuman.

Alice sebenarnya tidak begitu tertarik dengan dunia fashion ataupun kecantikan yang sedang marak-maraknya, namun bukan berarti Alice acuh terhadap hal tersebut. Ya bisa dikatakan jika Alice tetap mampu mengikuti perkembangan tentang mereka.

Memang benar penampilan itu menguntungkan, namun penampilan itu tidak bisa dijadikan tolak ukur dalam menilai seseorang. Yang terpenting itu, selalu rapi jika ingin bertemu dengan orang lain agar memberikan kesan yang baik.

Ya, Alice juga sama seperti pegawai kantoran lainnya yang setiap saat dikejar-kejar deadline, berkutat di depan komputer, mengikuti rapat, belum lagi jika ditegur oleh atasan. Tentu hal tersebut mengakibatkan stress, bahkan sampai mempengaruhi perubahan suasana hati.

Intinya, kehidupan pekerjaan Alice Winsley sama seperti kebanyakan orang.

Begitulah tentang pekerjaan Alice.

Satu orang yang selalu merasa keberatan jika Alice begitu sibuk dengan pekerjaannya, adalah ibunya. Ibunya bisa menceramahi Alice satu harian penuh agar Alice bisa membagi waktunya, untuk bekerja dan juga mencari pasangan hidup.

Direcoki hal yang sama terus-terusan membuat Alice jadi jengah mendengarnya. Kenapa ibunya sangat mendesak Alice untuk menikah padahal calonnya saja tidak ada.

Nah kembali lagi, calonnya saja tidak ada, bagaimana Alice bisa menikah. Tak ada yang berniat mendekati dirinya, atau seseorang yang bisa menarik perhatiannya. Jadi ya daripada pusing memikirkan hal itu, lebih baik Alice pikirkan saja tentang masa depan pekerjaannya.

"Kau belum pulang?"

Suara bass seorang pria mengejutkan Alice, serasa jantung Alice berhenti mendadak mendengar suara itu.

Matanya dengan liar sibuk mencari asal suara, hingga dia temukan seseorang yang berdiri di ambang pintu ruangan Divisi Perencanaan dan Pengembangan. Orang itu sedang memandangi Alice dengan pandangan datar.

"Se-sebentar lagi, pak," jawab Alice gelagapan.

Orang yang dipanggil dengan sebutan 'pak' itu mulai mendekat kearah Alice. Jantung Alice yang tadi rasanya sempat berhenti, kini malah semakin kencang dan berdebar-debar.

Sejenak Alice berpikir, seseorang sekelas atasannya ini sedang apa jam segini di kantor, apa mungkin dia juga lembur seperti Alice?

"Siapa namamu?"

Ah benar juga, sekelas Direktur Utama, tidak mungkin mengenali Alice yang tidak punya jabatan apa-apa. Hanya karyawan biasa, yang mungkin juga tak terlihat oleh para atasan di perusahaannya.

"Alice Winsley," cicit Alice sambil menundukkan wajahnya.

Alice berusaha untuk tetap menghormati Ethan Hill, Direktur Utama perusahaan ini.

Ethan terlihat mengangkat sebelah alisnya.

"Selesaikan pekerjaanmu. Saya akan menunggumu di sini sembari kau menyelesaikannya!" ujar Ethan dengan tenang namun dalam, sorot matanya mencerminkan bahwa dia tidak main-main ketika mengucapkan hal itu.

Alice dengan pandangan bertanya menatap atasannya ini. Tapi baru beberapa detik menatapnya, Alice langsung menundukkan lagi kepalanya. Bagaimana dia sanggup memandangi dengan lama seorang atasan dari segala atasan di perusahaannya.

"Se-sepertinya tidak perlu pak. Bapak pulang duluan saja. Saya bisa menyiapkannya sendiri," jawab Alice masih memandangi papan ketik komputer miliknya.

Alice menelan ludah, rasanya ingin melihat Ethan Hill yang sebenarnya jarang-jarang karyawan biasa melihatnya. Ini merupakan sebuah keberuntungan bagi Alice.

"Apa kau ingin bertanggung jawab, jika ada sesuatu terjadi? Dengan adanya saya di sini, saya bisa menjadi saksi jika memang terjadi sesuatu. Jangan membantah saya." ucapnya tegas sambil berjalan memutar dan menarik kursi yang ada di sebelah Alice. Kursi kerja milik Ashley.

Tangan Alice mendadak jadi berkeringat. Apa-apaan ini. Bagaimana pula semua ini bisa terjadi? Perasaan Alice, dia tidak ada memakan sesuatu yang bisa mendatangkan keberuntungan seperti ini.

"Ta-tapi, saya benar-benar tidak apa pak. Saya-"

"Jangan membantah, Alice Winsley," katanya dingin.

Alice jadi semakin keder, bahkan menatap atasannya ini pun tak bisa dia lakukan. Tatapan matanya sangat terasa sekali. Benar-benar membuat orang jadi tak nyaman.

Jantung Alice yang berdetak kencang kini semakin menjadi-jadi. Napasnya jadi tak beraturan dan dadanya begitu berat.

Jelas saja, seorang Ethan Hill sedang menemani Alice menyelesaikan pekerjaannya ditengah-tengah jam lembur yang menyebalkan ini.

Kapan lagi ada kesempatan begini.

Alice melirik sedikit-sedikit kearah Ethan Hill yang saat ini tengah sibuk menatapi layar ponselnya.

Tangan Alice bergerak cepat, menari di atas papan ketik, begitu bersemangat hingga suara tombolnya terdengar menghiasi ruangan yang senyap ini.

Tapi Ethan Hill tidak terlihat terganggu akan hal itu.

Ahhh kejadian ini pasti akan dia ceritakan pada Ashley, dan membuat wanita itu merasa iri. Tentu saja akan iri, berduaan bersama seorang atasan yang keren, tampan, berwibawa, berpendidikan tinggi, dan juga memiliki bentuk tubuh yang bagus.

Sungguh lengkap warna-warni hidup Alice hari ini.

Dia tarik lagi perkataannya bahwa lembur hari ini menyebalkan.

'Oh Tuhan. Terima kasih kau telah memberikan kesempatan emas seperti ini,' batin Alice dengan perasaan bahagia.

Alice kembali melirik Ethan yang masih sibuk dengan ponselnya, tangannya bergerak-gerak cepat seperti mengetikkan sesuatu.

"Apa ada yang ingin kau sampaikan?" celetuk Ethan yang ternyata sadar jika Alice meliriknya.

Alice berdehem beberapa kali sebelum menyampaikan apa yang ada di benaknya.

"Saya merasa tidak enak membuat bapak jadi terjebak menemani saya lembur," jelas Alice.

Ethan terlihat berhenti mengetik, lalu matanya menatap Alice. Tapi kali ini dengan pandangan yang sepertinya lembut.

"Saya bertanggung jawab menjaga keamanan karyawan saya. Apa kau pikir saya tidak memiliki perasaan seperti itu, sehingga jika ada karyawan lembur akan saya biarkan saja,"

Alice terdiam. Dia memang tidak tau jika atasannya ini memiliki pemikiran yang begitu.

"Saya melakukannya juga untuk memastikan bahwa karyawan yang lembur itu tidak melakukan sesuatu yang pada akhirnya akan merugikan perusahaan," katanya lebih jelas.

Alice masih diam, belum ada keinginan untuk menanggapi.

"Kau tak perlu banyak berpikir. Lagipula kau ini seorang wanita, apa mungkin saya biarkan kau lembur sendirian seperti ini,"

Ahh Alice juga tak tau bahwa atasannya ini begitu pengertian.

Banyak rumor yang mengatakan bahwa Ethan Hill merupakan sosok iblis karena sangat kejam jika menyangkut tentang pekerjaan ataupun perusahaan. Tapi sepertinya itu tidak semuanya benar, karena atasannya ini terdengar begitu perhatian akan kesejahteraan karyawannya. Buktinya memberikan bonus, penghargaan atas kerja keras juga sering membawa karyawannya pergi menghilangkan kejenuhan saat bekerja.

Dan keberadaan Ethan menemani Alice saat ini semakin mematahkan omongan yang mengatakan bahwa Ethan adalah seorang iblis.

Ethan Hill merupakan seorang pemimpin yang baik.

"Saya akan menyelesaikannya dengan cepat," ujar Alice kemudian fokus lagi mengerjakan pekerjaannya.

Dia tak ingin menyita waktu Ethan Hill lama-lama karena dia tau bahwa Ethan juga lelah.

Terlihat dari matanya yang jadi sayu, dan lingkaran hitam disekelilingnya, juga jas hitam yang dia letakkan di meja kerja Ashley, dasi yang berwarna senada juga sudah terlepas dari lehernya.

Alice semakin cepat memainkan jarinya di atas papan ketik, sesekali melirik Ethan.

Setelah melewati sekitar lima belas menit dalam heningnya ruangan yang hanya ditemani suara ketikan jari Alice.

Akhirnya pekerjaannya pun selesai.

"Syukurlah ini sudah selesai,"

Alice segera mencetak laporan itu, dan mengkopinya jadi beberapa rangkap.

Seketika matanya menatap Ethan yang ternyata tengah tertidur dalam keadaan duduk. Tangannya menyilang di depan dadanya. Bibirnya yang tipis menutup rapat, matanya juga begitu.

Alice sungguh terpesona. Ethan merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang sangat sempurna.

Alice bergerak pelan-pelan demi mengurangi suara agar Ethan tidak terbangun. Alice merapikan lembaran laporan itu dengan cepat, lalu mematikan komputer dan merapikan meja kerjanya.

Alice kemudian berdiri dan berjalan menuju meja Ketua Divisi Perencanaan dan Pengembangan, dengan berjinjit agar tidak membangunkan Ethan, lalu meletakkan laporan yang sudah dibuatnya itu.

Alice bahkan sampai menahan napas ketika berjalan karena begitu takut jika Ethan terbangun.

Sampai ditempat duduknya, Alice kembali menatapi Ethan Hill. Sejenak dia ragu, bagaimana cara membangunkan Ethan yang sepertinya tertidur begitu nyenyak.

Alice menjulurkan tangannya hendak menggoyangkan lengan Ethan untuk membuat pria itu terjaga.

Tapi mendadak diurungkan niatnya. Alice ingin memandangi Ethan lebih lama, karena Alice yakin kejadian seperti ini tidak akan terjadi kedua kalinya.

Alice menumpukan salah satu tangannya di atas meja dan menopang kepalanya, matanya masih menatap Ethan, yang begitu tampan.

DRRRTTT DRRRT DRRRTT

Getar ponsel yang sepertinya milik Ethan, langsung membuat pria itu bangun dari tidurnya. Lalu segera mengambil ponselnya dan mematikan getar tersebut yang sepertinya alarm.

Sedetik kemudian Ethan mengarahkan pandangannya pada Alice.

"Kau sudah selesai?" tanyanya serak.

Alice mengangguk gelagapan, wajahnya panas karena dia sendiri kaget Ethan tiba-tiba terbangun dan memergoki dirinya yang tengah menatapi pria itu.

"Ayo kita pulang,"

Alice mengangguk lagi, dengan cepat dia berdiri dan mengambil tasnya. Begitu juga dengan Ethan.

Mengambil jas dan dasinya lalu berjalan keluar dari ruangan yang disusul Alice.

"Kau bawa mobil?"

Alice menggeleng.

"Rumah saya tidak jauh dari kantor pak. Jadi saya biasanya jalan saja,"

"Begitu," ucap Ethan pendek.

Alice tersenyum getir. Rasanya jadi canggung karena berada didekat atasannya.

Mereka turun menggunakan elevator dan keadaan semakin canggung karena di dalam elevator hanya ada mereka berdua.

Keluar dari elevator, ternyata lobi perusahaan sepi dan benar-benar tidak ada orang kecuali mereka berdua.

Alice dan Ethan kemudian keluar dari gedung kantor lalu Ethan meminta satpam yang bertugas dua puluh empat jam itu untuk memeriksa kembali kondisi di dalam dan mengunci pintu masuk gedung.

"Biar saya antar. Sekalian saja saya bertanggung jawab mengantarmu sampai rumah,"

Alice mendadak berhenti berjalan. Apa ini tidak apa-apa ya. Rasanya sangat tidak nyaman berdua saja dengan atasan dari segala atasan.

"Jangan membuat perasaan saya jadi buruk. Saya tidak ada niat lain selain mengantarkanmu sampai rumah," katanya melanjutkan sebelum Alice salah paham.

Alice diam dan memandangi saja Ethan. Ya, dia sebenarnya tidak ada niatan untuk menolak. Alice masih tau diri untuk menghargai kebaikan seseorang.

"Kalau begitu, apa bapak tidak keberatan kalau saya ajak untuk menikmati secangkir kopi? Ya anggap saja sebagai rasa terima kasih saya karena pak direktur sudah menemani saya lembur" suara Alice terdengar gugup. Wajar jika begitu, karena ini pertama kalinya dia mengajak atasannya yang selama ini tidak pernah berinteraksi langsung dengannya.

Ethan tersenyum, "Baiklah. Saya tidak keberatan,"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
nice opening.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status