Share

BAB 4

Aвтор: NawankWulan
last update Последнее обновление: 2024-03-22 05:31:21

[Maaf kalau mengganggu, Mbak. Waktu itu Mbak Santi bilang cari orang untuk memasarkan dagangan mbak ke media sosial ya? Gimana kalau aku ikut promosiin, Mbak? Daripada nggak ada penghasilan sama sekali di rumah. Barang kali nanti ada yang laku bisa buat pemasukan]

Kukirimkan pesan itu pada Mbak Santi. Dia distributor hijab dan kaos kaki beragam model. Jika memang boleh memasarkan tanpa perlu stok dan packing barang kan lumayan.

Jadi, bisa menghemat tenaga dan tak mengurangi waktuku beberes rumah. Selain itu, mama dan yang lainnya juga nggak akan tahu jika ada transferan masuk ke rekeningku sebagai upahnya.

Aku kembali tersenyum tipis. Semangat yang sebelumnya patah mendadak muncul kembali. Aku tak akan pernah menyerah dan kalah. Aku pasti bisa mematahkan keangkuhan mereka suatu saat nanti.

Kutinggalkan handphone itu di atas meja makan lalu mencuci perabot kotor di wastafel. Tak selang lama handphone itu kembali bergetar. Kupikir balasan dari Mbak Santi, ternyata pesan dari mama.

[Na, jangan lupa cuci dan setrika bajunya. Kalau kamu pulang semua harus sudah beres dan rapi di lemari. Kamu ditinggal di rumah bukan untuk leha-leha, tapi urus pekerjaan rumah. Mengerti?!]

Pesan panjang dari mama itu membuatku menghela napas panjang. Baru selesai mencuci piring dan membersihkan kulkas, adalagi tugas yang harus kukerjakan. Mereka benar-benar tak menganggapku manusia, lebih menganggapku robot yang tak punya rasa lelah dan sakit hati.

Malas membalas pesan mama, kubiarkan saja handphone jadulku itu tergeletak di tempatnya. Aku hanya menunggu balasan dari Mbak Santi soal rencanaku tadi. Aku hanya berharap barang yang kupromosikan nanti bisa laris di pasaran dan aku mendapatkan upah seperti yang dia janjikan.

[Kamu tidur, Na?! Sudah beres apa yang ibu perintahkan tadi?!]

Pesan dari mama lagi. Tak ingin semakin diteror, mau tak mau membalas pesannya. Aku malas mendengar ocehan mama jika sampai tiga kali pesan itu nganggur tanpa balasan.

[Iya, Ma. Aku akan cuci dan setrika semuanya. Setelah kalian pulang, semua beres dan rapi di tempatnya. Mama nggak perlu khawatir]

Hanya itu yang kukirimkan. Sengaja membalas demikian agar mama puas dan berhenti menerorku. Aku malas berdebat atau mengiba. Biarlah sesukanya.

Sekarang aku hanya ingin menenangkan diri sendiri dan menikmati apapun yang menjadi takdirNya. Yang penting sekarang ada mimpi yang harus kugapai agar mereka tak terus menerus meremehkanku seperti saat ini.

Aku melangkah ke tempat cucian kotor. Kotak besar berisi cucian Mbak Rani dan anaknya, sementara kotak satunya berisi cucian mama dan Nina. Cucianku dan Mas Azka sudah kubereskan sejak pagi, jadi tak kubiarkan menumpuk di samping mesin cuci.

Biasanya mesin cuci juga oke, tapi entah mengapa sejak tiga hari lalu tak bisa dipakai. Tiap kali kunyalakan selalu diam dan tak mau bergerak sekalipun hanya berapa potong pakaian yang kucuci. Hanya pengeringnya saja yang masih berfungsi dengan baik.

Tiga kali meminta Mas Azka memanggil tukang servis, tapi sampai sekarang belum dipanggil juga. Aku mulai berhenti bertanya karena nggak mau dibilang cerewet ataupun bawel olehnya. Aku tak ingin membuat moodnya berantakan jika melihatku terus menuntut ini dan itu.

Kadang badan rasanya tak karuan tiap hari mencuci baju segitu banyak tanpa bantuan siapapun. Saat mesin cuci masih jalan, Mbak Rani mau mencuci pakaian keluarga kecilnya sendiri. Namun, setelah mesin cuci rusak dia menyerahkan tugas itu padaku. Alasannya nggak mau kukunya rusak dan patah karena saat mencuci.

Awalnya aku menolak, tapi lagi-lagi mama dan Mas Azka memintaku untuk membantunya dengan alasan Mbak Santi sibuk dan kecapekan mengurus Arga. Mereka kompak memperlakukanku seperti babu.

Mungkin mereka pikir aku juga tak capek dengan semua pekerjaan yang dibebankan padaku saat ini, apalagi setelah Mbak Meli cuti.

Aku tak tahu kenapa keluarga suamiku begitu tega memperlakukanku seperti itu.

Awalnya aku cukup lega saat dipersunting Mas Azka. Setidaknya karena Mas Azka, ibu terbebas dari hutang dan bisa tinggal di rumah sederhananya dengan bebas sampai kapanpun. Selain itu aku juga terlepas dari jerat juragan tua itu yang akan menjadikanku istri keempatnya.

Selama ini aku selalu bermimpi memiliki keluarga baru yang hangat. Sayangnya semua hancur berantakan sejak pertama kali menginjakkan kaki di rumah ini. Mama yang sebelumnya tampak menerima dengan tangan terbuka, ternyata hanya bersandiwara belaka.

Kini kutahu jika mama hanya memungutku untuk dijadikan pembantu dan berharap aku bisa lekas hamil dan memberikannya cucu.

Setelah urusan mencuci usai, aku sekalian mandi dan menunggu adzan Dzuhur berkumandang. Usai melaksanakan kewajiban, aku merebahkan badan ke ranjang sembari membuka pesan yang masuk di layar.

Senyumku mengembang seketika setelah membaca balasan dari Mbak Santi. Sesuai dugaan, dia benar-benar mengizinkan dan mengirimkan barang-barang dagangannya sekalian harganya.

[Maaf baru balas ya, Mbak Ratna. Aku baru pulang antar paket ke ekspedisi. Kalau mbak mau ikut promosiin daganganku boleh banget, Mbak. Aku kasih bonus lebih dibandingkan reseller lain. Mbak nggak harus beli dulu atau kirim paketnya. Semua aku yang urus. Ini aku kirimin harganya ya, Mbak. Mbak bisa mendapatkan upah delapan ribu tiap kali berhasil menjual satu barang. Kalau lebih banyak yang terjual upahnya juga akan lebih banyak. Bagaimana?]

Aku akan mendapatkan upah delapan ribu tiap kali menjual satu barang? Baiklah. Itu sudah lebih dari cukup. Jika laris tentu akan semakin banyak pundi-pundi rupiah yang akan kudapatkan. Semua butuh proses dan ketekunan. Aku yakin rezeki tak akan tertukar dan Allah akan mempermudah jalan menuju kebaikan.

[Nggak apa-apa, Mbak Santi. Alhamdulillah dan terima kasih kalau diizinkan. Berarti bisa langsung bisa dipromosikan ya, Mbak? Nanti kalau ada yang pesan akan aku kirimkan alamat dan jumlah pesanannya ke Mbak Santi ya]

Kukirimkan balasan itu padanya. Kuhela napas panjang. Rasanya lega sekali membaca balasan darinya. Aku akan membuat akun baru untuk memperluas pertemanan. Selain aplikasi biru, aku juga akan promosi di aplikasi lain.

[Oke, Mbak. Semoga banyak yang pesan ya! Kita merangkak bersama. Salam buat keluarga di sana ya, Mbak. Bibi sepertinya cukup tenang setelah Mbak Ratna menikah. Sekarang jualan nasi uduk di depan rumah. Sepertinya laris, Mbak. Soalnya tiap jam delapan kulihat sudah nggak ada di halaman. Kemungkinan dagangannya sudah habis terjual]

Aku kembali menghela napas. Rasanya lega membaca pesan dari Mbak Santi barusan. Jika memang begitu, aku tak terlalu merisaukan keadaan ibu di sana. Setidaknya sekarang ibu bisa bertahan tanpaku. Ibu bisa menghidupi dirinya sendiri. Kini, giliran aku yang harus memperjuangkan hidupku agar tak selalu dianggap babu.

[Alhamdulillah kalau begitu, Mbak. Terima kasih informasinya ya. Semoga rezeki kita sama-sama lancar dan berkah. Salam juga buat keluarga Mbak Santi di sana.]

Kukirimkan balasan untuknya. Bertepatan dengan itu, sebuah pesan masuk ke aplikasi hijauku. Pesan dari nomor yang tak kukenal. Entah darimana dia mendapatkan nomorku. Sepertinya bukan salah kirim, tapi dia tahu betul siapa penerima pesannya itu.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TERNYATA ISTRIKU ANAK ORANG KAYA   BAB 35B

    "Assalamu'alaikum, Bu Ratna. Maaf ini Aisyah." Aisyah? Siapa? Aku masih mengingat-ingat namanya. "Saya Aisyah, karyawan Bu Ratna di RANS." "Oh iya, Syah. Ada apa?" tanyaku cepat. Sepertinya ada kabar penting yang akan dia katakan. "Pak Erdi manager kita, Bu. Beliau kecelakaan beberapa jam yang lalu," ucapnya terbata sembari menahan tangis. "Innalillahi wainna illaihi roji'un.""Beliau meninggal, Bu. Sedangkan istrinya masih hamil anak kedua." Air mataku meleleh begitu saja. Aku bisa membayangkan betapa sedih istrinya Pak Erdi. Dia pasti bingung bagaimana cara mencukupi kebutuhan hidupnya dan anak-anaknya nanti setelah kepergian suaminya. "Kenapa, Na?" tanya Mas Latif yang terlihat begitu khawatir saat melihatku terisak. "Ada kabar duka, Mas," balasku pendek. "Pak, kita langsung ke rumah ya? Saya mau jemput ibu. Kita takziah ke rumah Pak Erdi, manajer di RANS."Mas Latif terlihat sedikit kebingungan. Mungkin tak paham apa yang kumaksudkan. Aku pun tak akan menjelaskan apa-apa

  • TERNYATA ISTRIKU ANAK ORANG KAYA   BAB 35A

    "Ratna, kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Mas Latif saat aku dan dia pindah ke warung bakso seberang jalan untuk makan siang. Hatiku masih berdebar-debar setelah membuat Mas Azka dan Viona merah padam di acara reuni barusan. Mereka terlihat begitu kaget dan tak menyangka aku bisa melakukan itu di depan banyak orang.Kuatur napas agar bisa tenang kembali, meski rasanya masih dag dig dug tak karuan. Kulirik Mas Latif yang masih menatapku tajam. Sepertinya dia begitu menghawatirkanku. Dia masih menatapku tak berkedip beberapa saat lamanya."Doooorrrrrr!" Mas Latif sedikit terlonjak. Bukannya marah dia justru pasang wajah kocak yang membuatku tak mampu menahan tawa. Kututup mulut agar tawaku tak begitu didengar oranglain. "Lagi serius malah becanda. Bisa ngelawak juga kamu, Na," ucap Mas Latif pelan sembari tersenyum. Senyum yang manis! Ucapannya barusan membuatku sedikit tersedak. Dia buru-buru memberikan es jeruknya untukku. Manis sekali, seperti di film-film. "Nah kan. Kualat udah n

  • TERNYATA ISTRIKU ANAK ORANG KAYA   BAB 34B

    "Jangan pulang malam ya, Mas." Pesan ibu pada Mas Latif saat aku mulai masuk ke dalam mobil. Pak Odi dan Mas Latif duduk di jok depan sedangkan aku di belakang. [Cieee yang mau reunian sama Latif] Kubuka pesan dari Yesha. Mulutku membulat seketika membaca deretan kata yang dikirimnya. Jadi, dia tahu kalau aku ikut reuni Mas Latif? Jangan-jangan dia yang sengaja kasih saran Mas Latif untuk mengajakku ke acara itu? Dasar Ayesha![Mau nolak nggak enak sama adik iparmu, Sha. Dia kan udah bantuin aku duluan]Gegas kubalas pesan Ayesha, daripada nanti kena terornya.[Adik iparku baik kok, Na. Bukan promo loh yaaa. Tapi, dia emang bukan tipe yang suka ngobral-ngobral cinta. 11-12 lah sama kakaknya. Tipe setia] Aku mendengkus. [Kan ... kan ... promo]Aku yakin Yesha makin ngelantur kemana-mana nanti kalau kubalas terus. Sudahlah nggak usah kutanggepin lagi. Kumatikan ponsel dan memasukkannya kembali ke dalam tas. Mas Latif masih asyik ngobrol soal bola dengan Pak Odi. Tak berselang la

  • TERNYATA ISTRIKU ANAK ORANG KAYA   BAB 34A

    Kubuka mata perlahan, menatap langit-langit kamar yang putih. Suara ketukan ibu sudah tak terdengar lagi. Aku sengaja bangun agak telat pagi ini karena semalaman belajar membuat aplikasi yang sedikit membuatku pusing. Lagipula hari ini aku tak ada kewajiban untuk salat subuh. Lagi datang bulan jadi tak apalah sesekali bangun telat. Kulihat jam dinding hampir menunjuk angka enam. Segera kubereskan selimut, membuka jendela dan menghirup udara pagi yang masih cukup segar. Aku duduk di samping jendela, menikmati pagi sambil mengingat permintaan Mas Latif kemarin. Masih nggak habis pikir, kenapa dia mengajakku untuk menemaninya ke acara itu? Aku yang bahkan baru beberapa minggu dikenalnya. Ponsel di atas nakas bergetar, pertanda ada pesan yang masuk. Kuusap layar pelan. Pesan dari Mas Latif. Aku membacanya dari notifikasi di layar. [Mbak, reuninya bakda dzuhur di Sendang Ayu Resto. Nanti saya jemput ya?]Aku kembali terdiam. Teringat pesan ibu semalam soal masa iddah. Tak elok rasanya k

  • TERNYATA ISTRIKU ANAK ORANG KAYA   BAB 33B

    Beberapa hari ini, aku cukup sibuk belajar membuat aplikasi android dengan Yesha. Cukup sulit memang, tapi aku nggak akan menyerah begitu saja. Sambil rebahan di atas sofa, kubuka akun baru dari aplikasi merah itu. Ada komen Lita di sana. Menanyakan bagaimana caranya menjadi reseller sepatu-sepatuku. Dia juga ikut mengomentari foto di akun pribadiku. Dan yang membuatku kaget, ada komen Mas Azka di sana. [Cantik] Hanya satu kata yang dia tulis. Mungkinkah dia benar-benar nggak tahu kalau itu aku? Apa karena aku terbiasa dengan daster lusuh, sedangkan di foto itu aku memakai kaca mata hitam dan gamis branded hingga membuatnya tak lagi mengenaliku? Aku yang pernah menjadi istrinya dan selalu menjadi bahan caciannya? [Cantik rumahnya atau cantik orangnya, nih?] Sengaja kububuhkan emoticon smile di akhir kalimat. Aku ingin tahu apakah dia terjebak dengan permainan ini. Lelaki sepertinya memang pantas mendapatkan balasan supaya bisa menghargai perempuan. Aku juga ingin dia sadar dan

  • TERNYATA ISTRIKU ANAK ORANG KAYA   BAB 33A

    Ayesha menyambut di depan pintu saat aku sampai di halaman rumahnya. Sepertinya mereka hanya menungguku saja karena aku datang paling akhir. Mas Latif pun sudah datang. Dia menatapku beberapa saat lalu tersenyum tipis. Mungkin shock melihatku yang berpenampilan ala kadarnya ini. Entah. "Hei, si paling natural. Tetap cantik kok." Ayesha memuji sembari mengedipkan sebelah matanya. Ayesha melirikku sambil tersenyum. Kami berpelukan beberapa saat. "Ratna yang dulu memang cantik, tapi yang sekarang lebih segar dan bersinar. Perawatan di mana?" bisik Ayesha dengan senyum jahilnya. "Dasar rese! Nggak usah ngeledek!" seruku cepat. "Siapa yang ngeledek? Serius ini." Ayesha kembali meyakinkan. Aku hanya menggeleng pelan. Beberapa minggu ini aku memang fokus perawatan badan dan wajah. Sakit hati rasanya dibilang jelek dan kucel, bukan hanya oleh suami tapi mertua dan adik ipar sendiri. Mereka pikir, aku tak bisa tampil cantik? Semua orang bisa asalkan ada dananya. Dulu, boro-boro perawata

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status