Share

9

Author: Autumn
last update Last Updated: 2022-03-16 05:50:47

"Sepertinya hujan kelihatan tidak akan berhenti," gumam Alice yang tengah mendengarkan suara hujan dengan begitu heboh menabrak atap rumahnya. Ini sudah berlangsung selama beberapa jam, dan mulai membuat Alice khawatir akan banjir. 

"Ya, sepertinya memang begitu," sahut Ethan yang sudah keluar dari kamar mandi. 

Ethan ingin menggunakan kamar mandi, karena dia merasa gerah. Padahal hujan di luar begitu deras dan membuat udara menjadi dingin, tapi sepertinya dingin itu tidak masalah baginya untuk mandi. Terlebih ternyata dia membawa baju ganti. 

"Terima kasih, kamar mandinya," 

Alice tersenyum simpul, Ethan pun kemudian duduk di samping Alice. Seketika aroma tubuh Ethan masuk kedalam indera penciuman Alice. Aroma yang sangat dikenali Alice. Ini adalah aroma sabun mandinya. 

Memikirkan itu wajah Alice jadi memerah, sangat memalukan. Tapi rasanya begitu berbeda jika dia sendiri yang memakainya. Aroma ini sangat cocok untuk Ethan. Astaga, apa-apaan ini. 

Tangan Alice mengepal kuat di depan dadanya, merasakan detakan jantungnya yang menghentak keras. 

Seluruh tubuhnya jadi panas. 

"Alice," panggil Ethan lembut. 

Alice memalingkan wajah karena tak ingin Ethan melihatnya, pasti wajahnya begitu merah dan Alice tak punya keberanian untuk melihat Ethan dengan wajahnya yang memerah. 

"Kau baik-baik saja?" tanyanya bingung. 

"Hm, ya" balas Alice gugup setengah mati. Masih belum melihat kearah Ethan. 

Ethan mengernyit. Tak mengerti mengapa Alice tidak memandangnya. 

"Benarkah? Lalu kenapa kau memalingkan wajahmu?" 

Ethan terdengar tidak terima. Selama ini tidak ada yang pernah memalingkan wajah ketika berbicara dengan Ethan. Tapi wanita yang duduk di sampingnya ini, melakukannya dengan santai. 

"Maaf, saya tidak bisa, pak," jawab Alice seadanya dan jujur. 

'Bisa gila aku, kalau memperlihatkan wajahku sekarang,' batin Alice

Ethan mengernyit semakin dalam. Kesal mulai menerbit dalam dirinya. 

"Tolong lihat saya, jika kau berbicara," sambar Ethan sedikit tinggi sembari menarik lengan Alice, agar mendapatkan perhatian wanita itu. 

Benar saja, Alice sontak melihat kearahnya. Dengan rona merah bersemu dipipinya, dan mata yang seakan menunjukkan dia tengah malu. 

Ethan tak tahu mengapa Alice bisa bersemu merah begitu. Apakah karena berada didekatnya? Ta-tapi sepertinya kemarin-kemarin tidak begitu. 

Ah, atau Alice sedang menahan amarah? Biasanya wajah seseorang akan memerah selain karena malu juga menahan amarah. Tapi marah kenapa? Apakah dia ada berbuat salah? Sepertinya tidak mungkin Alice marah. 

"Apa kau sakit?" nada suara khawatir itu terdengar begitu jelas di telinga Alice. Itu pasti reaksi karena melihat kemerahan di wajahnya ini.

"Ti-tidak pak, saya baik-baik saja," bantah Alice lalu menarik lengannya yang masih berada dalam genggaman nyaman Ethan. 

Ketika menarik lengannya, Alice jadi sedikit kecewa. Kecewa kenapa dia melakukannya begitu cepat, mungkin dia bisa melakukannya sampai beberapa detik lebih lama. 

Duh dia ini, padahal dia sendiri yang melakukannya tapi dia pula yang menyesal. 

"Baiklah. Katakan saja jika kau sakit. Kau membuat saya jadi kebingungan," celetuk Ethan memalingkan wajahnya dari Alice. 

Mendengar itu, telinga Alice jadi panas lagi. Malu sekali rasanya. 

Alice mengangguk kecil, karena tak mampu bibirnya berbicara. Jantung Alice yang masih bedebar-debar kencang, seolah tak ingin berhenti. Ternyata dia masih bisa merasakan keadaan ini. Alice pikir hatinya telah benar-benar mati. 

"Bisakah saya meminjam laptop atau mungkin komputermu? Ada beberapa surel yang harus saya periksa," pinta Ethan, dengan fokus menatap layar ponselnya. 

Alice mengangguk dan segera berdiri mengambil apa yang diinginkan oleh Ethan. 

"I-ini pak," Alice menyodorkan sebuah laptop berwarna hitam miliknya. Ethan pun segera menyalakan laptop itu dan sibuk berkutat di depan layarnya. 

"Apa bapak butuh sesuatu yang lain?" 

Ethan menggeleng samar. Namun tidak menjawab. Hamparan isi surel yang terbentang di layar laptop Alice, menarik seluruh pusat perhatiannya. 

"Kalau begitu saya akan mandi dulu," 

Ethan mengangguk dan berdehem pelan. 

Alice kemudian berdiri lagi dan segera menuju ke kamarnya mengambil handuk, masuk ke kamar mandi. 

Sampai di kamar mandi, Alice jadi terbengong. Seolah merasakan hawa keberadaan Ethan tadi masih mengisi setiap sisi kamar mandi tersebut. 

Sialan. Pikiran Alice jadi memikirkan yang tidak-tidak. Kotor sekali. Bisa-bisa Alice jadi wanita mesum. 

Alice pun mengalihkan pikirannya yang mulai memikirkan kejadian liar dan fokus untuk membasuh tubuhnya di bawah guyuran air pancuran. 

'Dingin sekali. Apakah Ethan tadi kedinginan juga atau tidak?' 

Tubuh Alice pun jadi menggigil menahan dinginnya air. Alice pun segera mempercepat mandinya, bisa-bisa dinginnya air membuat kulitnya jadi cepat keriput. 

Ethan menghela napas panjang. Balasan surel terkait kerja sama dengan perusahaan yang selama ini ditunggunya, ternyata tidak semanis yang dipikirkannya. 

Mereka masih perlu mempertimbangkan kenapa mereka harus bekerja sama dengan Ethan. Padahal perusahaan Ethan juga bukan perusahaan kecil. Tapi jelas saja begitu, karena perusahaan yang ingin Ethan jalin untuk kerja sama adalah perusahaan komestik luar negeri. 

Ethan bermaksud untuk melakukan kolaborasi, karena melihat prospek yang bagus akan hasilnya. Tapi sepertinya mereka belum tertarik. 

Dan itu mereka sampaikan lewat balasan surel ini. 

Sekali lagi, Ethan menghela napas. Lalu menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa dan memejamkan matanya. 

Tubuhnya seolah tidak bisa merasakan lelah lagi karena beban pekerjaannya yang berat. Waktu yang harusnya dia gunakan untuk istirahat, namun malah dia pakai untuk bekerja. 

Tapi kenapa berada di rumah Alice membuatnya merasa sangat nyaman, dan membuat tubuhnya jadi rileks hingga baru ini Ethan merasakan lelah. 

Ingin rasanya dia tidur sebentar karena begitu nyamannya. Tapi Ethan takut jadi kebablasan. 

Dari kamar mandi, masih terdengar suara guyuran air. Berarti Alice masih mandi. 

Ethan pun merilekskan tubuhnya, dan mencoba untuk tidur. 

Alice sekali lagi mengguyur tubuhnya walaupun harus menahan dinginnya air. Untuk memastikan bahwa tubuhnya benar-benar bersih dari sabun. Setelah itu barulah dia keringkan menggunakan handuk, dan keluar dari kamar mandi cepat-cepat. 

Tak lama setelah berganti pakaian, Alice keluar dari kamarnya dan menuju tempat Ethan. Alice tertegun, melihat Ethan yang tertidur. Dengan posisi duduk sambil menyilangkan kaki, juga tangannya dia silangkan di depan dada. Kepalanya terkulai pulas di sandaran sofa. 

Wajahnya terlihat begitu letih, dengan lingkaran hitam yang samar. Ethan pasti sangat lelah bukan. Secara dia bekerja tanpa henti. Belum lagi tekanan akan pekerjaannya yang membuatnya jadi semakin stres. 

Alice mendekat kearah Ethan, dan membungkukkan tubuhnya untuk memastikan bahwa Ethan masih bernapas. Gawat juga karena begitu tenangnya Ethan tertidur ternyata terjadi sesuatu. 

Tapi amit-amit hal seperti itu terjadi. 

Alice mendekatkan telinganya, ke hidung Ethan, menajamkan pendengarannya. Lalu menghela napas lega saat tahu bahwa Ethan masih bernapas. Alice berdiri dengan tegak kembali, dia bermaksud untuk mengambilkan selimut agar Ethan tidak kedinginan. 

Berjalan dengan perlahan agar langkah kakinya tidak menggangu Ethan. Masuk ke kamarnya dan mengambil sebuah selimut baru dari dalam lemari. Dengan sedikit terburu keluar dari kamar dan mendekati Ethan kembali. 

Alice membentangkan selimut itu dan menutupi tubuh Ethan, untuk membuat tubuhnya jadi hangat. 

Aroma harum seseorang mengganggu indera penciumannya. Aromanya tidak memabukkan tapi cukup untuk menggetarkan tubuh Ethan. Aroma sabun yang sama dengan yang dia pakai tadi saat mandi. 

Ethan perlahan-lahan membuka mata, saat sebuah tangan menyentuh bagian keningnya secara tidak sengaja. Hal itu sontak membuat Ethan terkejut dan langsung menerjang pemilik tangan itu. Menindih tubuhnya di bawah Ethan, dan menahan kedua tangannya di atas kepalanya. 

Suara rintihan kesakitan terdengar dari bibir seorang wanita. 

"Pak. Tolong lepaskan tangan saya. Sakit sekali," rintihnya lagi sambil meringis. 

Ethan mengerjap beberapa kali, napasnya memburu, lalu mulai bisa melihat dengan jelas siapa yang sedang di bawah kungkungannya ini. 

'Alice' batin Ethan. 

Ethan melepasakan tangannya yang menahan Alice dengan kekuatan cukup besar. Pantas saja dia kesakitan. 

Alice memandang Ethan dengan ketakutan di wajah cantiknya. Rambutnya yang terlihat basah, membuat wanita itu terlihat semakin cantik, bajunya sedikit tersingkap di bagian kerahnya, memperlihatkan garis tulang selangkanya. 

Ethan menahan napas. Dia seperti membatu, matanya tidak bisa lepas dari Alice. 

"Pak. Apa bapak baik-baik saja?" suaranya terdengar pilu. Mungkin tubuhnya masih merespon ketakutan Alice tadi. 

Ethan pun segera menyadarkan diri dan bangkit dari atas tubuh Alice. Alice pasti syok karena Ethan melakukan sesuatu yang tidak pantas. Tapi tadi tubuhnya bereaksi karena spontan merasakan adanya bahaya. Otaknya seolah memberikan perintah bahwa bisa jadi ada yang ingin menyakitinya. Oleh karena itu dia belum menyadari tadi itu Alice. 

"Maaf. Kau pasti terkejut," ucap Ethan tak enak hati. Kepalanya dia tundukkan dengan satu tangan menahan keningnya. 

Alice memang terkejut dan mendadak jadi ketakutan setelah Ethan tiba-tiba menindihnya. Tapi melihat tadi bukan seperti Ethan biasanya, Alice jadi berpikir bahwa Ethan sedang bermimpi dan mungkin karena keberadaannya membuat pria itu jadi terancam dan ya akhirnya otak dalam kepala Ethan memberikan perintah untuk melindungi dirinya. 

"Sa-saya hanya sedikit terkejut," balas Alice berusaha untuk tenang. Namun karena kegelisahan yang mendadak muncul dalam dirinya membuat Alice jadi terburu-buru untuk bangkit, dia bermaksud untuk meninggalkan Ethan sembari memberi waktu bagi pria itu mencerna tindakannya tadi. Tapi naas, kaki Alice menginjak bagian selimut yang mengenai lantai, dan hampir membuatnya terjungkal sebelum sebuah tangan menariknya. 

Alice menahan napas saat dia tahu, dia sedang berada di pangkuan Ethan, dengan wajahnya menghadap wajah pria itu. Terlebih ujung hidung Alice menyentuh hidung Ethan. Sepertinya Ethan terlalu kuat saat menarik Alice tadi. 

Tangan Ethan, seperti posesif berada di pinggang Alice, melindungi wanita itu yang tadi hampir terjatuh. 

Napas mereka seolah bersahutan, gejolak panas mulai menggelayuti tubuh Ethan. Dadanya menghentak kuat. Sedangkan matanya masih menatap Alice dalam-dalam. Bibir Alice yang sedikit terbuka dengan keterkejutan di wajahnya membuat Ethan jadi ingin memberikannya kecupan singkat. Di tambah dengan aroma tubuh Alice, benar-benar harum. 

Semua itu menekan kuat di dalam dadanya. Seolah bergerak sendiri, tangan Ethan terangkat dan mengusap wajah Alice, lembut dan penuh perasaan. Tapi tubuh Alice terasa tegang.

Ethan terbawa suasana, dan dia mulai mendekatkan kepalanya, matanya tidak lagi tertuju pada mata Alice namun sudah beralih ke bibir wanita itu. Terlihat begitu menggoda. 

Seperti tinggal beberapa inci lagi bibir mereka akan bersentuhan, sebuah suara dari dalam kepalanya menghentikan aksinya. 

'Jangan lakukan. Ingat, bahwa kau sudah menikah,' 

Itu adalah suara Ethan sendiri yang sedang memberikan peringatan padanya. Tak pelak, suaranya itu membuat gerakannya benar-benar berhenti. Lalu menarik mundur kepalanya. 

"Maaf. Sepertinya saya butuh waktu untuk menjernihkan pikiran," ucapnya parau

Alice seperti tersadar segera bangkit, kali ini tidak terpeleset lagi. 

"Ma-maafkan saya pak. Saya akan meninggalkan bapak di sini," sahut Alice dengan suara sedikit keras, dan membungkukkan tubuhnya beberapa kali lalu berbalik dan meninggalkan Ethan. 

Alice masuk ke dalam kamarnya,  dan dia berguling-guling di atas ranjang memikirkan kejadian barusan. Bukan senang tapi dia sangat malu. 

Bagaimana bisa dia membiarkan Ethan hampir menciumnya. Astaga, betapa gilanya Alice. Itu semua karena dia terbawa suasana. Suasananya memang sangat mendukung tadi. Tapi ah persetan dengan suasana. Bisa-bisanya, beruntung Ethan tadi menghentikan aksinya. 

Alice meletakkan tangannya, merasakan detak jantung yang semakin keras. 

'Ahhhhhh' Alice berteriak tanpa suara. Agar Ethan tidak mendengarnya dan mengira dirinya adalah wanita bodoh berharap bisa berciuman dengan pria itu. 

"Betapa bodohnya kau, Alice. Bagaimana mungkin kau hampir berciuman dengan atasanmu sendiri," lirihnya lalu memukul-mukul ranjangnya. 

Pertama-tama ini adalah salah kakinya yang tak sengaja menginjak selimut. Kedua ini salah atmosfir suasana, sangat tepat untuk melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan oleh dua orang yang saling mencintai. Ketiga salah tubuhnya yang merespon sentuhan Ethan. 

Harusnya Alice tadi segera menarik diri, atau apapun tapi Alice malah membatu ketika mata mereka saling bertatapan. 

Bisa jadi itu seolah memberikan respon positif bagi Ethan dan membuat pria itu hampir menciumnya. Ya, intinya Alice salah memberikan reaksi. Ta-tapi, Ethan juga tidak bisa begitu kan. Mana mungkin dia sembarangan saja mencium wanita walaupun suasananya tepat. 

Ah sialan. Membuat kepala Alice jadi pusing memikirkannya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TERJERAT CINTA YANG SALAH   52

    Sangat sangat sangat mewah.Kesan pertama Alice ketika melihat rumah besar Ethan yang ada di hadapannya, sampai membuatnya tanpa sadar menahan napas dan membuka mulut lebar-lebar. Begitu takjub melihat kemegahan rumah Ethan Hill ini. Mata Alice tak bisa berpaling dari campuran desain klasik dan modern dan di dominasi warna putih ini. Begitu elegan dan tampak sangat mewah. "Astaga, Alice. Ini bukan saatnya kau mengagumi rumah ini" lirihnya pelan sembari memukul kepalanya untuk menyadarkan diri. Sambil menelan ludah, Alice hendak menekan tombol bel rumah Ethan. Eh tapi, tiba-tiba pintunya membuka dengan sendirinya bahkan sebelum Alice sempat menekan bel tersebut. Hal pertama yang ada di dalam benaknya adalah betapa kerennya rumah Ethan yang pintunya bisa membuka sendiri. Alice celingak-celinguk melihat ke sekelilingnya apakah ada mata-mata atau tidak. Bagaimana bisa pintunya terbuka sendiri sedang dia belum memberikan tanda akan keberadaannya. Seperti orang bodoh, Alice memutar k

  • TERJERAT CINTA YANG SALAH   51

    Lelah. Satu kata yang cukup menggambarkan kondisinya saat ini. Namun bukan lelah fisik karena nyatanya fisiknya baik-baik saja. Pekerjaannya juga tidak banyak hingga tak perlu terlalu membuang tenaga. Tapi ya begitulah dia lelah. Alice menghempaskan tubuh rampingnya ke atas ranjangnya yang nyaman. Meregangkan seluruh otot-otot tubuhnya yang menegang. Setelah mandi rasanya sangat menyegarkan. Dalam pikirannya terus berputar-putar tentang pertanyaan Ashley yang sampai saat ini belum bisa dijawabnya. Apakah dirinya mencintai Ethan Hill?Kenapa Ethan justru hadir dalam hidupnya. Jawabannya hanya satu. Takdir!Takdir Tuhan yang membawa Alice bertemu Ethan, dan terlibat dengan pria itu. Semakin Alice menjauhi pria itu, maka mereka akan semakin terikat. Semakin banyak hal terjadi yang melibatkan keduanya. Tentu ini merupakan takdir yang sudah digariskan untuk Alice. Satu hal yang Alice harapkan jika takdir yang sedang dia jalani ini merupakan takdir yang baik. Bertemu dengan Ethan ada

  • TERJERAT CINTA YANG SALAH   50

    "Tetap saja walaupun begitu, kau juga ikut merasakan penderitaan yang sama denganku. Ayahku juga jadi melampiaskan kemarahannya padamu. Kenapa kau masih saja bertahan, Daniel? Aku tidak akan memaksamu tetap tinggal jika kau ingin pergi" Daniel tertegunRaut wajahnya mendadak berubah. Kecewa. Ah apakah hanya perasaan Ella saja ya. "Aku tidak ingin lagi membebanimu dengan perasaanku dan juga tak ingin lagi merepotkanmu atas banyak hal. Aku akan menjaga diriku sendiri. Aku menyadari selama ini, bahwa aku telah membeli kebebasanmu, yang membuatmu mungkin tidak nyaman. Selama ini mungkin bagimu, hidupmu seperti dalam kurungan. Hanya tahu untuk selalu menjaga dan melindungiku, terbebani akan tugas dari ayahku" Ella menarik napasnya. Bicaranya terlalu cepat. Semoga Daniel bisa memahaminya. "Setiap hari aku merasa bersalah telah membawamu dalam kehidupanku, yang seharusnya tak kulakukan. Tapi aku menyadari dengan cepat bagaimana perasaanku terhadapmu dan membuatmu tetap berada di samping

  • TERJERAT CINTA YANG SALAH   49

    "Aku pulang duluan, karena ada urusan lain. Kalian nanti hati-hati di jalan," ucap Ella dengan tergesa sembari berjalan cepat meninggalkan rekan kerjanya yang terbengong-bengong. Mereka yang ada di ruangan itu saling berpandangan, bertanya apakah ada sesuatu pada Ella. Jam baru menunjukkan pukul setengah lima sore, tapi Ella sudah mencuri start untuk pulang lebih dulu. Jika dilihat dari dia yang tergesa-gesa sepertinya memang sedang ada urusan mendesak. Sudahlah biarkan saja. Ella punya sesuatu yang harus diurusnya saat ini juga. Kakinya mengetuk-ngetuk lantai elevator karena tak sabar, benda bergerak tersebut membawanya turun ke lobi perusahaan. Pekerjaannya sedikit terkendala karena dia yang tidak fokus mengerjakannya. Tapi semua sudah dia selesaikan. Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Justru yang harusnya dikhawatirkan adalah kelanjutan hubungan Ella dan Daniel. Ting!!!!Pintu elevator terbuka. Setengah berlari Ella keluar dan langsung menuju parkiran yang terletak di luar

  • TERJERAT CINTA YANG SALAH   48

    Ella mengerjap-ngerjapkan matanya yang masih berat. Telinganya mendengar suara familiar yang biasa membangunkan tidur nyenyaknya. Berusaha untuk menyadarkan diri dan membuka mata selebar-lebarnya, sesekali menggelengkan kepala untuk benar-benar menyadarkan dirinya. Suara yang terus berdering-dering memekak telinga berasal dari ponselnya. Ella memang selalu memasang alarm otomatis, sehingga pada jam yang disetelnya akan berdering. Dengan rasa ngantuk yang masih tersisa dalam dirinya, Ella meraba-raba ranjang untuk mencari di mana ponselnya itu. Ketika menemukan benda persegi panjang dan tipis namun harganya sangat mahal itu, Ella langsung mematikan alarmnya. Tangannya dengan kasar mengucek mata, sekaligus membersihkan sisa kotoran mata. Dengan sangat terpaksa, dia pun bangkit dari tidurnya. Lalu meneguk segelas air putih di atas meja yang selalu dia sediakan.Seketika rasa yang menyegarkan langsung memenuhi dirinya. Ella meletakkan kembali gelas ke atas meja, dan mengedarkan pand

  • TERJERAT CINTA YANG SALAH   47

    "Ayah harus minta maaf pada Daniel," ucap Ella datar. Matanya menatap wajah ayahnya yang tidak mengendurkan pandangannya yang tajam. "Atas dasar apa ayah harus meminta maaf?" Ella menghela napas. "Sampai kapanpun aku tidak akan pernah kembali ke rumah ini, jadi aku mohon dengan sangat agar ayah dan ibu tidak terus-terusan menggunakan Daniel untuk membuatku pulang. Karena ini bukan rumahku, aku tak pernah merasa tinggal di rumah ini. Rumah ini seperti neraka bagiku yang setiap harinya sangat mencekikku," ungkap Ella mengeluarkan sesuatu yang sudah ditahannya dari lama. Suaranya samar bergetar karena dia sangat emosi. Emosi yang akhirnya dia keluarkan juga. "Ella. Tapi ibu kesepian karena kau tidak ada," tegur ibunya lembut. Ella tersentak. Tapi tidak mengubah pendiriannya. "Sampai ayah menyadari semua kesalahannya, aku tidak akan pernah menginjakkan kaki lagi. Jangan membuatku terpaksa menggunakan cara-cara berontak yang lebih parah dari ini," Ella menguatkan hati, membulatkan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status