Share

9

"Sepertinya hujan kelihatan tidak akan berhenti," gumam Alice yang tengah mendengarkan suara hujan dengan begitu heboh menabrak atap rumahnya. Ini sudah berlangsung selama beberapa jam, dan mulai membuat Alice khawatir akan banjir. 

"Ya, sepertinya memang begitu," sahut Ethan yang sudah keluar dari kamar mandi. 

Ethan ingin menggunakan kamar mandi, karena dia merasa gerah. Padahal hujan di luar begitu deras dan membuat udara menjadi dingin, tapi sepertinya dingin itu tidak masalah baginya untuk mandi. Terlebih ternyata dia membawa baju ganti. 

"Terima kasih, kamar mandinya," 

Alice tersenyum simpul, Ethan pun kemudian duduk di samping Alice. Seketika aroma tubuh Ethan masuk kedalam indera penciuman Alice. Aroma yang sangat dikenali Alice. Ini adalah aroma sabun mandinya. 

Memikirkan itu wajah Alice jadi memerah, sangat memalukan. Tapi rasanya begitu berbeda jika dia sendiri yang memakainya. Aroma ini sangat cocok untuk Ethan. Astaga, apa-apaan ini. 

Tangan Alice mengepal kuat di depan dadanya, merasakan detakan jantungnya yang menghentak keras. 

Seluruh tubuhnya jadi panas. 

"Alice," panggil Ethan lembut. 

Alice memalingkan wajah karena tak ingin Ethan melihatnya, pasti wajahnya begitu merah dan Alice tak punya keberanian untuk melihat Ethan dengan wajahnya yang memerah. 

"Kau baik-baik saja?" tanyanya bingung. 

"Hm, ya" balas Alice gugup setengah mati. Masih belum melihat kearah Ethan. 

Ethan mengernyit. Tak mengerti mengapa Alice tidak memandangnya. 

"Benarkah? Lalu kenapa kau memalingkan wajahmu?" 

Ethan terdengar tidak terima. Selama ini tidak ada yang pernah memalingkan wajah ketika berbicara dengan Ethan. Tapi wanita yang duduk di sampingnya ini, melakukannya dengan santai. 

"Maaf, saya tidak bisa, pak," jawab Alice seadanya dan jujur. 

'Bisa gila aku, kalau memperlihatkan wajahku sekarang,' batin Alice

Ethan mengernyit semakin dalam. Kesal mulai menerbit dalam dirinya. 

"Tolong lihat saya, jika kau berbicara," sambar Ethan sedikit tinggi sembari menarik lengan Alice, agar mendapatkan perhatian wanita itu. 

Benar saja, Alice sontak melihat kearahnya. Dengan rona merah bersemu dipipinya, dan mata yang seakan menunjukkan dia tengah malu. 

Ethan tak tahu mengapa Alice bisa bersemu merah begitu. Apakah karena berada didekatnya? Ta-tapi sepertinya kemarin-kemarin tidak begitu. 

Ah, atau Alice sedang menahan amarah? Biasanya wajah seseorang akan memerah selain karena malu juga menahan amarah. Tapi marah kenapa? Apakah dia ada berbuat salah? Sepertinya tidak mungkin Alice marah. 

"Apa kau sakit?" nada suara khawatir itu terdengar begitu jelas di telinga Alice. Itu pasti reaksi karena melihat kemerahan di wajahnya ini.

"Ti-tidak pak, saya baik-baik saja," bantah Alice lalu menarik lengannya yang masih berada dalam genggaman nyaman Ethan. 

Ketika menarik lengannya, Alice jadi sedikit kecewa. Kecewa kenapa dia melakukannya begitu cepat, mungkin dia bisa melakukannya sampai beberapa detik lebih lama. 

Duh dia ini, padahal dia sendiri yang melakukannya tapi dia pula yang menyesal. 

"Baiklah. Katakan saja jika kau sakit. Kau membuat saya jadi kebingungan," celetuk Ethan memalingkan wajahnya dari Alice. 

Mendengar itu, telinga Alice jadi panas lagi. Malu sekali rasanya. 

Alice mengangguk kecil, karena tak mampu bibirnya berbicara. Jantung Alice yang masih bedebar-debar kencang, seolah tak ingin berhenti. Ternyata dia masih bisa merasakan keadaan ini. Alice pikir hatinya telah benar-benar mati. 

"Bisakah saya meminjam laptop atau mungkin komputermu? Ada beberapa surel yang harus saya periksa," pinta Ethan, dengan fokus menatap layar ponselnya. 

Alice mengangguk dan segera berdiri mengambil apa yang diinginkan oleh Ethan. 

"I-ini pak," Alice menyodorkan sebuah laptop berwarna hitam miliknya. Ethan pun segera menyalakan laptop itu dan sibuk berkutat di depan layarnya. 

"Apa bapak butuh sesuatu yang lain?" 

Ethan menggeleng samar. Namun tidak menjawab. Hamparan isi surel yang terbentang di layar laptop Alice, menarik seluruh pusat perhatiannya. 

"Kalau begitu saya akan mandi dulu," 

Ethan mengangguk dan berdehem pelan. 

Alice kemudian berdiri lagi dan segera menuju ke kamarnya mengambil handuk, masuk ke kamar mandi. 

Sampai di kamar mandi, Alice jadi terbengong. Seolah merasakan hawa keberadaan Ethan tadi masih mengisi setiap sisi kamar mandi tersebut. 

Sialan. Pikiran Alice jadi memikirkan yang tidak-tidak. Kotor sekali. Bisa-bisa Alice jadi wanita mesum. 

Alice pun mengalihkan pikirannya yang mulai memikirkan kejadian liar dan fokus untuk membasuh tubuhnya di bawah guyuran air pancuran. 

'Dingin sekali. Apakah Ethan tadi kedinginan juga atau tidak?' 

Tubuh Alice pun jadi menggigil menahan dinginnya air. Alice pun segera mempercepat mandinya, bisa-bisa dinginnya air membuat kulitnya jadi cepat keriput. 

Ethan menghela napas panjang. Balasan surel terkait kerja sama dengan perusahaan yang selama ini ditunggunya, ternyata tidak semanis yang dipikirkannya. 

Mereka masih perlu mempertimbangkan kenapa mereka harus bekerja sama dengan Ethan. Padahal perusahaan Ethan juga bukan perusahaan kecil. Tapi jelas saja begitu, karena perusahaan yang ingin Ethan jalin untuk kerja sama adalah perusahaan komestik luar negeri. 

Ethan bermaksud untuk melakukan kolaborasi, karena melihat prospek yang bagus akan hasilnya. Tapi sepertinya mereka belum tertarik. 

Dan itu mereka sampaikan lewat balasan surel ini. 

Sekali lagi, Ethan menghela napas. Lalu menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa dan memejamkan matanya. 

Tubuhnya seolah tidak bisa merasakan lelah lagi karena beban pekerjaannya yang berat. Waktu yang harusnya dia gunakan untuk istirahat, namun malah dia pakai untuk bekerja. 

Tapi kenapa berada di rumah Alice membuatnya merasa sangat nyaman, dan membuat tubuhnya jadi rileks hingga baru ini Ethan merasakan lelah. 

Ingin rasanya dia tidur sebentar karena begitu nyamannya. Tapi Ethan takut jadi kebablasan. 

Dari kamar mandi, masih terdengar suara guyuran air. Berarti Alice masih mandi. 

Ethan pun merilekskan tubuhnya, dan mencoba untuk tidur. 

Alice sekali lagi mengguyur tubuhnya walaupun harus menahan dinginnya air. Untuk memastikan bahwa tubuhnya benar-benar bersih dari sabun. Setelah itu barulah dia keringkan menggunakan handuk, dan keluar dari kamar mandi cepat-cepat. 

Tak lama setelah berganti pakaian, Alice keluar dari kamarnya dan menuju tempat Ethan. Alice tertegun, melihat Ethan yang tertidur. Dengan posisi duduk sambil menyilangkan kaki, juga tangannya dia silangkan di depan dada. Kepalanya terkulai pulas di sandaran sofa. 

Wajahnya terlihat begitu letih, dengan lingkaran hitam yang samar. Ethan pasti sangat lelah bukan. Secara dia bekerja tanpa henti. Belum lagi tekanan akan pekerjaannya yang membuatnya jadi semakin stres. 

Alice mendekat kearah Ethan, dan membungkukkan tubuhnya untuk memastikan bahwa Ethan masih bernapas. Gawat juga karena begitu tenangnya Ethan tertidur ternyata terjadi sesuatu. 

Tapi amit-amit hal seperti itu terjadi. 

Alice mendekatkan telinganya, ke hidung Ethan, menajamkan pendengarannya. Lalu menghela napas lega saat tahu bahwa Ethan masih bernapas. Alice berdiri dengan tegak kembali, dia bermaksud untuk mengambilkan selimut agar Ethan tidak kedinginan. 

Berjalan dengan perlahan agar langkah kakinya tidak menggangu Ethan. Masuk ke kamarnya dan mengambil sebuah selimut baru dari dalam lemari. Dengan sedikit terburu keluar dari kamar dan mendekati Ethan kembali. 

Alice membentangkan selimut itu dan menutupi tubuh Ethan, untuk membuat tubuhnya jadi hangat. 

Aroma harum seseorang mengganggu indera penciumannya. Aromanya tidak memabukkan tapi cukup untuk menggetarkan tubuh Ethan. Aroma sabun yang sama dengan yang dia pakai tadi saat mandi. 

Ethan perlahan-lahan membuka mata, saat sebuah tangan menyentuh bagian keningnya secara tidak sengaja. Hal itu sontak membuat Ethan terkejut dan langsung menerjang pemilik tangan itu. Menindih tubuhnya di bawah Ethan, dan menahan kedua tangannya di atas kepalanya. 

Suara rintihan kesakitan terdengar dari bibir seorang wanita. 

"Pak. Tolong lepaskan tangan saya. Sakit sekali," rintihnya lagi sambil meringis. 

Ethan mengerjap beberapa kali, napasnya memburu, lalu mulai bisa melihat dengan jelas siapa yang sedang di bawah kungkungannya ini. 

'Alice' batin Ethan. 

Ethan melepasakan tangannya yang menahan Alice dengan kekuatan cukup besar. Pantas saja dia kesakitan. 

Alice memandang Ethan dengan ketakutan di wajah cantiknya. Rambutnya yang terlihat basah, membuat wanita itu terlihat semakin cantik, bajunya sedikit tersingkap di bagian kerahnya, memperlihatkan garis tulang selangkanya. 

Ethan menahan napas. Dia seperti membatu, matanya tidak bisa lepas dari Alice. 

"Pak. Apa bapak baik-baik saja?" suaranya terdengar pilu. Mungkin tubuhnya masih merespon ketakutan Alice tadi. 

Ethan pun segera menyadarkan diri dan bangkit dari atas tubuh Alice. Alice pasti syok karena Ethan melakukan sesuatu yang tidak pantas. Tapi tadi tubuhnya bereaksi karena spontan merasakan adanya bahaya. Otaknya seolah memberikan perintah bahwa bisa jadi ada yang ingin menyakitinya. Oleh karena itu dia belum menyadari tadi itu Alice. 

"Maaf. Kau pasti terkejut," ucap Ethan tak enak hati. Kepalanya dia tundukkan dengan satu tangan menahan keningnya. 

Alice memang terkejut dan mendadak jadi ketakutan setelah Ethan tiba-tiba menindihnya. Tapi melihat tadi bukan seperti Ethan biasanya, Alice jadi berpikir bahwa Ethan sedang bermimpi dan mungkin karena keberadaannya membuat pria itu jadi terancam dan ya akhirnya otak dalam kepala Ethan memberikan perintah untuk melindungi dirinya. 

"Sa-saya hanya sedikit terkejut," balas Alice berusaha untuk tenang. Namun karena kegelisahan yang mendadak muncul dalam dirinya membuat Alice jadi terburu-buru untuk bangkit, dia bermaksud untuk meninggalkan Ethan sembari memberi waktu bagi pria itu mencerna tindakannya tadi. Tapi naas, kaki Alice menginjak bagian selimut yang mengenai lantai, dan hampir membuatnya terjungkal sebelum sebuah tangan menariknya. 

Alice menahan napas saat dia tahu, dia sedang berada di pangkuan Ethan, dengan wajahnya menghadap wajah pria itu. Terlebih ujung hidung Alice menyentuh hidung Ethan. Sepertinya Ethan terlalu kuat saat menarik Alice tadi. 

Tangan Ethan, seperti posesif berada di pinggang Alice, melindungi wanita itu yang tadi hampir terjatuh. 

Napas mereka seolah bersahutan, gejolak panas mulai menggelayuti tubuh Ethan. Dadanya menghentak kuat. Sedangkan matanya masih menatap Alice dalam-dalam. Bibir Alice yang sedikit terbuka dengan keterkejutan di wajahnya membuat Ethan jadi ingin memberikannya kecupan singkat. Di tambah dengan aroma tubuh Alice, benar-benar harum. 

Semua itu menekan kuat di dalam dadanya. Seolah bergerak sendiri, tangan Ethan terangkat dan mengusap wajah Alice, lembut dan penuh perasaan. Tapi tubuh Alice terasa tegang.

Ethan terbawa suasana, dan dia mulai mendekatkan kepalanya, matanya tidak lagi tertuju pada mata Alice namun sudah beralih ke bibir wanita itu. Terlihat begitu menggoda. 

Seperti tinggal beberapa inci lagi bibir mereka akan bersentuhan, sebuah suara dari dalam kepalanya menghentikan aksinya. 

'Jangan lakukan. Ingat, bahwa kau sudah menikah,' 

Itu adalah suara Ethan sendiri yang sedang memberikan peringatan padanya. Tak pelak, suaranya itu membuat gerakannya benar-benar berhenti. Lalu menarik mundur kepalanya. 

"Maaf. Sepertinya saya butuh waktu untuk menjernihkan pikiran," ucapnya parau

Alice seperti tersadar segera bangkit, kali ini tidak terpeleset lagi. 

"Ma-maafkan saya pak. Saya akan meninggalkan bapak di sini," sahut Alice dengan suara sedikit keras, dan membungkukkan tubuhnya beberapa kali lalu berbalik dan meninggalkan Ethan. 

Alice masuk ke dalam kamarnya,  dan dia berguling-guling di atas ranjang memikirkan kejadian barusan. Bukan senang tapi dia sangat malu. 

Bagaimana bisa dia membiarkan Ethan hampir menciumnya. Astaga, betapa gilanya Alice. Itu semua karena dia terbawa suasana. Suasananya memang sangat mendukung tadi. Tapi ah persetan dengan suasana. Bisa-bisanya, beruntung Ethan tadi menghentikan aksinya. 

Alice meletakkan tangannya, merasakan detak jantung yang semakin keras. 

'Ahhhhhh' Alice berteriak tanpa suara. Agar Ethan tidak mendengarnya dan mengira dirinya adalah wanita bodoh berharap bisa berciuman dengan pria itu. 

"Betapa bodohnya kau, Alice. Bagaimana mungkin kau hampir berciuman dengan atasanmu sendiri," lirihnya lalu memukul-mukul ranjangnya. 

Pertama-tama ini adalah salah kakinya yang tak sengaja menginjak selimut. Kedua ini salah atmosfir suasana, sangat tepat untuk melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan oleh dua orang yang saling mencintai. Ketiga salah tubuhnya yang merespon sentuhan Ethan. 

Harusnya Alice tadi segera menarik diri, atau apapun tapi Alice malah membatu ketika mata mereka saling bertatapan. 

Bisa jadi itu seolah memberikan respon positif bagi Ethan dan membuat pria itu hampir menciumnya. Ya, intinya Alice salah memberikan reaksi. Ta-tapi, Ethan juga tidak bisa begitu kan. Mana mungkin dia sembarangan saja mencium wanita walaupun suasananya tepat. 

Ah sialan. Membuat kepala Alice jadi pusing memikirkannya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status