Home / Rumah Tangga / TERPAKSA AKU PERGI,MAS / Bab 1. Harus Ikut Suami

Share

TERPAKSA AKU PERGI,MAS
TERPAKSA AKU PERGI,MAS
Author: Mini Yuet

Bab 1. Harus Ikut Suami

Author: Mini Yuet
last update Last Updated: 2023-05-29 15:23:33

Setelah ayahku meninggal, semua harta ayah sudah habis untuk biaya pengobatan. Hanya sisa sedikit. Aku mendapatkan uang dari Emak sisa penjualan tanah dan rumah. Aku hanya menurut ketika uang itu diminta oleh suamiku. Hingga adikku Wawan sangat tidak suka dengan sikap suamiku. Sebagai saudara laki-laki dia tidak terima ketika Mas Dani memperlakukan aku seperti itu.

"Mas, uang segitu kasih saya aja. Nanti aku belikan rumah di sini. Tanahnya bisa numpang saya dulu," saran Wawan pada suamiku.

"Gak usah. Dia kan istriku jadi ya harus nurut sama aku," tegas Mas Dani suamiku.

"Kamu nurut sama aku to, Dek?" tanya Mas Dani dengan memandang tajam ke arahku.

"Iya Mas. aku nurut saja," jawabku.

"Tuh Wan. Dia nurut denganku," sahut Mas Dani dengan bangga.

"Tapi Mas. Di sini Mbak Minah kan bisa dekat dengan Emak dan saudara yang lain," bantah Wawan adik laki-lakiku.

"Sudahlah Wan. Kamu jangan ikut campur. Dia itu istriku jadi aku berhak sepenuhnya atas istriku," sahut Mas Dani.

"Kamu harus ikut aku ke kampungku lo Dek," ucap Mas Dani.

"Iya Mas," sahutku lemas.

Aku tidak mampu membantah semua ucapan Mas Dani. Apalagi saat ini baru saja mempunyai bayi. Otomatis aku tidak bisa berbuat banyak.

Aku baru saja melahirkan anak keduaku Zaki Pratama. Aku adalah istri kedua dari Dani Pratama. Baru saja satu bulan aku melahirkan putra kedua, aku harus meninggalkan kampung halamanku karena semua rumah dan tanah harus dujual untuk pengobatan almarhum Bapak.

Walaupun Bapak sudah meninggal tapi kami sudah lega paling tidak kami sebagai anaknya sudah berusaha semaksimal mungkin.

Sejak Mas Dani memutuskan untuk membawa kembali ke kampung halamannya, aku tidak bisa tidur. Mana mungkin aku akan tinggal di kampung itu. Sementara istri pertama Mas Dani juga berada di kampung itu. Cuma beda dukuh saja. Aku tidak bisa membayangan hidup satu kampung dengan istri pertama Mas Dani.

Lalu aku juga harus tinggal di mana? Apakah aku harus tinggal dengan kakak iparku?

"Dek, Zaki sudah tidur belum?" tanya Mas Dani sambil memelukku.

"Masih netek, Mas," jawabku.

"Kamu belum sembuh ya, Dek?" tana Mas Dani sambil menciumi leherku.

Dalam keadaan seperti itu, aku juga ikut merasakan suatu yang mulai bergejolak. Namun, aku masih belum selesai nifas. Keinginan Mas Dani begitu kuat hingga dia memelukku. Tangannya mencoba membangkitkan gairah.

"Sabar Mas, aku belum bersih," jawabku dengan halus untuk menolaknya.

Mas Dani memang mempunyai libido yang sangat tinggi. Dia sudah tidak sabar ingin segera minta dilayani.

"Hmmm. Kok lama sekali sih, Dek. Ya sudah aku keluar dulu lah mencari udara segar," sahut Mas Dani dengan kesal.

Aku tidak memperdulikan kemana mas Dani pergi. Sambil mengusap air mata yang mulai menetes.Tanganku mengusap kepala Arsyad yang tidur pulas di samping Zaki.

Aku sangat kahwatir dengan uang pemberian emak yang diberikan pada suamiku. Sepertinya Mas Dani tidak tenang tinggal di rumah kalau sudah pegang uang. Katanya Mas Dani ingin buka usaha kecil-kecilan dengan uang pemberian emak. Aku hanya percaya dengan Mas Dani.

Keputusan suamiku untuk membawaku pulang ke kampungnya sempat membuat gelisah. Sementara emak tidak tahu kalau sebenarnya Mas Dani dan istri pertamanya belum cerai. Dulu menikah denganku dia mengaku perjaka. Aku hanya percaya saja. Bagaimana tanggapan tetangga kalau tahu aku tinggal satu kampung dengan istri pertama Mas Dani.

Akhirnya karena kecapaian aku tertidur dengan posisi miring sambil menyusui Zaki yang masih berusia hampir sebulan lebih.

Sebelum Subuh aku sudah bangun. Zaki dan Arsyad masih tidur. Aku segera membantu emak yang sudah sibuk di dapur.

"Min, suamimu belum pulang, to?" tanya Emak sambil duduk di depan tungku batu. Kami tidak mempunyai kompor gas hanya tungku yang terbuat dari tumpukan bata yang disusun. Emak mencari kayu bakar dan menggunakan batang jagung yang sudah dipanen.

"Belum Mak," jawabku singkat sambil mengucek ompol Zaki yang menumpuk.

"Kamu jadi pindah ke kampung suamimu, Min?" tanya Emak.

"Ya jadi Mak. Lagian aku mau tinggal di mana? Sebentar lagi rumah ini juga dibongkar oleh pembelinya. Emak ikut Dek Dilla," sahutku.

Rumah tempat tinggal kami satu-satunya memang harus dijual untuk menutupi kekurangan biaya rumah sakit Bapak. Sehingga aku terpaksa ikut Mas Dani dibawa pulang ke kampungnya. Aku juga belum tahu mau tinggal di mana.

"Kamu sebenarnya bisa beli rumah yang kecil dari sisa penjualan rumah ini yang Emak berikan padamu," ujar Emak lagi.

"Iya Mak. Tapi Mas Dani gak mau. Dia ingin bawa aku dan anak-anak pulang kampung," jawabku.

"Ya sudah. Nanti uangmu diminta Dani, gak tau juntrungnya," gerutu emak.

Aku hanya diam tidak menyahut ucapan Emak. Mas Dani memang punya tabiat buruk yaitu suka main judi. Tapi aku selalu percaya dengannya tidak mungkin dia akan menghabiskan uang sisa penjualan rumah.

Dengan gelisah aku menunggu kepulangan Mas Dani. Sepertinya dia lupa memberikan uang untuk belanja dan jajan buat Arsyad. Aku hanya pegang uang sedikit untuk belanja Emak dan anak-anaku. Hingga Arsyad berangkat ke sekolah hanya jajan sedikit. Sebenarnya anak itu masih merengek tapi aku meyakinkan kalau ayahnya pulang pasti dibelikan mainan.

Hngga siang, suamiku belum juga pulang. Kemana aku harus mencarinya sedangkan ponsel saja tidak punya. Kejadian seperti ini sudah sering dia lakukan. Pergi dari rumah tanpa kabar baru pulang seminggu kemudian tanpa membawa uang. Dia bilang sedang ikut ke bengkel untuk memperbaiki bis tarikannya yang rusak.

Aku sudah sibuk dengan Zaki yang masih menyusu. Hingga sore Mas Dani baru pulang dengan mata yang merah. Aku menyambutnya dan berusaha ramah dengannya.

"Dek, mulai nanti malam kita akan pindah ke kampungku!" titah Mas Dani langsung masuk ke dalam bilik.

Aku segera menyusulnya. Namun dia tertidur dengan suara dengkurnya yang keras. Aku tinggalkan Zaki menangis di ayunan bambu. Aku tidak mengerti mengapa Mas Dani secara tiba-tiba menyuruhku untuk berkemas. Padahal emak sudah bikang kalau boleh menempati rumah ini sampai akhir bulan sebelum rumah ini dibongkar.

Kugendong Zaki sebentar lalu menyusuinya setelah bayiku tertidur aku segera mengambil tas besar untuk mengemasi semua baju dan perlengkapan Arsyad sekolah. Aku tidak punya apa-apa. Hanya perabot dapur sedikit serta baju milikku.

Emak menghampiri dan duduk di samping bale panjang tempat aku melipat baju Zaki dan Asyad. Sementara Zaki terlelap dalam tidurnya. Arsyad main ke rumah tetangga yang tidak jauh dari rumah kami.

"Min, kamu jadi ikut dengan suamimu?" tanya Emak sedih.

"Iya, Mak," sahutku lemah.

"Lalu kalian mau tinggal dimana?" tanya emak lagi.

"untuk sementara mungkin ikut dengan Mbak Ira kakaknya," jawabku tanpa menatap mata Emak.

Aku tahu emak bakal sedih kalau aku jadi ikut dengan Mas Dani. Emaklah yang paling tahu seluk beluk rumah tanggaku yang sering berantem gara-gara ekonomi. Bahkan dulu aku pernah mondar mandir dari Jakarta ke kampung karena ikut dengan Mas Dani. Setelah badai yang menimpa keluargaku dengan kepergian Bapak karena sakit diitambah harus dijualnya semua aset tanah dan rumah untuk biaya rumah sakit. Aku tidak tahu harus berbuat apa selain harus nurut dengan Mas Dani. Apalagi aku baru saja melahirkan.

"Coba tanyakan pada Dani,kemana uang yang sudah emak berikan padanya. Apa kamu gak dikasih sama sekali?" tanya Emak.

"Iya Mak, coba aku tanyakan," ujarku sambil berdiri.

"Mas, uangku dari Emak mana?" tanyaku sambil memegang pundaknya.

"Dih kamu kok berisik amat sih. Aku barusan kena polisi. Uangnya sudah habis!" teriak Mas Dani dengan menyikutku.

Mendengar ucapannya di sela tidur dan bau alkohol yang menyengat badanku lemas. Bagaimana mungkin uang sebanyak itu bisa habis dalam waktu semalam. lalu apa yang aku punya saat ini? Aku ingin teriak memaki diriku sendiri. Ya Allah, cobaan apa lagi ini?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TERPAKSA AKU PERGI,MAS   Bab 121. Akhir Sebuah Perjalanan( Tamat)

    Setelah bulan madu selama dua hari, aku dan Dimas pulang ke rumah. Aku juga menjemput Zaki. Kemudian mengantar semua saudaraku. Dimas memberikan uang saku untuk emak dan Delia serta saudara yang lain. "Minah, emak pulang dulu ya," pamit emak sambil memelukku. "Iya Mak. Maafkan Minah karena tidak bisa mengantar pulang.""Ndak apa-apa, Nduk. Yang penting kalian bahagia. Dan segera mendapatkan momongan," ujar emak. "Nak Dimas, titip Minah ya. Dia sudah banyak menderita. Kini saatnya dia bahagia," ujar emak menatap Dimas. "Iya Mak. Doakan kami segera mendapatkan momongan lagi. Biar Zaki punya adik," ucap Dimas sambil mengelus perutku. Aku hanya tersenyum dan menggelendot manja di pundak Dimas. Mobil travel yang disewa sudah datang. Semua oleh-oleh sudah dimasukkan ke dalam mobil. Hanya lambaian tanganku mengiringi kepulangan emak. Aku akan menepati janjiku padamu, Mak. Membawamu ziarah ke tanah suci. Zaki sudah berlari ke ruang bermain dengan ditemani Mbak Dian. Dimas mengambil pega

  • TERPAKSA AKU PERGI,MAS   Bab. 120.Menikmati Malam Pertama

    Pak Dikin menurunkan koper kecil yang sudah aku siapkan untuk bulan madu. Yaitu baju ganti Dimas dan baju gantiku. Yang paling utama adalah baju tidur yang dibelikan Dimas untukku. Warna merah muda sesuai dengan kulitku yang putih bersih. Dimas juga aku bawakan piyama tipis. Ada juga obat untuk Dimas. Serta peralatan make up.Sampai di penginapan sudah pukul sembilan malam.Dimas memberikan tips untuk Pak Dikin serta berpesan agar dia selalu siap jika dibutuhkan.Aku dan Dimas bergandengan tangan memasuki penginapan itu. Lalu mengunci dengan rapat. Tercium aroma yang wangi dari dalam rumah itu. Penuh dengan bunga-bunga. Kami menuju kamar yang sudah disulap menjadi kamar pengantin.Dimas duduk di ranjang memberikan kode membantuku melepas gaun pengantin. Dengan sabar dia membuka kancing dan kerudung yang aku pakai. Setelah itu aku memakai baju yang sangat tipis.Aku berdiri menghadap ke arah Dimas. Tidak memakai pakaian dalam sama sekal

  • TERPAKSA AKU PERGI,MAS   Bab 119. Akhirnya Sah

    Hari yang kutunggu akhirnya sudah tiba. Kami memilih hari Minggu untuk mengadakan ijab qobul di rumah Dimas. Acara yang cukup sederhana tapi tentunya sangat berkesan. Keluargaku juga sudah datang sejak sabtu siang. Rombongan satu bis kecil. Emak, Delia dan suami serta anaknya. Wawan, istri dan anak-anaknya juga serta Mas Nono dan Mbak Ningsih yang turut aku undang. Tetangga yang ada di komplek perumahan dulu aku mengontrak juga aku undang. Termasuk Mpok Ros dan yang jual sembako. Agar mereka tau apa yang dituduhkan dulu tidak terbukti justru aku kini dipersunting oleh pasienku sendiri.Rumah Dimas yang megah sudah ramai dengan petugas catering yang bertugas untuk melayani para tamu undangan. Aku meminta tidak memakai adat manapun. Biar normal saja yang penting pernikahan lancar dan sah. Oma juga sudah dandan dengan baju warna merah dengan sanggul yang sangat cantik. Namun, aku tidak melihat keluarga besar Dimas datang di acara pernikahanku dengan Dimas. Mereka yang tidak datang yang t

  • TERPAKSA AKU PERGI,MAS   Bab 118. Persiapan

    Dimas mengajak aku dan anak-anak keliling kota Semarang tentu aku sebagai penunjuk jalannya. Walaupu tidak sepenuhnya tahu seluk beluk kota Semarang. Kami menikmati makanan yang dijual di pinggir jalan kota lama. Menikmati indahnya kota itu dengan bangunan kuno dan bersejarah. Apalagi setiap akhir pekan akan ramai dikunjungi banyak orang. Dari pasangan muda mudi hingga keluarga besar yang membawa anak-anaknya. Pun sama denganku. Aku menggamit lengan Dimas sebelah kiri sementara tangan kanannya memegang tongkat. Walaupunn sudah sembuh tapi jalannya masih belum begitu tegak. Sementara Pak Dikin beralih profesi sebagai pengasuh anak-anaku. Bahkan dua anaku sangat bahagia menganggap Pak Dikin kayak kakeknya. Arsyad masih menjumpai kakeknya waktu kecil sedangkan Zaki belum pernah bertemu dengan kakeknya.Karena waktu itu dia masih di dalam kandungan.Kami menikmati suasana malam itu. Juga membeli es krim dan foto bersama. Hingga sampai pada sebuah restoran kecil yang menjual soto khas semar

  • TERPAKSA AKU PERGI,MAS   Bab 117. Menunggu Hari Itu

    Sore hari rombongan kami sudah sampai di kampungku. Ada perasaan campur aduk ayng menghentak-hentak rasaku. Kampung di mana sebuah cita-cita yang dulu pernah bersemi dan mulai mekar. Namun, semua itu harus layu sebelum berkembang. Memasuki gerbang desa, aku tidak bisa menahan air mataku. Luruh begitu saja. Dimas yang melihatku menangis segera memeluk pundakku seolah memberikan kekuatan. Pria yang bermata sipit dan wajahnya sangat bersih itu begitu sangat perhatian. Aku layaknya putri buruk rupa yang mendapatkan calon suami pangeran tampan rupawan karena telah berjasa menyembuhkan dia. "Pak, belok ke kiri ada rumah yang berwarna biru, itu rumah adikku," ujarku menahan isak. Arsyad rupanya tahu kalau akan bertemu dengan simbahnya. Karena sejak aku kerja di luar negeri dia memang tidak pernah bertemu dan diajak menengok simbahnya yang di kampung. Tetangga Delia yang melihat mobil bagus dengan plat mobil Jakarta keluar dari rumah seolah ingin tahu siapa yang datang. Tiba di depan ruma

  • TERPAKSA AKU PERGI,MAS   Bab 116. Melupakan Masa Lalu

    Sudah 3 bulan berlalu masa iddah aku juga sudah selesai. Sementara tinggal di rumah yang disewakan Dimas. Setiap hari aku harus berangkat ke rumah Dimas untuk merawat dan melakukan terapi sedangkan Zaki dimasukkan ke sekolah PAUD yang dekat dengan rumah Dimas. Sekolah yang termasuk sekolahnya orang kaya dan kebanyakan adalah warga keturunan Cina.Walaupun Dimas sudah berpindah keyakinan menjadi seorang muslim tapi Oma tetap baik dengan Dimas dan aku juga sangat sayang dengan Nyonya Veronica.Dia sangat baik dan hormat denganku apalagi saat ini Dimas semakin hari sudah mulai bisa berjalan. Pagi dan sore aku membantunya berjalan di taman belakang . Dia perlahan mulai melepaskan tongkat penyangga di tubuhnya terkadang seperti anak kecil yang berjalan setapak dua tapak dan aku menanti di depan. Akhirnya dia memelukku karena tubuhnya yang terlalu besar. Aku tidak sanggup menahan hingga terjerembab ke rumput taman. Wajah Sakti sangat bahagia apalagi dia akan kembali bekerja di perus

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status