Share

Bab 05

"Tuh! Aku bilang juga apa, kalau yang tadi lewat itu sosok bertubuh tinggi," jelas Indah seraya celingukan.

"Jangan dipikirin, mungkin kita kelelahan aja kali." Anita pun berjalan menuju anak cowok yang menggerompok memangkas rumput.

Mereka pun bersama-sama membersihan vila yang sepertinya tak di huni bertahun-tahun itu, meskipun ada Pak Sukri—penjaga vila itu, karena kesibukannya berkebun yang mungkin menghambat dia tidak sempat membersihkan halaman.

Semburat arunika menerpa desa yang dikenal dengan berjuta tanaman, lahan yang subur membuat sayuran hingga buah-buahan tumbuh subur, tepat di Kecamatan Berastagi, Sumatra Utara.

Hari ini adalah kali pertama kampus Universitas Nusantara memberikan tempat untuk KKN lumayan jauh, para mahasiswa menganggapnya sebagai tempat untuk belajar sambil rekreasi.

Kesembilan dari satu tim yang tergabung sebagai peserta memadati ruang tamu, mengenakan jas kuning khas identitas kampus mereka. Masing-masing dari mereka menggerompok di satu titik tumpu, seraya memainkan ponsel yang sejak beberapa hari lalu tidak ada sinyal.

Desa tersebut lumayan jauh dari pusat kota, memakan sekitar beberapa jam untuk sampai di Kota Medan, itu pun kalau mengendarai mobil dengan kecepatan yang lumayan tinggi.

"Kalian sudah siap?" tanya Bisma selaku ketua dari tim tersebut.

"Siap ...!" respons seluruh peserta secara serempak.

"Oke, baca basmalah, karena kita akan melakukan penelitian di hari pertama," titah Bisma seraya mengedarkan senyum kecil.

Kesembilan dari mereka pun menadahkan kepala menuju lantai, memohon perlindungan pada Tuhan agar kegiatan hari pertama berjalan dengan lancar. Selepas berdoa, mereka pun saling tukar tatap celingukan, karena Nando tidak ada di antara mereka.

"Kalian ada yang lihat Nando enggak?" tanya Anissa, lalu wanita berambut sepinggang itu menoleh ke arah belakang badan.

"Halah ... pasti dia ke kamar mandi. Nando, kan, memang rajanya buang air," ketus Siska.

"Ya, sudah, kalian pergi ke kebun aja dulu. Biar aku yang menunggunya di sini," papar Andre, lelaki berusia 20 tahun itu berjalan gontai menuju cermin di dinding.

"Kalau sudah selesai, kalian langsung temui kita, ya." Bisma berujar seraya memutar posisi badan.

Ketujuh dari mereka bergegas keluar melalui akses satu-satunya, vila yang berukuran sangat besar itu tampak bersih dikarenakan kemarin mereka memangkas rumput yang tingginya hampir selutut orang dewasa.

Di sepanjang jalan, mereka tak henti-hentinya bersenandung, Bisma dan Pikram berada di depan membawa jalan, sementara kelima yang lainnya ada di belakang.

Tak berapa lama, mereka sampai di depan pondok berukuran minimalis. Tempat biasa Pak Sukri dan istrinya beristirahat itu dipenuhi dengan dimar ublik. Pasalnya, mereka tak mau memasang listrik sebagai lentera, entah apa alasannya. Penafsiran para mahasiswa tidak untuk mengkaji kehidupan masyarakat lokal secara rinci, mereka hanya butuh informasi perihal bagaimana cara bercocok tanam yang baik.

"Assalammualaikum ...," sapa Bisma, kemudian diikuti teman-temannya.

"Eh, Nak Bisma, ya?" tanya Pak Sukri.

"Wa'alaikumsallam ...," respon seseorang yang sepertinya bernada suara wanita.

Dugaan mereka benar, wanita paruh baya keluar dari dalam pondok minimalis seraya meniup dimar ublik di dinding rumah. Nuansa yang ada di dalam bangunan itu sangat temaram, lentera sebagai penerang seakan hanya sebatas jingga kekuningan saja.

"Silakan duduk, biar saya buatkan minuman hangat dulu," ucap wanita bersanggul itu.

"Enggak usah repot-repot, Bu," jawab Indah sekenanya.

"Ah, enggak repot, kok, setiap mahasiswa yang KKN di sini pasti akan mendapat pelayanan yang sama," tambahnya lagi.

"Baiklah, kami akan langsung wawancara perihal cara bercocok tanam, Pak." Bisma membuka catatan berbagai pertanyaan yang dia tulis tadi malam.

Keenam yang lainnya mendengarkan seraya menjadi juru tulis, agar penyampaian secara lisan dari narasumber mampu mereka ketik dalam laptop nantinya. Pembahasan di mulai dari pembibitan sayuran, barulah menjurus ke arah pestisida yang digunakan.

"Pak, bentuk pupuk apa yang digunakan untuk membuat tanaman menjadi subur?" tanya Bisma.

Narasumber pun menjawab pertanyaan yang datang padanya, sementara keenam mahasiswa di posisi belakang sang ketua menuliskan jawaban tersebut.

"Aku, kok, merinding gini, ya?" tanya Anissa berbisik, dia meletakkan mulutnya tepat di daun telinga Siska.

"Merinding bagaimana? Ini masih pagi, perasaanmu aja kali," jawab Siska sekenanya.

Dari arah belakang badan, Tias memukul kedua rekannya yang sedari tadi berbicara. "Hey! Kalian jangan ngegosip, catat hasil wawancaranya."

"Sibuk banget, sih," ketus Anissa seraya memutar kepala.

Bersambung …

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status