Share

BAB 3

Author: NawankWulan
last update Last Updated: 2024-03-22 05:29:52

"Ratna! Setrika yang bener. Jangan melamun. Itu baju mahal. Memangnya kamu sanggup menggantinya kalau baju itu sampai gosong?!" sentak mama yang tiba-tiba sudah berdiri di depanku.

Entah sejak kapan aku melamun sampai nggak tahu kalau mama sudah berdiri di ambang pintu. Mungkin terlalu lelah membuatku lupa jika detik ini ada tumpukan baju yang harus kusetrika secepatnya. Baru seminggu ditinggal Mbak Sarti, badanku rasanya sudah tak karuan. Nggak selamanya aku hidup seperti ini kan?

"Melamun lagi, Na!" sentak mama membuatku mendongak seketika.

"Buruan setrika! Kerja yang bener, jangan melamun terus!" tukas mama sembari menunjuk tumpukan baju yang masih acak-acakan di depanku.

"Iy-- iya, Ma. Maaf," balasku cepat lalu kembali fokus menyetrika satu persatu baju milik mama, ipar dan keponakanku itu.

Semua orang di rumah ini sibuk mau hajatan ke kerabat, katanya. Hanya saja, aku tak tahu dimana lokasinya. Aku juga tak tahu apakah akan diajak atau disuruh jaga rumah, tapi dari gelagat mama dan Mbak Rani barusan sepertinya aku memang tak diajak ke sana. Entahlah.

Beberapa menit kemudian, urusan persetrikaan kelar. Aku buru-buru menyambar handuk dan masuk ke kamar mandi. Seandainya nanti diajak ke sana, setidaknya aku sudah siap-siap dan mereka tak menunggu lama. Aku nggak mau Mas Azka kembali mengomel saat melihatku belum siap-siap.

Baru saja memasuki kamar mandi, mobil Mas Azka sudah memasuki garasi. Seperti biasa mama, ipar dan keponakanku menyambutnya dengan ceria. Mas Azka mengucap salam lalu menjatuhkan bobotnya ke sofa ruang tengah. Bersamaan dengan itu, Nina keluar kamar dengan dress berwarna peach dan rambut terurai.

"Ayo, Ka. Kita sudah telat ini. Acara kumpul keluarga bakda dzuhur. Seharusnya kita sudah sampai sana, ini malah baru mau berangkat," ucap mama sembari menarik lengan Mas Azka.

Aku masih mematung di depan pintu kamar mandi menyaksikan obrolan mereka.

"Ratna nggak ikut, Ma?" tanya Mas Azka singkat tanpa menoleh. Dia masih memijit keningnya sembari memejamkan mata.

"Istrimu itu lelet. Bukannya buru-buru urus pekerjaan rumah dan mandi malah sibuk melamun sedari tadi. Sudah, biar dia di rumah. Lagipula ngapain juga dia ikut bikin cemburu Viona saja. Kamu juga pasti malu kalau ajak dia kondangan. Secara beda jauh sama Viona. Sudahlah, kita berangkat sekarang. Malu kalau sampai serombongan telat semua," ucap mama lagi disertai anggukan Mbak Rani dan Nina.

"Iya sih, Ma. Ucapan mama ada benarnya juga, tapi kalau nggak diajak, masa iya dia ditinggal di rumah sendirian, Ma?" tanya Mas Azka lagi sembari menatap mama dan Mbak Rani bergantian.

"Memangnya kenapa? Justru biar ada yang jagain rumah. Jadi, kita bisa lebih santai dan nggak terburu-buru di sana. Kamu juga bisa bertemu dengan Viona. Iya kan?" Mama menghela napas sembari melirik ke arahku.

"Sudahlah, Ka. Istrimu memang lelet. Sepertinya dia juga nggak niat mau ikut. Biar saja di rumah." Mbak Rani menimpali.

"Kamu di rumah, Na! Jangan kelayapan!" ucap mama saat menutup pintu kamarnya.

Aku tak membalas. Membiarkan bulir bening di mataku menetes sesukanya. Akhirnya kulihat laki-laki itu beranjak dari sofa. Dia benar-benar meninggalkanku tanpa pamit. Bahkan sekadar mengucap sepatah kata pun tak ada.

Aku tak tahu kenapa Mas Azka bisa sedingin itu padaku. Apakah sebenarnya dia kecewa sudah menikah denganku yang tak cantik ini? Apa dia menyesal sudah meninggalkan mantan istrinya itu?

Viona. Aku tercekat mendengar nama itu disebut mama dua kali. Aku tahu siapa perempuan yang disebut mama barusan. Viona adalah mantan istri Mas Azka. Mama bilang, dia mandul makanya Mas Azka menceraikannya dan memilihku sebagai istri.

Namun, aku pun tak tahu apakah itu alasan sebenarnya atau mama hanya mengada-ada.

Kini, aku masih mematut diri di depan cermin di kamar.

Entah mengapa mendadak insecure melihat tubuhku yang lebih berisi dan wajah kusam tak terawat. Apakah karena aku tak secantik mantan istrinya itu sampai Mas Azka malu untuk mengajakku ke hajatan kerabatnya?

Apa dia nggak ingin memperkenalkanku pada keluarga besarnya? Padahal saat menikah dulu tak banyak saudaranya yang hadir. Hanya beberapa orang saja karena memang diadakan dengan sangat sederhana. Aku kembali menghela napas panjang.

Semakin hari semakin berpikir, sebenarnya pernikahan seperti apa yang kujalani saat ini. Kenapa tak seperti pernikhan-pernikahan orang lain yang begitu membahagiakan dan menyenangkan. Kenapa aku di sini seperti orang asing yang justru dipaksa menjadi pembantu rumah tangga.

Suasana semakin terasa hening. Kurebahkan diri di atas ranjang dengan air mata berlinang. Sesak ini kembali menjalar. Kupikir Mas Azka akan membelaku tiap kali mama dan kedua saudara perempuannya menyakiti hatiku.

Namun ternyata, dia justru ikut menjatuhkanku dan membela keluarganya. Statusku sebagai istri seolah tak pernah ada gunanya. Mas Azka tetap bungkam dan membiarkan keluarganya memperlakukanku semena-mena.

Entah sampai kapan aku harus bersabar. Sebulan lebih tinggal di rumah ini, rasanya seperti setahun. Mungkin jika aku bisa memiliki penghasilan sendiri, mereka tak akan meremehkanku seperti ini. Setidaknya aku bisa mengembalikan uang mama untuk menebus hutang ibu waktu itu. Lima puluh juta bukanlah uang yang sedikit.

Sampai usiaku nyaris dua puluh tahun ini, tak pernah sekalipun aku melihat uang sebanyak itu. Jangankan dua puluh juta, nolnya hilang satu saja aku belum pernah memilikinya. Saat kerja dulu, gajiku tak sampai dua juta. Tiap bulan pas-pasan karena habis untuk kebutuhan. Jangankan beli skincare, bisa makan dan mencicil hutang ibu saja sudah bersyukur.

Sepertinya aku memang harus bekerja, tapi di mana? Aku tak memiliki keahlian apa-apa karena dulu lebih memilih masuk SMA daripada SMK. Alasannya karena sekolahku dulu tak jauh dari rumah.

Selain itu aku juga bisa sambil membantu Bi Laras untuk menjaga kantin saat istirahat tiba. Ada upah yang bisa kudapatkan untuk membayar buku atau membeli peralatan sekolah. Setelah pulang pun, aku membantunya mengurus warung di rumah. Nyaris tak ada jam main saat mudaku dulu. Semua kugunakan untuk sekolah sembari bekerja.

Kini, aku bingung bagaimana caranya mendapatkan penghasilan sementara Mas Azka tak pernah mengizinkanku bekerja di luar rumah. Lagipula pekerjaanku di sini sudah teramat banyak, rasanya nggak sanggup kalau harus cari kerja lagi di luar rumah. Badanku tak sekuat itu. Aku bisa tumbang kalau terus dipaksa mengerjakan semuanya.

"Kamu bisa jualin daganganku, Mbak. Nanti kalau laku biar aku yang kirim barangnya. Gimana? Jadi kamu cuma promosi aja lewat medsos. Nanti upahnya aku transfer tiap awal bulan."

Mendadak teringat ucapan Mbak Santi, tetanggaku dulu yang jualan hijab online. Sepertinya aku harus menghubunginya. Mungkin dia bisa mengajariku untuk cari uang secara online. Setidaknya aku punya penghasilan sendiri meski sekadar beli pembalut atau sabun mandi.

Allah jauh lebih tahu apa yang terbaik buatku. Jika memang begini takdir yang harus kujalani, aku nggak boleh mengeluh. Aku pasti bisa melewati semuanya dengan baik. Allah Maha Pengasih. Tak mungkin memberikan cobaan di luar batas kemampuan hambaNya. Aku yakin itu!

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
B I
Masih bodoh aja si azka, disetirin ma emaknya. Cerita lanjutan dari si Alya bukan ?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • TERNYATA ISTRIKU ANAK ORANG KAYA   BAB 32B

    "Mau kemana, Na?" tanya ibu saat melihatku siap-siap di kamar. "Mau ke rumah Yesha makan malam, Bu. Hari ini dia rayakan ulang tahun pernikahan." Ibu tak membalas ucapanku. Wanita paruh baya itu melangkah mendekat lalu duduk di tepi ranjang sembari mengamatiku yang sedang berdandan. "Nggak usah berias. Nggak elok buat perempuan yang masih dalam masa iddahnya. Kalau saja bisa kamu bahkan tak diperkenankan keluar rumah, takut ada fitnah," ujar ibu kemudian. Kuhela napas panjang. Seperti yang kukhawatirkan sedari tadi soal iddah, ternyata benar jika masa ini adalah masa pingitan. Dipingit supaya tak berbuat aneh-aneh di luar rumah karena masih dalam masa berkabung akibat perceraian. Tapi, rasanya aku tak sesedih itu bahkan bahagia bisa terlepas dari belenggu yang sebelumnya menimpaku. "Baiklah, Bu. Ratna akan hapus make up-nya, tapi izinkan Ratna ke rumah Ayesha ya? Ratna diundang ke sana. Bukankah salah satu kewajiban seorang muslim itu memenuhi undangan dari sesama muslim lainnya?

  • TERNYATA ISTRIKU ANAK ORANG KAYA   BAB 32A

    [Mas, bagaimana urusan perceraian itu? Sudah bereskah?] Kukirimkan pesan singkat itu pada Mas Latif. Kemarin dia bilang, urusan persidangan sudah beres tinggal menunggu surat perceraian saja. Kalau benar begitu, syukurlah. Semua memang lebih mudah dan cepat karena Mas Azka benar-benar tidak datang dalam persidangan. Mungkin dia pikir, ketidakdatangannya itu akan membuatku berpikir ulang atau bahkan mempersulit jalannya persidangan. Tanpa dia sadari, tindakannya itu justru membuat persidangan lebih cepat dan tak berbelit-belit. Mas Latif pun berusaha keras agar kasus perceraian ini berjalan lancar tanpa hambatan. Dia memang sangat bisa diandalkan. [Alhamdulillah sudah selesai, Mbak. Semua lancar seperti yang Mbak Ratna harapkan. Kapan kita bertemu, ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan] Balasan dari Mas Latif masuk ke aplikasi hijauku. Alhamdulillah, akhirnya aku benar-benar bebas dari keluarga ajaib itu. Mereka nggak akan bisa menggangguku lagi setelah ini karena perceraianku

  • TERNYATA ISTRIKU ANAK ORANG KAYA   BAB 31B

    Urusan perceraian sudah ditangani Mas Latif. Aku hanya menunggu kabar baiknya saja. Sejak tadi pagi, seolah ponselku tak berhenti berdering. Beberapa menit hening, beberapa menit kemudian kembali nyaring. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Mas Azka. Sudah dua minggu lebih aku tak bertemu dengannya dan sejak itu pula aku rajin perawatan di salon. Biar saja, sengaja akan kubuat dia shock saat melihat penampilanku nanti. Di pasti tak pernah menyangka jika istri yang sering dia maki-maki karena jelek, buluk, kucel, miskin, tak berpendidikan dan tak berkelas itu kini berubah drastis. Aku tak akan membiarkan mereka menghinaku lagi. Dua hari yang lalu, aku sengaja membuat akun baru di sebuah aplikasi berwarna merah. Satu akun untuk jualan sepatu-sepatu dari pabrikku itu dan satu lagi akun pribadi. Sengaja aku tautkan antar keduanya biar orang-orang yang akan menjadi distributor, agen atau pun resellerku tahu siapa ownernya. Yang nggak kalah penting, aku sengaja mengikuti akun Mas Azka, Nina

  • TERNYATA ISTRIKU ANAK ORANG KAYA   BAB 31A

    Kuucapkan salam saat memasuki rumah. Rupanya, Mas Latif sudah datang terlebih dahulu. Dia masih asyik mengobrol dengan ibu di ruang tamu. Kulihat ibu sedikit kaget melihat kedatanganku. "Darimana? Terlihat lebih segar dan cantik," bisik ibu setelah membalas salamku. Bisikan ibu membuatku meringis kecil. "Maaf sudah menunggu, Mas." Aku menangkupkan kedua tangan sebagai perkenalan. "Oh nggak apa-apa, Mbak. Saya juga baru datang," jawabnya dengan senyum tipis. Kulihat Bik Anah sudah membawakan tiga gelas minuman dingin dan camilan lalu meletakkannya di meja. Aku meminta ibu untuk menemani obrolan kami."Langsung saja ya, Mas. Jadi aku sama suami baru menikah dua bulanan secara siri. Aku sudah minta dia agar mau menceraikanku, tapi dia menolak dengan alasan macam-macam. Apa boleh buat, mau nggak mau aku yang menggugat karena selama ini dia dan keluarganya memang hanya memanfaatkanku saja. Apa Yesha sudah menjelaskannya kemarin?" "Iya, Mbak. Garis besarnya memang sudah diceritakan Mba

  • TERNYATA ISTRIKU ANAK ORANG KAYA   BAB 30B

    "Kamu dapat warisan, Na?" tanya mama menyela. "Kalau iya, kenapa? Kalau nggak, juga kenapa? Sudahlah. Bukan urusan mama dan Mas Azka," jawabku lagi. "Jelas masih urusan Azka dong, Na. Kalian masih sah suami istri," ucap mama cepat. Giliran urusan harta saja kalian gerak cepat. Dasar keluarga mata duitan!"Benar kata mama, Na. Kita masih sah suami istri. Jadi, apa yang kamu miliki itu juga milikku." Mas Azka begitu bersemangat. "Enak aja! Kamu nggak ada hak di sana ya, Mas. Lagipula aku sudah bilang kemarin sama kamu. Aku mau kita cerai. Aku nggak sudi lagi punya suami dan mertua dzalim seperti kalian. Jadi, jangan coba-coba mengambil keuntungan," jawabku lagi. Kutekankan kata dzalim dan keuntungan di sini agar mereka tahu diri. Aku yakin Mas Azka sengaja menyalakan speaker handphonenya agar mama atau mungkin Nina bisa ikut mendengar obrolan ini. "Nggak akan! Aku nggak akan pernah menceraikanmu. Aku nggak mau cerai, Ratna!" ucap Mas Azka tegas. "Terserah kamu, Mas. Kalau kamu me

  • TERNYATA ISTRIKU ANAK ORANG KAYA   BAB 30A

    "Nin ... Nina!" Viona menggoyang-goyangkan tubuh Nina yang mendadak pingsan. Aku diam saja, masih asyik membaca majalah yang kubawa dari mobil tadi sambil menunggu karyawan salon yang akan membersihkan rambutku. Ini salon khusus perempuan, jadi tak ada laki-laki keluar masuk sembarangan. "Tanggung jawab kamu, Na! Pakai acara menghalu segala. Pingsan 'kan dia," ucap Viona tiba-tiba. Dia menoleh ke arahku dengan tatapan kesal, sementara aku hanya mengernyit.Menghalu, katanya? Rupanya dia masih nggak percaya dengan cerita Anggun barusan. Mungkin masih begitu yakin kalau aku sesuai dengan prasangkanya. Oh, yasudahlah terserah apa maunya. Lagipula aku juga malas berdebat dengan perempuan sepertinya. Buang-buang waktu dan tenaga saja. "Heh, malah enak-enakan baca majalah. Bantuin nih adik iparmu. Bikin ribet aja pakai pingsan segala. Mau perawatan jadi gagal," sungut perempuan itu lagi. Aku masih bergeming dan hanya melirik sekilas. "Kamu nggak tuli kan?!" sentak Viona sembari berusaha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status