Share

5

5 - Arisan gigolo

Sehabis sampai di rumah, Arum langsung mengajak Faiz untuk masuk dulu menunggu gerimis reda. Karena saat diperjalanan tadi, hujan es tiba - tiba saja mengguyur bumi ini.

"Faiz, ini teh buat kamu," ucap Arum menyodorkan segelas teh manis hangat.

"Terimakasih, Bu," kata Faiz menerima teh itu lalu menaruh di meja.

"Ibu ingin bicara denganmu," tutur Arum duduk di kursi lalu menatap anaknya.

"Bicara saja Bu, Faiz juga lagi cuti kok," sahutnya meraih cemilan lalu memakannya.

"Lusa kamu ke sini, kamu harus bertemu dengan calon istrimu," terang Arum, menatap reaksi Faiz yang membulatkan matanya.

"Biasa aja kali," tegur Arum melemparkan kulit kacang ke wajah Faiz.

"Yang benar saja Bu, Ibu sudah menemukan siapa yang akan jadi calon istriku," ucap Faiz lemah, ia sangat tidak mau melukai hati istrinya.

"Sudah, Ibu juga mengenalnya dengan baik. Jadi pilihan Ibu tidak akan salah," ujar Arum sangat percaya diri.

"Aku tidak mau menyakiti Sekar, Buuuu," ungkap Faiz mengusap wajahnya frustasi.

"Yang penting kamu tidak bermain belakang atau menikah diam - diam, Faiz," ujar Arum dengan sedikit geramman.

"Buuuu, apa tidak bisa sabar sebentar saja. Aku mau membujuk agar Sekar mau hamil," ujar Faiz memelas sambil menatap sang Ibunda. 

"Kau ini seperti tidak tau sifat istrimu, istrimu itu keras kepala! sekali bilang tidak ya tidak," terang Arum mencubit lengan Faiz karena gemas.

"Sudahlah, kamu ikuti ucapan Ibu, apa kamu mau melihat Ibu tiada tanpa menimang cucu,"   kata Arum lagi dengan suara lemah.

"Buuuuu, jangan bicara seperti itu," tegur Faiz tak suka.

"Makanya, kamu harus nurut sama Ibu, dan mau menikah dengan wanita pilihan Ibu," ujar Arum.

"Iya Bu," sahut Faiz lelah. 

"Lusa, kamu ke rumah Ibu, Ibu akan perkenalkan dia denganmu," perintah Arum dibalas anggukan oleh Faiz.

"Kenapa cepat sekali, Bu?" tanya Faiz lalu menyeruput tehnya lagi.

"Lebih cepat lebih baik, pasti kamu akan menyukai wanita pilihan, Ibu," ucap Arum percaya diri membuat Faiz menggelengkan kepalanya.

"Semoga saja," sahut Faiz lemah, lalu menoleh ke jendela melihat hujan sudah reda.

"Bu, aku pamit pulang, hujan sudah reda," kata Faiz bangkit dari duduknya lalu mendekati Arum untuk mencium punggung tangan sang Ibu.

"Assalamualaikum."

"Walaikumsalam, hati - hati Faiz," ucap Arum mengantarkan anaknya sampai depan pintu.

Faiz mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, ia tengah memikirkan gimana hidupnya jika menikah lagi. Setelah sampai di rumah, tidak mendapatkan mobil sang istri, memang dirinya membelikan kendaraan roda empat itu untuk sang terkasih.

"Sekarrr," panggil Faiz membuka pintu dengan kunci cadangan, ia mencari di setiap ruangan tetapi tidak ada istrinya.

"Dia ke mana, kenapa tidak izin dulu padaku jika mau pergi! Kebiasaan!" geram Faiz menjatuhkan tubuhnya di sofa lalu meraih ponsel untuk menelepon sang istri. 

"Kamu di mana!" bentak Faiz membuat Sekar yang baru saja mengangkat telepon terkejut.

"Arisan, Mas. Gak usah bentak juga kali," sahut Sekar.

"Kenapa tidak izin dulu padaku, jika pergi," tegur Faiz menghela napas kesal.

"Kamukan lagi anterin Ibu pulang, lagian takut ada hujan," kilah Sekar karena dia memang malah meminta izin pasti tidak dibolehkan.

"Lain kali izin jika mau ke mana - mana, jika aku sedang cuti ataupun kerja!" seru Faiz hanya dianggap angin lalu.

"Iya - iya. Udah ya Mas, aku mau kumpul - kumpul lagi," ujar Sekar lalu mematikan sambungan teleponnya membuat Faiz marah sekali.

"Aku ngapain sekarang," gumam Faiz setelah menaruh ponselnya di meja.

"Tidur sajalah. Kalau tau begini, mendingan aku kerja aja tadi," gumam Faiz melangkah ke kamar untuk mengistirahatkan tubuh dan pikirannya.

***

"Siapa Sekar?" tanya Aruna --- teman SMAnya.

"Suami gue," balas Sekar tak peduli.

"Jadi ikutan gak arisan gigolonya? Dia sangat tampan dan kuat di ranjang lho," ujar Aruna pelan hanya didengar oleh orang di mejanya saja.

"Tapi kenapa harganya sangat mahal," gerutu  Sekar menaruh ponselnya ke dalam tas.

"Dia sangat susah di bokingnya, Sekar. Makanya harganya sangat mahal, dia sangat memuaskan pelanggan, gue jamin." Aruna memberikan foto gigolo itu yang tengah telanjang membuat Sekar menelan savilanya.

"Sekarang gue mau nanya lagi, siapa yang mau ikutan arisan ini?" tanya Aruna menoleh ke beberapa wanita di meja.

"Boleh juga," ucap Rara langsung menyodorkan beberapa lembar uang berwarna merah.

"Gue ikut, gue ngeces ngeliat itunya, tapi uangnya nanti gue gak bawa uang cash. " Tara  masih menatap layar ponsel milik Aruna.

"Oke, kalian ikut semua nih?" tanya Aruna menatap delapan wanita termasuk Sekar, mereka semua mengangguk.

"Boleh deh, gue penasaran juga." Sekar langsung menyodorkan beberapa lembar uang.

"Kurang Sekar," ucap Aruna menerima uang itu.

"Nanti sisanya kalau pas ngocok," balas Sekar membuat Aruna mengangguk kepalanya.

"Minggu depan, kita langsung ke club dan ngocok ya." Aruna langsung memasukan uang yang terkumpul ke dalam tasnya.

"Udah 'kan? gue pamit dulu, suami gue bentar lagi pulang." Tara melirik jam di tangannya, lalu bangkit pergi saat Aruna mengangguk sebagai jawaban.

"Dia paling ngebet ikutan arisan ini," gumam Aruna menatap Tara yang menyetop taksi.

"Gimana gak ngebet Run, orang dia nikah sama kakek - kakek. Pasti di ranjang payah, dan dia gak puas, apalagi dia paling muda diantara kita," seru Rara dibalas anggukan oleh semuanya.

"Kasian dia, demi membayar hutang keluarnya, dia rela nikah sama tuh kakek - kakek," ucap Sekar menatap kepergian Tara.

"Semoga aja suaminya cepat mati, dan harganya jatuh pada Tara," ujar Rara membuat semua orang menoleh menatapnya.

"Tara 'kan istri keempat Ra, tapi semoga aja dia kebagian warisan dari kakek tua itu." Aruna langsung bangkit saat menerima telepon dari selingkuhannya.

"Gue angkat telepon dulu ya," pamitnya menjauh dari meja.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status