Share

Malam Pertama.

‘AAHHHHHH.....’

Bibir Zeline tak bisa lagi menahan desahannya. Persis saat ujung batang itu masuk. Membuka lubang kewanitaannya, membuatnya meringis keenakan.

Tidak sakit? Tentu saja tidak.

Zeline sudah terbiasa dengan batang besar milik Baskara tak akan kesakitan hanya dengan menampung batang milik Om Firman. Ukuran milik Baskara dua kali lebih besar, dua kali lipat lebih panjang.

Tapi apa Om Firman tahu tentang hubungan Zeline dengan Baskara? Tentu saja tidak. Zeline masih menutupi hubungannya dengan pria itu rapat-rapat. Selama ini Om Firman adalah orang yang memnuhi kebutuhan Zeline. Sumber uang yang tak terbatas banyaknya. Tak akan mungkin Zeline memberitahu Om Firman tentang pria itu.

Aaahhh ... itu enak sekali, Daddy! Uuuummmhhh ....,” lenguh Zeline sekali lagi. Membuka kedua pahanya lebih lebar. “AAAHHHH ... Habiskan semuanya, Daddy!”

Mendengar kalimat Zeline barusan Om Firman jadi lebih liar. Menyeringai tersenyum miring, menatap perempuan di bawahnya dengan tatapan penuh nafsu.

Memajukan pinggulnya, membenamkan batang miliknya pelan-pelan. Zeline bisa merakan tiap senti batang itu mengisi lubang vaginanya. Kepalanya yang lebih besar, kulit yang bergesek dengan bagian dalam lubangnya. Urat-urat yang terasa menyembul di balik lapisan kulitnya.

Hingga laki-laki itu berhenti sebentar. Batang miliknya sempurna tenggelam. Terbenam seluruhnya ditelan lubang milik Zeline.

Ahhhh ....” Laki-laki itu mendesah sekali lagi. Mengerang, puas setelah semua batangnya berhasil menyibak dua lapisan bibir Zeline yang sudah basah.

Sementara di bawah Zeline memejamkan matanya. Membuka lebih lebar pahanya. Menahan lututnya yang dilipat, ditahan dengan dua tangannya. Membiarkan Om Firman menyaksikan pemandangan indah di depannya.

Tubuh telanjang Zeline yang berkeringat pasrah ditaklukkan olehnya.  Tubuh Zeline yang menggeliat mencari posisi terbaik yang bisa ia dapatkan.

Membuat laki-laki di atasnya leluasa bergerak. Menarik sedikit demi sedikit batangnya keluar. Menyisakan kepalanya, kemudian menenggelamkannya lagi.

Keringat yang mengucur, udara AC yang tak lagi terasa. Desahan dan lenguhan yang keluar dari bibir mereka berdua. Kini menambah panas permainan. Zeline menahan pinggulnya. Bergerak mengimbangi permainan laki-laki yang kini merunduk di atasnya.

Menuju dua bibir Zeline, mengecupnya. Lihat pemandangan itu, satu perempuan muda melayani laki-laki paruh baya yang lebih pantas jadi ayahnya sendiri.

Bibir mereka berpagutan. Terlepas saat Zeline memekik, melenguh, mendongakkan kepalanya. Tangan Om Firman bermain di dadanya. Dua jarinya bermain di ujung buah dadanya. Memelintir daging kecil kenyal merah muda kecoklatan di sana. Membuatnya kegelian menggeliat seperti cacing kepanasan.

AHHHH.... Kau menikmatinya sayang?” Bibir Om Firman tak bisa diam.

Ia menagih jawaban itu langsung pada Zeline. Menagih jawaban seolah ingin menelanjangi Zeline lebih jauh. Bahwa di umurnya yang sudah separuh abad, ia masih bisa menggagahi seorang gadis.

Zeline menelan ludah. Membuka matanya, melihat wajah laki-laki di depannya yang meringis keenakan. “Harder daddy! Harder!” balas Zeline.

Kalimatnya seketika membuat gerakan memompa Om Firman semakin cepat. Semakin mudah karena lubang vaginanya yang semakin licin. Zeline hanya bisa mengerang. Menikmati sedikit kenikmatan yang menyerbunya di bawah sana.

Mau bagaimana pun, dari sekian banyak batang kejantanan laki-laki, milik Om Firman adalah yang paling sedikit memberikan kenikmatan. Tidak Zeline ungkiri, milik laki-laki itu paling kecil dari yang lain.

Tapi ini soal pekerjaan. Ini soal uang yang bisa Zeline dapatkan dari wira usaha tubuhnya. Zeline harus profesional, Zeline harus bisa memuaskan laki-laki di depannya ini dengan tubuh yang ia punya.

Termasuk saat tiba-tiba gerakan Om Firman memelan, hingga surut dan benar-benar berhenti. Tangan besar laki-laki bertubuh tambun itu meraih tangan Zeline, sedetik sebelum ia sendiri menidurkan tubuhnya ke belakang.

Zeline yang sudah paham apa yang laki-laki itu mau mengimbangi gerakannya. Menarik tangan Om Firman agar tubuhnya terangkat. Membalikkan keadaan mereka berdua. Zeline ganti di atas sedang pria paruh baya itu kini di bawahnya, tanpa harus melepaskan dua kelamin mereka yang masih bertaut.

Om Firman melenguh keenakan sembari membenahi posisinya. Meluruskan kedua kakinya, menopang tubuh Zeline yang kini duduk persis di atas pinggulnya.

Pinggul yang sekaligus jadi panggung bagi tubuh telanjang ramping Zeline. Pemandangan yang selalu disuguhkan pada pria mana pun yang memesan jasanya.

Sejenak Zeline membenahi rambut panjang yang berantakan menutupi wajahnya. Menyingkirkannya, mengaitkan pada daun telinganya. Kedua tangannya bergerak, menopang tubuh di dada Om Firman. Sekaligus seakan tengah memamerkan buah dadanya pada pria itu.

Buah dada berkulit kuning langsat dengan ujung merah muda kecoklatan yang sudah menegang. Menari-nari memancing gairah Om Firman.

Apa lagi saat bergelantungan, sensasi yang Zeline rasakan semakin bertambah saat ia mulai bergerak. Memaju mundurkan pinggulnya, membuat batang itu keluar masuk dari lubang miliknya. Membuat cairan yang membasahi lubangnya kini luruh membasahi pinggul Om Firman.

Zeline bergerak lagi, lebih cepat, lebih ganas.

Mengangkat pinggulnya sedikit, menurunkan dengan secepat mungkin. Terlihat seperti tengah menikamkan benda itu ke dalam lubang miliknya hingga titik paling dalam. Menghunuskannya lagi, menancapkannya lagi.

Sampai gerakan teratur itu terdengar seperti suara tepuk tangan. Terdengar menyelip di antara desahan dan lenguhan yang keluar dari mulut mereka berdua. Zeline mengatur tempo, sementara Om Firman bergerak mengimbanginya.

Tangannya tak bisa tinggal diam, apalagi melihat buah dada Zeline yang melambai di depan matanya. Meremas lembut dua bongkah buah dada itu dengan kedua tangannya. Sesekali mencubitnya sampai membuat Zeline memekik keenakan.

Zeline menggeliat lebih cepat. Memaju mundurkan pinggulnya, bergoyang naik turun seperti penari striptes yang diberi panggung.

Keduanya tengah mabuk dengan kenikmatan yang bercampur di antara mereka. Kenikmatan yang saling dibagi, saling sulang dua tubuh berkeringat mereka yang kini jadi satu.

Sampai kemudian Zeline merundukkan tubuh lelahnya. Tubuh ramping dengan keringat bercucuran itu jatuh bersimpuh, menindih Om Firman di bawahnya. Melingkarkan tangannya di antara lehernya.

Om Firman yang gemas mengambil alih permainan. Meremas pantat Zeline yang pas di telapak tangannya. Menggoyangkan pinggulnya, mengangkat tubuh Zeline sedikit ke atas, menurunkan lagi. Membenamkan batangnya dengan cepat.

Hingga Zeline merasakan batang keras itu lebih tegang dari sebelumnya. Semakin kuat dan semakin panas. Keluar masuk lubangnya dengan leluasa. Persis saat Om Firman mengerang. Zeline tahu, laki-laki ini hampir sampai.

Dengan sedikit tenaganya yang tersisa mengangkat tubuhnya. Menyangganya dengan kedua tangannya di dada Om Firman. Bergoyang dengan tempo yang terus ia percepat.

Gerakan yang erotis, desahan, lenguhan, tubuh rampingnya yang indah. Aroma birahi yang kental tercium menyesaki ruangan. Dari atas Zeline bisa melihat laki-laki itu meringis seiring ia bergerak lebih cepat lagi. Menguatkan otot-otot vaginanya hingga terasa mencengkeram kuat.

Membuat sekujur tubuh Om Firman seakan ikut menguat. Semua syarafnya menegang, termasuk kedua kakinya yang tengah Zeline tunggangi. Persis ketika wajah laki-laki itu tengadah. Matanya terpejam, mengerang, meringis, mengangkat pinggulnya. Menancapkan sedalam mungkin kejantanannya.

Hingga akhirnya, laki-laki itu mencapai puncak klimaksnya. Zeline jelas merasakan sesuatu membasahi lubangnya. Persis sedetik sebelum Om Firman akhirnya mengurangi gerakannya. Beberapa kali menyembur, saking banyaknya hingga meluruh keluar dari lubang milik Zeline.

Tubuh ramping yang akhirnya terkulai lemas. Tidur menindih tubuh gemuk pria di bawahnya. Tersengal, mengatur napas bersamaan dengan Om Firman yang melingkarkan tangannya di pinggang ramping Zeline.

Tersenyum puas, mengecup lembut pipi Zeline. Perempuan yang masih tak bergeming dengan rambut yang acak-acakan. Masih terpejam, terkulai lemas, membiarkan rasa lelahnya mengendap lebih dulu. Membiarkan batang yang masih diremas lubang miliknya pelan-pelan mengecil.

Semakin mengecil hingga akhirnya tercabut dengan sendirinya.

“Yang barusan itu luar biasa bukan?” ucap Om Firman setelah tenaganya terkumpul lagi.

Zeline tersenyum, balas mengecup pipi Om Firman. Mengerling, sebelum tubuh telanjangnya bergulung turun dari tubuh besar berperut tambun itu.

“Lagi-lagi kau keluar di dalam sayang. Lihatlah, ini banyak sekali,” protes Zeline. Mengambil lembar tisu dari meja di sebelah kasurnya. Membuka pahanya mengelap cairan yang masih keluar, meluruh pelan-pelan dari lubangnya.

“Bukankah itu tak masalah katamu?” tanya Om Firman. Tangan besar itu beringsut, melingkar, memeluk tubuh Zeline yang masih kerepotan di sebelahnya. “Kau bilang sudah rutin minum pil KB bukan?”

Zeline yang tak ingin membuat laki-laki di sebelahnya kecewa menyudahi kegiatannya. Membalas pelukan Om Firman. Tidur miring merapatkan tubuhnya.

“Tak apa sayang, tapi aku hanya takut ketagihan,” godanya sambil meringis. Menggesekkan ujung hidungnya dengan ujung pria paruh baya itu. Bermain-main di sana, membuat Om Firman terkekeh pelan.

“Kau bisa menghubungiku kapan pun kalau kau mau kan?” tanya laki-laki itu lagi.

Zeline menggeleng, membuang teduh sorot matanya pada laki-laki di depannya. “Kan kamu juga tahu sayang sebentar lagi aku semakin sibuk. Urusan kampus dan lainnya.”

Emmm .... itu urusan kecil,” jawab Om Firman. Kembali menelentangkan tubuhnya yang sebelumnya miring. “Serahkan semuanya padaku. Nilaimu, tugasmu, semua biar aku yang selesaikan.”

“Hah??” Seketika Zeline membulatkan pupil matanya. “Serius ini?”

Om Firman mengangguk. Mengusap garis wajah Zeline dengan lembut. Terpesona dengan cantik paras wajahnya. “Aku bersumpah, tenanglah sayang. Kau hanya perlu memberikan tugasnya padaku dan semuanya akan beres. Nilaimu akan keluar sempurna.”

“Tanpa syarat?” telisik Zeline lagi.

Pertanyaan yang kemudian membuat laki-laki itu tergelak. Terkekeh, menertawakan Zeline yang kini menekuk wajahnya. “Nanti kupikirkan lagi syaratnya. Aku sebenarnya ingin memintamu untuk tinggal bersamaku di apartemen. Tapi kau sendiri yang bilang bahwa kau sudah menemukan tempat tinggal bukan?”

Zeline menghela napas panjang. Tenaganya sudah cukup terisi untuk hanya sekedar mengangkat tubuhnya. Duduk melamun di pinggir ranjang. Meraih botol air mineral di atas meja, meneguk airnya.

“Apa pun syaratnya nanti, bolehkah aku meminta satu hal sayang?” tanya Zeline membuang lamunannya pada tembok kosong di depannya.

Om Firman tahu ada yang sedang mengganggu pikiran Zeline. Ia menyusul mengangkat tubuhnya, beringsut duduk, memeluk Zeline dari belakang. Melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu.

“Katakan sayang, just say it!” Om Firman merapatkan tubuhnya, meletakkan dagunya di pundak Zeline. Menghela napas, menyalurkan kehangatan dari tubuh tambunnya.

“Zeline minta kamu buat tidak membocorkan pekerjaan Zeline ini pada siapa pun. Zeline tak siap untuk menerima itu Om. Zeline nggak pengen Layla dan Alana pergi dari rumah itu hanya karena tahu siapa sebenarnya Zeline dan pekerjaan Zeline. Zel–Zeline pengen punya temen,” terang Zeline.

Suaranya bergetar, serak, parau akibat air mata yang tak terasa sudah meluruh dari sudut matanya. Tertahan di kantung matanya, menunggu saat jatuh membasahi pipi.

Ssst .... it’s okay dear, it’s okay ...,” bisik Om Firman lembut di depan daun telinga Zeline. Mengusap lengan perempuan di depannya itu, menenangkannya. “Aku bakal lakuin itu tanpa syarat apa pun. Percaya sama aku.”

Kalimat terakhir membuat Zeline seketika memutar tubuhnya. Menelisik mata pria di depannya, membuka lebar-lebar kedua lengannya, dan mereka pun berpelukan.

Paling tidak, untuk detik ini rahasia Zeline akan terjaga rapat-rapat. Sebab Zeline tahu, Baskara mungkin juga tak akan suka apabila tahu hubungannya dengan Om Firman.

Zeline tak mau kehilangan sumber uangnya begitu saja.

Bersambung ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status