Share

Bab 03

Sesampainya di depan pintu ruang kampus, Bisma pun menatap penuh ke arah wanita berambut sepinggang itu, lalu ia berkata, "kamu kenapa? Kok, seperti bingung gitu?"

"Ah, enggak, tadi ... sudahlah lupakan aja," titah Indah terbata-bata.

"Oke," respons Bisma singkat.

Pemuda tampan itu kembali berjalan memasuki ruang kelasnya, sementara Indah masih berada di posisi awal sembari membuka kilas balik potret kejadian barusan. Hanya dalam hitungan detik, keadaan logika setiap manusia dapat diacak-acak oleh halusinasi.

Dengan menggunakan satu mobil, kesembilan peserta KKN yang diketuai oleh Bisma Megantara memasuki tempat duduk masing-masing, mobil berwarna putih dengan sedikit perpaduan hitam melesat dengan tingkat kecepatan yang netral.

Mereka harus ekstra hati-hati ketika memasuki kawasan Berastagi, Sumatra Utara. Selain jalan menuju ke sana rawan kecelakaan, Berastagi juga memiliki kelok di beberapa bagian.

Tempat dengan julukan Daerah Subur itu menjadi destinasi terbaik selain Danau Toba. Berastagi memiliki suhu yang sejuk, pemandangannya dipenuhi permadani semburat jingga ketika Subuh mulai menyingsing.

Wilayah yang telah ditetapkan oleh dosen pembimbing itu mengharuskan kesembilan yang tergabung dalam Universitas Nusantara harus menjadi peserta terbaik, karena mereka adalah satu-satunya yang mendapat wilayah di luar dari kabupaten.

Di sepanjang perjalanan, mereka tak henti-hentinya bersenandung, menyalakan speaker mobil dan membuang gundah gulana dengan tugas-tugas akhir semester yang menumpuk. Meraka pun bersyukur perihal wilayah yang diberikan, sekalinya bisa liburan sembari belajar di desa berjuta jenis buah-buahan itu.

Di dalam mobil, Indah hanya sibuk menulis di buku diarynya, sementara Anita dan Tias sudah tertidur pulas beberapa menit yang lalu. Lain halnya dengan Bisma yang hanga fokus menyopir. Cowok paling kepo seantero kampus bernama—Andre dan Nando juga sedari tadi memotret hamparan permadani keindahan Berastagi.

Tepat di bagian tengah badan mobil, Siska dan Anissa hanya sibuk dengan ponselnya. Mereka seakan tak mau menoleh kanan dan kiri. Lamar-lamat, rasa kantuk menyergap dua cowok di posisi depan, mereka adalah Bisma dan Andre.

Tatapan netra pemuda berkumis tipis bernama—Bisma tak lagi fokus ketika memasuki wilayah Berastagi, tepat di samping pohon berukuran sangat besar terlihat dengan mata telanjang ada yang tengah melintas.

Karena merasa sangat terkejut, Bisma pun menginjak rem mobilnya secara mendadak, spontan membuat seisi mobil terbangun dari tidur. Sementara Nando dan Andre yang berada di posisi depan juga hampir saja terbentur dengan jendela pintu.

"Tidak ...!" teriak Bisma ketakutan, bulir bening keluar membasahi lehernya ditimpali napas tak lagi netral.

"Bisma! Kamu apa-apaan, sih. Hati-hati bawa mobilnya," ketus Anissa, wanita berambut sepinggang itu mendadak emosi.

"A-ada, kepala ... iya, lewat di depan aku. Lebar banget, sumpah." Menggunakan kedua tangan, Bisma memperagakan semua yang tampak jelas di depan netranya.

"Biar aku dan Andre yang cek di luar." Dari samping kiri, pemuda yang sedari tadi tidur bermama Fernando pun membuka pintu mobil perlahan dan berjalan sedikit gontai di atas aspal hitam.

Mobil yang mereka kendarai seketika tak berfungsi sama sekali, padahal Bisma sudah mencoba beberapa kali untuk menyalakan mesin, hasilnya nihil. Bisma telah menyadari kalau mereka sudah telat untuk sampai di Vila penginapan, mahasiswa yang tersisa di dalam mobil keluar secara bergantian.

Nuansa yang tadinya dipenuhi dengan semburat arunika, secara spontan temaram dalam hitungan detik. Kabut putih pun datang secara tiba-tiba mengelilingi mereka. Anissa dan Siska sedari tadi memainkan ponselnya dan sibuk mencari jaringan yang hilang begitu saja.

"Nissa, kamu, kan pernah berlibur di daerah sini, apa enggak ada saudara yang bisa dihubingi gitu?!" tanya Bisma, pemuda tampan itu sedari tadi memekik gelisah.

"Saudara aku rata-rata di luar negeri, mana punya saudara di Indonesia." Anissa pun berkacak pinggang sembari menatap pongah.

"Coba hubungi siapa gitu, untuk memperbaiki mobil kita!" seru Andre, lalu dia beringsut dari posisi depan mobil dan menatap serius menuju aspal hitam.

Dengan diikuti Nando, keduanya tampak biasa saja meski telah terjebak dalam situasi sulit, mereka malah berfoto di pinggir jalan. Karena sangat penasaran, Anissa dan Siska juga mengikuti kedua pemuda itu dan berfoto bersama-sama.

Dengan sangat emosi, Bisma berjalan sangat laju sejurus menuju keempat sahabatnya yang tidak mau berupaya mencari pertolongan. Sebagai seorang ketua dalam tim, Bisma tampak tidak dihargai sama sekali, para sahabat yang merupakan anak orang terpandang seantero kampus itu menganggap ketua mereka hanyalah manusia tidak penting.

"Kalian apa-apaan, sih! Bukannya cari pertolongan malah foto-foto gak jelas!" hardik Bisma, dia menaikkan nada suaranya seketika.

"Udahlah ... enggak udah ngegas juga, lagian kita mau minta tolong sama siapa? Kan, ponsel aku enggak ada jaringan," sambar Anissa, wanita berusia 20 tahun itu berkacak pinggang dan menatap sangat pongah.

"Nyesel banget aku sekelompok sama manusia seperti kalian, enggak ada solidaritasnya sama sekali." Bisma pun memutar badan seraya menoleh ke arah Indah yang sedari tadi terdiam di samping pintu mobil.

"Semua ini terjadi pasti karena kita satu kelompok sama psikopat itu, coba aja kalau enggak. Mana mungkin kita akan kena batunya seperti ini," gerutu Anissa.

"Benar, ini pasti karena Indah. Lagian ngapain, sih, Bu Intan menggabungkan kita sama psikopat seperti dia," cibir Siska, kemudian mereka kembali berfoto.

Dari samping kanan mobil, Anita dan Tias mencoba untuk menenangkan sahabatnya yang sedari tadi terus-terusan salah. Cibiran itu datang bukan hanya di lingkungan kampus saja. Ketika dalam keadaan sangat genting pun, mereka masih sempat untuk menjatuhkan martabat wanita yang pernah selamat dari kecelakaan maut beberapa bulan lalu.

"Indah, jangan pikirin lagi apa kata mereka. Kan, kau tahu sendiri bagaimana mulut Anissa dan Siska, seperti ban mobil pecah." Anita mengelus pundak sahabatnya perlahan. Sementara dari posisi belakang, Tias juga mencoba menyemangati sahabatnya yang gampang menangis itu.

Tanpa memerdulikan ucapan para sahabat, Bisma pun mencoba untuk menyalakan mesin mobilnya. Tanpa menyentuh sama sekali, mesin mobil itu merespons dengan sendirinya. Hal tersebut membuat Bisma mendelik penuh menuju setir, dia juga seakan merasa tengah dipermainkan oleh seseorang.

'Loh, kok, tiba-tiba menyala? Bukannya ... tadi mati, ya?' tanyanya dalam hati.

Selesai bersenandika, Bisma menyalakan clarkson mobil dan membuat para sahabat yang sedari tadi sibuk berfoto menatap sangat girang. Sedikit demi sedikit, semburat arunika datang kembali dan para mahasiswa Univeristas Nusantara itu beringsut dari posisi mereka.

Kejadian aneh pagi ini terjadi entah pertanda baik, atau malah sebaliknya. Yang pasti, Bisma merasa sangat senang karena bisa melanjutkan perjalanan menuju Vila peristirahaan. Di sepanjang perjalanan, pemuda berkumis tipis yang sedang menyopir itu selalu bermonolog dengan batin, dia merasa tak habis pikir perihal apa yang baru saja terjadi.

Tepat di depan pohon berukuran sangat besar, Bisma merasa sangat ketakutan dan selalu menyalakan clarkson mobil, karena bayangan kepala manusia berukuran sangat lebar itu muncul dari sana. Sementara tujuan mereka datang ke desa tersebut untuk menyelesaikan tugas akhir kuliah, bukan hendak berbuat jahat apalagi merusak lingkungan sekitar.

Ketika sampai di sebuah perladangan dengan permadani buah-buahan melimpah, mereka pun berhenti. Mobil berwarna putih itu sengaja mereka parkirkan di sebelah pondok berukuran minimalis. Di lokasi tersebut hanya ada satu pondok, tidak ada Vila sama sekali.

"Loh, bukannya ... Bu Intan bilang kita akan menginap di Vila? Kok, aku enggak melihat ada bangunan besar di sekitar sini?" tanya Anissa, lalu dia mencoba mengerlingkan netra ke kanan dan ke kiri.

"Iya, aku juga bingung. Katanya, kita akan menginap di Vila." Dari posisi kanan, Sinta menyambar.

"Udahlah, menginap di mana aja enggak penting kali. Tujuan kita, kan, mau KKN bukan mau shoping," gerutu Andre dari posisi depan.

Sementara dari bangku piling belakang, Indah mencoba memutar kilas balik perihal mimpi yang beberapa hari lalu dia alami. Dalam posisi saat itu, Indah seperti tengah dikejar makhluk bertubuh panjang dan tinggi, lokasinya juga sama persis dengan daerah saat ini.

"Indah, kamu kenapa?" tanya Anita, nada suaranya sedikit berbisik.

"Kok, aku seperti pernah ke sini, ya?" respons Indah mencoba untuk meyakinkan.

"Ah, mana pernah kamu ke sini. Lagian, kita baru aja sampai." Tias pun angkat bicara.

'Benar juga apa kata Tias. Aku, kan, baru sekali ke sini. Sudahlah, mungkin aku terlalu lelah aja.'

"Ayo, kita keluar. Tunggu apa lagi?" Bisma menghambur keluar mobil lebih dulu, diikuti dengan Nando dan Andre.

Ketika mereka keluar dari dalam mobil, ternyata Vila yang telah ditetapkan sebagai tempat untuk menginap selama KKN lebih dari 99 hari telah berdiri tegap di posisi samping mereka. Padahal sedari tadi tak satu pun dari mereka melihat bangunan tersebut.

Kesembilan dari mereka tercengang setelah mendapati bangunan kokoh itu tiba-tiba muncul, cat yang melapisi dinding Vila juga berlumut, seperti bangunan tua yang tak di huni sekian tahun.

"Perasaan, aku tadi enggak lihat kalau ada Vila di sini," ucap Anissa.

"Sama, aku juga enggak lihat kalau ada Vila," sambar Siska.

Tepat di posisi samping kanan mereka, terdapat pohon strawberry yang telah matang dan siap untuk disantap, buah tersebut telah berwarna merah merona dan membuat adreanalin sebagian mahasiswa klimaks. Tanpa basa-basi, Nando dan Andre mengambil begitu saja buah tersebut. Kemudian, mereka memakannya sangat lahap.

"Jangan!" teriak Indah secara spontan.

Nando dan Andre berhenti memetik, sementara yang lainnya juga menatap ke arah Indah sangat tajam. Wanita berbandana merah itu seakan tak membiarkan sahabatnya mengambil milik orang lain tanpa permisi, dalam mimpi yang dia alami sama persis ketika saat ini terjadi.

Sepertinya Nando dan Andre tak memerdulikan ucapan Indah, mereka tetap menyantap buah strawberry itu. Siska pun yang tadinya tidak tertarik, seketika dia mengikuti dua sahabatnya untuk memakan buah berwarna merah merona sodoran Nando.

"Hentikan! Kalian apa-apaan, sih, seperti orang kekurangan makan aja tau enggak!" bentak Bisma, ketua dari kelompok KKN itu tampak sangat emosi.

"Udahlah, kalau nanti ada yang minta ganti rugi, pasti akan kami ganti. Kau tenang aja di situ, kami enggak kekurangan uang," balas Nando.

Tak berapa lama, pemilik kebun strawberry pun datang seraya membawa cangkul. Lelaki paruh baya itu menatap satu persatu mahasiswa yang datang, tatapannya sangat tajam dan menakutkan.

Karena saat ini Bisma menjabat sebagai ketua, dia pun mencoba untuk meminta maaf pada pemilik tanaman strawberry itu.

"Pak, maafkan teman-teman saya." Bisma pun menyodorkan tangan kanannya tepat di hadapan lelaki yang membawa cangkul.

"Mau apa kalian ke sini?" tanyanya spontan.

"Jadi begini, Pak, kami akan melaksanakan kegiatan KKN di Desa Berastagi untuk tugas akhir perkuliahan. Apakah Bapak bisa membimbing kami?" papar Bisma seraya mengedarkan senyum kecil.

"Saya tidak menjamin kalau kalian bertahan sampai tiga bulan di sini."

"Ma-maksudnya, Pak?" sambar Tias.

"Maksud saya, pasti kalian akan selesai sebelum tiga bulan," lanjut lelaki paruh baya itu.

"Oh, mau kami juga seperti itu, Pak. Semoga kegiatan KKN ini dapat berjalan lancar dan kami dapat menyelesaikan tugas terakhir dari kampus," titah Bisma, sikapnya mendadak lembut setelah belumnya emosi karena ulah Nando dan Andre.

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status