Share

DIBUANG BAGAI SAMPAH

Author: Kak Upe
last update Huling Na-update: 2025-12-09 21:59:41

Matahari pagi menempel di pagar besi keluarga Alberto seperti lampu yang tak mau padam. Di ujung jalan, sebuah mobil berhenti. Zenia membuka pintu, menurunkan sebuah koper usang dan satu bungkus plastik. Di atasnya hanya selembar kertas resmi, surat nikah dan kartu identitas yang basah sedikit karena hujan semalam.

Tidak ada pelukan perpisahan.

Tidak ada air mata yang diusap oleh tangan yang sayang.

Hanya tiga orang yang menatap dari dalam mobil, lalu pergi meninggalkan Zenia di tepi jalan seperti sesuatu yang tidak lagi berguna.

Zenia berdiri dengan tubuh yang gemetar walaupun bukan inginnya- mungkin ini adalah sisa ketakutan si pemilik asli tubuh walau sudah tidak berada di sana lagi.

Zenia menatap penampilannya sejanak. Bajunya kusam, rambutnya masih lembap dari perjalanan panjang. "Ya Tuhan! Bagaimana dia bisa bertahan hidup dalam semua ini." Gumamnya dalam hati, kasihan dengan hidup si pemilik asli tubuhnya. Ya! Walaupun si pemilik tubuh telah pergi, tapi semua ingatan, kenangan, kesedihan, kepedihan, bahkan amarah si pemilik tubuh dapat ia rasakan. Dia bahkan tahu alasan mengapa si pemilik tubuh ini memilih untuk mengakhiri hidup. 

"Akan ku balaskan dendam kita. Tenang saja!" Gumam Zenia pelan, sambil memegang surat nikah itu dengan sungguh-sungguh. Sebab itu adalah tiket masuk ke dunia baru yang mungkin saja bisa menghantarkan persis ke depan pembunuh dirinta.

Zenia mengangkat kepala. Gerbang keluarga Alberto terbuka, seolah memang sedang menunggu kedatangan tamu.

Zenia melangkah maju, dengan penuh percaya diri walaupun penampilan sangat tidak mendukung untuk itu.

"Tidak ada yang menjemput. Tidak ada yang mengantar sampai pintu. Waah! Takdir apa yang sebenarnya Tuhan berikan untukmu, Zania! Kenapa nasib mu begitu malang? ya! Walaupun tidak semalang nasibku." Celetukan yang pastinya hanya di dalam kepalanya.

Zenia melangkah melewati pagar seperti seseorang yang sedang menimbang malu dan kebutuhan.

Di halaman, beberapa pegawai berdiri teratur. Mereka memandangnya sebentar, lalu menatap tanah lagi, seolah cacing yang ada di lapisan terdalam di tanah itu, seribu lebih enak untuk dipandang dari pada wajahnya.

Zenia terus melangkah masuk. Langkahnya mengeluarkan bunyi pada kerikil yang menghampar di jalan masuk. Setiap bunyi itu terasa seperti hitungan mundur. Ia menarik nafas pendek, menekan perasaan yang tak jelas kemana arahnya.

Sesampainya di dalam, Zenia- Isabella menghitung orang yang menatapnya remeh.

Di ruang tamu besar, lampu masih meredup. Aroma kopi dan kertas papan rapat menyatu dengan hawa dingin yang disediakan oleh AC. Ayah Kenzo duduk di kursi utama. Ibu Kenzo berdiri di samping meja, kedua tangan disilangkan. Mereka menatap Zenia dengan kombinasi antara pasrah dan penyesalan seperti orang yang menerima barang yang tidak sesuai pesanan. Jelas tidak ada kegembiraan di sana. yang ada hanyalah kalkulasi.

Di ujung ruangan, di atas tempat tidur empuknya, Kenzo tampak tak bergeming menonton melalui layar ponselnya dari kamarnya. Kamera yang dipasang di ruang tamu mengirim gambar langsung. Ia melihat gerak bibir orang-orang yang telah lama ia kenal. Ia melihat sorot mata mereka ketika menyelinap pada tubuh yang baru datang itu. Ia melihat pula wajah wanita yang telah berstatus istrinya yang digendong tak sempurna oleh takdir alam dan manusia.

Ibu Kenzo menghela napas panjang. Suaranya tertahan beberapa detik sebelum keluar.

“Kami tidak berharap apa-apa dari mu,” katanya pelan, nada suaranya menempel pada kata pasrah. “Kami hanya kau bisa menjaga nama baik suami mu. Karena dengan cara itu kau bisa menjaga nama baik keluarga Alberto. Apa kau mengerti itu?”

Zenia menunduk.Ia menimbang kalimat yang akan keluar dari mulutnya. 

Ibu mertua Zenia melanjutkan, suaranya berubah sedikit menjadi menguji. “Ada apa Zenia? Apa permintaan ku terlalu sulit? Kau bisa, kan menjaga nama keluarga suamimu? Itu penting. Jangan sampai… hal yang membuat kami malu.” tambahnya terdengar sungkan.

Membuat malu? Dua kata itu keluar seperti batu yang dilempar ke air, menimbulkan gelombang kecil yang mengenai pipi Zenia. Ia menelan ludah. Di dalamnya, Isabella merasakan setiap goresan itu, seperti jarum halus yang menusuk luka lama. Zenia ingin menjawab, ingin mengatakan bahwa ia tidak akan menjadi beban. Tapi sebelum kata-kata itu lolos dari mulutnya, datang suara lain.

Dua langkah ringan, diiringi tawa halus yang berbau khas pembullian. Adik perempuan Kenzo, dengan wajah jutek dan jelas tidak suka pada Zenia, muncul di ambang pintu. Di belakangnya, seorang laki-laki lebih tua berdiri dengan tangan disilangkan. Wajah mereka menunjukkan lebih dari sekadar rasa ingin tahu. Ada penghinaan yang diselimuti tawa kecil yang sama sekali tidak mereka sembunyikan.

“Memang apa yang Ma harapkan dari perempuan kampungan seperti dia?” tanya adik perempuan Kenzo yang bernama Lidya dengan kalimatnya yang menusuk. “Lihatlah. Ma saja sudah bicara baik-baik padanya. Tapi karena memang kurang tata krama, dia mengacuhkan Ma. Issh! Mungkin memang tidak ada yang bisa diharapkan.” celetuknya kasar.

Suara tawa pendek menyusul. Adik laki-laki Kenzo, yang nadanya selalu menyimpan celaan, menambahkan, “Dengar-dengar dia ini hanya gadis desa yang biasa main dengan sapi. Orang-orang seperti itu jarang bisa menjaga rumah besar, Ma! Apa yang bisa ia beri pada Kenzo selain badan untuk dipakai?”

Kata-kata itu jatuh. Ruangan menjadi dingin. Setiap kata berbentuk kristal yang tajam. Zenia memegang surat nikahnya seperti berpegang pada batu. Di dalam, Isabela merasakan kemarahan lama Zenia bangkit kembali, rasa ditinggalkan, rasa yang dulu mendorong Zenia untuk memilih jalan yang paling mengerikan- Mati untuk pertama kalinya. 

Kenzo menonton. Layar ponsel menunjukkan setiap gerak. Ia melihat Ibu berbicara, dan melihat adik-adik menertawakan Zenia. Dan ang menjadi fokus Kenzo,  melihat wajah Zenia yang tidak menunjukkan banyak reaksi. Ia merasakan sesuatu seperti getaran di dadanya. Bukan rasa kasihan yang tumpah. bukan pula simpatik. Ini lebih seperti rasa heran. Ia tidak terlalu sering melihat orang yang diperlakukan seperti sampah masih bisa berdiri setenang itu. Ia tidak tahu apakah itu ketegasan karena terbuang atau apa?

Zenia menunduk, lalu mengangkat wajah perlahan. Matanya tidak kosong. Ada sesuatu yang menahan ledakan. Isabela yang kini bercokol di tubuh itu memperhatikan setiap detail, menyimpan nama-nama, memetakan kelemahan. 

Seorang pelayan membawa cangkir teh. Suhu teh itu mengepul tanpa membuat siapa pun bergerak. Di antara kalimat ejekan dan pertanyaan itu, Zenia akhirnya menjawab. Suaranya kecil,  Tidak manis. Tidak kasar. Hanya padat.

“Ma tenang saja, aku pasti akan menjaga nama keluarga ini,” katanya. “Itu tugasku sekarang.” sambil mengambil secangkir teh dari pelayan dan memberikan pada sang aya ipar.

Kata-kata yang keluar terasa seperti pengikat. Ibu Kenzo mengernyit, sedikit puas meski masih ragu. Adik-adik itu saling pandang tidak percaya jika si KAMPUNGAN, bisa berbicara SEKELAS ITU.

 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • TERLAHIR KEMBALI: ISTRI NAKAL SANG CEO   GODAAN SI LINGERIE HITAM

    "Nyonya muda, mari saya bantu nyonya berpakaian sebelum masuk ke kamar tuan muda Kenzo." Ucap salah seorang pelayan yang memang ditugaskan untuk membersihkan tubuh Zenia sebelum masuk ke kamar Kenzo.Karena merasa tidak ada yang salah dengan semua itu, Zenia pun menurut begitu saja tanpa tahu apa yang telah disiapkan oleh ibu Kenzo untuk ia kenakan malam pertamanya dan Kenzo."Apa mereka bercanda?" Teriak Zenia dalam hati saat mendapati pakaian yang harus dikenakannya sangat jauh dari apa yang dia pikirkan.Tapi setelah berpikir beberapa saat, Zenia pikir ini juga tidak terlalu buruk. Sebab sebelumnya dia mendengar bahwa junior Kenzo tidak bereaksi setelah kecelakaan maut yang membuat kaki Kenzo lumpuh. Bahkan sebelum kematiannya saat masih menjadi Isabella Manik, kabar itu sudah merebak di kota Athena. Jadi mau pakai baju atau telanjang sekalipun, tidak akan berbahaya sama sekali. Tidak akan ada terjadi apapun antara dirinya dan Kenzo."Baiklah,. Jika memang harus mengenakan ini. Aka

  • TERLAHIR KEMBALI: ISTRI NAKAL SANG CEO   BUKAN GADIS LEMAH

    Rasa canggung memenuhi ruangan sesaat. Lidya menggertakkan gigi, napasnya pendek. Ia tampak siap meledak. Matanya menyorot tajam ke arah Zenia, bibirnya mengeras.“Tunggu,” tiba-tiba suara laki-laki muda memotong, lebih berat dari biasanya. Rafi Alberto melangkah maju, menyandarkan diri pada meja, menatap Zenia dengan senyum yang berusaha meyakinkan. “Ma, Pa, jangan buru-buru. Tentang urusan Lidya di kampus, aku yang akan urus. Besok aku berangkat ke kampus, dan aku jamin… hari ini juga, ijazahnya akan keluar.”Kata-kata itu diucapkan dengan nada percaya diri yang dibuat-buat. Ia ingin menutup muka adiknya, menambal harga diri keluarga. Tapi ada yang di matanya tak sempat ia tutupi: sedikit panik. Itu terlihat ketika tangannya mengepal sekilas di belakang punggung.Zenia mengangguk pelan, seolah memberi ruang. Ia tidak bergairah menjerat Rafi. Ia menunggu.Rafi melangkah lebih dekat, suaranya berubah menjadi meyakinkan. “Aku yang akan bicara dengan pihak kampus. Aku yang akan urus adm

  • TERLAHIR KEMBALI: ISTRI NAKAL SANG CEO   PEMBALASAN DIBALIK SENYUMAN

    Untuk beberapa menit, Zenia hanya diam. Ia memegang cangkir teh hangat itu seolah-olah sedang menenangkan dirinya, padahal ia sedang menakar kata-katanya. Lidya dan kakaknya berhenti tertawa hanya untuk memastikan apakah perempuan kampungan ini sedang bersiap menangis atau membela diri.Tapi setelah menunggu, tidak ada air mata.dan tidak ada pula suara yang pecah.Hanya keheningan yang pelan-pelan berubah menjadi sesuatu yang membuat Lidya tidak nyaman.Zenia meletakkan cangkir itu kembali ke meja. Tangannya halus, gerakannya lembut. Mata yang tadi tertunduk kini terangkat perlahan, bukan menantang, tapi juga bukan sebuah cerminan keminderan.“Aku memang hanya gadis desa,” ucapnya dengan nada serendah kapas, “dan ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di kota setelah lima belas tahun lamanya.”Semua orang dalam ruangan menoleh.“Tapi…” Zenia menoleh pada ayah dan ibu mertuanya, bibirnya melengkung sedikit, “paling tidak, aku masih ingat mendiang ibuku pernah mengatakan… jika orang

  • TERLAHIR KEMBALI: ISTRI NAKAL SANG CEO   DIBUANG BAGAI SAMPAH

    Matahari pagi menempel di pagar besi keluarga Alberto seperti lampu yang tak mau padam. Di ujung jalan, sebuah mobil berhenti. Zenia membuka pintu, menurunkan sebuah koper usang dan satu bungkus plastik. Di atasnya hanya selembar kertas resmi, surat nikah dan kartu identitas yang basah sedikit karena hujan semalam.Tidak ada pelukan perpisahan.Tidak ada air mata yang diusap oleh tangan yang sayang.Hanya tiga orang yang menatap dari dalam mobil, lalu pergi meninggalkan Zenia di tepi jalan seperti sesuatu yang tidak lagi berguna.Zenia berdiri dengan tubuh yang gemetar walaupun bukan inginnya- mungkin ini adalah sisa ketakutan si pemilik asli tubuh walau sudah tidak berada di sana lagi.Zenia menatap penampilannya sejanak. Bajunya kusam, rambutnya masih lembap dari perjalanan panjang. "Ya Tuhan! Bagaimana dia bisa bertahan hidup dalam semua ini." Gumamnya dalam hati, kasihan dengan hidup si pemilik asli tubuhnya. Ya! Walaupun si pemilik tubuh telah pergi, tapi semua ingatan, kenangan,

  • TERLAHIR KEMBALI: ISTRI NAKAL SANG CEO   SENJA TERAKHIR SEORANG RATU

    Senja di kota Athena selalu indah, warna oranye keemasan yang memantul di gedung-gedung tinggi dan menerangi seluruh kota seperti karpet cahaya. Dan di tengah kilau itu, satu nama paling bersinar, satu sosok yang membuat investor tunduk dan lawan bisnis gentar: Isabela Manik.Wanita itu berdiri di balik kaca kantor lantai tiga puluh, menatap dunia yang telah ia bangun dengan tangannya sendiri. Rambut hitamnya jatuh rapi di bahu, matanya tajam namun lelah. Sudah berbulan-bulan ia bekerja tanpa jeda, tidak karena ambisi semata, tetapi karena firasat yang sejak lama mengusik:Ada seseorang yang ingin mengambil semua ini darinya.Namun sore itu, ia mencoba menenangkan hati.Kau terlalu curiga, Bella, katanya dalam hati. Tidak semua orang ingin menjatuhkanmu.Ia bahkan tidak sadar bahwa hari itu memang akan menjadi hari terakhirnya sebagai Ratu Bisnis Athena.***Ketukan pintu memecah lamunannya.“Masuk,” ucap Bella tanpa menoleh.Angkasa Wijaya melangkah masuk dengan langkah ringan. Setel

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status