Home / Romansa / TERPAKSA MENIKAHI ADIK PACARKU / 1. MURID BERMATA HAZEL

Share

TERPAKSA MENIKAHI ADIK PACARKU
TERPAKSA MENIKAHI ADIK PACARKU
Author: ROSA AULIA SAFITRI

1. MURID BERMATA HAZEL

last update Last Updated: 2025-04-26 16:35:36

Dia menghilang. Benar-benar menghilang dan tidak bisa dihubungi sama sekali.

Kutatap pantulan cermin didepanku, semua yang terjadi ditiga bulan terakhirku seperti mimpi. Mimpi terburuk dalam hidupku. Aku hamil dan dia menghilang.

Tes. Air mataku jatuh begitu saja tanpa bisa tertahan, semua jalan yang ada didepanku terasa buntu tidak tertembus. Hanya tinggal beberapa bulan lagi, aku tidak akan bisa menyembunyikan perutku yang kini masih rata, berulang kali membuat aku bertanya jalan apa yang harus aku lalui sekarang.

Kugigit bibir bawahku kuat-kuat, berusaha menahan isak. Tidak peduli bagaimana aku mendongakkan kepala, mencoba menahan agar air mata itu tidak jatuh, pada akhirnya semuanya gagal. Aku tetap terisak kuat.

"Kak Ariel, kamu dimana?" Desisku, aku takut. Sungguh benar-benar takut sampai rasanya dadaku sesak. Aku tidak siap dengan penghakiman masyarakat tentang hamil diluar nikah ini.

Kenapa semua terasa berbeda dengan yang terjadi sebelumnya? Kak Ariel jelas mengatakan dia akan bertanggung jawab dan bahkan dia sudah mengenalkan aku pada kedua orang tuanya satu bulan lalu sebelum akhirnya dia menghilang, jadi dimana salahnya? Apa mungkin orang tuanya tidak setuju dengan hubungan kami lalu dia kabur dari tanggung jawab?

Tidak! Itu rasanya tidak mungkin karena saat berada direstorant, saat itu kedua orang tua kak Ariel menyambut aku dengan hangat. Tersenyum hangat pada aku, bahkan mengatakan aku harus makan makanan bergizi supaya bayi kami sehat.

Tapi pada kenyataannya, dia menghilang dan tidak muncul hingga hari ini. Aku bukan orang suci, aku tidak munafik dan pernah terlintas juga untuk mengakhiri kehidupan lain ini dalam perutku namun ternyata semua tidak semudah yang terpikirkan, aku tidak bisa melakukannya karena ketakutan akan rasa bersalah yang lebih besar, aku tidak yakin akan sanggup untuk membawa rasa bersalah itu sampai mati seorang diri.

Hanya saja aku tidak yakin akan sanggup menahan intimidasi dari orang-orang disekitarku, tentang kenapa seorang yang belum menikah dan hamil dengan sangat memalukan seperti ini.

Pintu kamar mandi terbuka dan cepat-cepat kuhapus air mataku, aku tidak ingin orang lain melihatnya bahkan jika itu adalah orang terdekatku aku belum siap menjelaskan situasiku pada siapapun, aku belum siap ditinggalkan.

"Maya, aku membelikan kamu bubur ayam didepan, ayo kita sarapan dulu sebelum kesekolah!" Ajakku yang berjalan kearah meja kecil lipat yang aku tata ditengah kamar kos kami.

Tidak ada jawaban dari Maya dan yang bisa aku lakukan hanya memperhatikan setiap gerakannya yang terburu-buru.

"Maya?" Aku mencoba memastikan apa dia benar-benar sedang marah dengan aku karena sebelumnya dia tidak menjawab apa yang aku katakan.

Dan iya, dengan dia yang diam seribu bahasa seperti ini, tanpa dijelaskan pun aku sangat tahu kalau dia sedang marah, hanya saja aku tidak tahu apa yang membuat dia marah. Atau apa jangan-jangan dia sudah tahu tentang kehamilanku?

"Maya, kamu tidak ingin bubur ayam untuk sarapan kita? Mau aku belikan yang lain?" Tawarku yang kembali berdiri, ingin menawarkan apapun asalkan dia berhenti marah. Dia adalah satu-satunya sahabat yang aku punya, dari semua orang yang ada didunia ini, aku tidak ingin dia berpaling dariku.

Maya menghela napas panjang dan kini dia sudah siap dengan membawa tas dilengannya, dia menatap aku dengan jengah sedangkan aku masih tidak tahu kesalahan apa yang sudah aku lakukan. Aku benci silent treatmant yang selalu dia lakukan ketika kami ada masalah.

"Kamu pikir kita masih sempat makan?" Tanyanya dengan nada dingin dan aku bersyukur untuk itu karena pada akhirnya dia bicara padaku. Aku pikir dia akan bicara lebih banyak dan mengatakan dimana kesalahan yang aku lakukan tapi ternyata tidak, dia berjalan melewatiku begitu saja dan keluar dari kosan kami.

Tergesah kuraih tas ransel milikku. Kami bekerja ditempat yang sama walau pun profesi kami berbeda jadi aku berusaha mengejar dia agar bisa berangkat bersama.

Tetap tidak ada percakapan padahal kami berada didalam bus yang sama dan kursi bersebelahan namun Maya tetap mendiamkan aku. Beberapa kali aku melirik dia yang sedang membuang muka keluar jendela namun aku tidak punya keberanian untuk menanyakan alasan dia mendiamkan aku sekarang.

Bus kami berhenti dihalte yang jaraknya hanya sekitar 100 meter dari sekolah dan lagi-lagi sahabatku itu berjalan mendahului untuk masuk kesekolah terlebih dahulu, aku benar-benar dibuat frustasi dengan sikapnya yang tiba-tiba berubah.

Disisi sekolah aku melihat penjual ubi rebus, sengaja aku mampir kesana untuk membelikan Maya karena tadi dia sama sekali tidak menyentuh bubur ayam yang aku belikan, dia pasti lapar.

Aku melangkah cepat menuju ruang UKS tempatnya dan masuk begitu saja tanpa mengetuk terlebih dahulu kemudian meletakkan apa yang aku beli didepannya dan lagi-lagi dia hanya diam setelah melirik sebentar ketika aku masuk tadi.

"Aku membeli ubi rebus didepan," ucapku yang bingung harus bicara apa supaya dia tidak lagi marah.

"Tutup pintunya lagi kalau keluar!"

Apa ini adalah kalimat pengusiran? Dia tidak mengucapkan terimakasih setelah dalam waktu berdekatan aku dua kali membelikan dia makan. Aku sangat ingin meneriaki dia namun mulutku terkatup rapat tidak mampu mengeluarkan kalimat apa pun.

Kuhela napas panjang untuk menenangkan diriku sendiri, percuma saja berdebat dengan dia sekarang jadi kuputuskan berbalik, bersiap meninggalkannya namun baru beberapa langkah aku meninggalkannya, langkahku terhenti dan berbalik kembali untuk menatapnya yang masih mengerjakan sesuatu dengan menulis dibuku tebal didepannya.

"Maya!"

"Hmm?" Dia bergumam tanpa menatap kearahku.

Aku diam beberapa saat, aku menyentuh perutku sebentar. Pikiranku diselimuti keragu-raguan, hubungan kami sedang tidak baik-baik saja dan kalau aku mengungkapkan kalau aku hamil, apakah satu-satunya sahabatku akan meninggalkan aku juga?

"Jika seandainya aku melakukan kesalahan besar, apa kamu akan membenci aku?" Tanyaku yang memutuskan untuk tidak langsung to the point atas apa yang terjadi.

"Kesalahan kecil yang diulang-ulang juga akan menjadi menjengkelkan," celetuknya yang masih tanpa mengangkat kepalanya.

Aku mengerutkan dahi. Apa dia sedang membicarakan penyebab dia mendiamkan aku? Kesalahan kecil apa yang aku lakukan berulang-ulang?

"Apa aku membuat kamu marah tanpa aku sadari?" Tanyaku, memastikan apa yang sebenarnya membuat dia marah.

"Jika kamu tidak merasa membuat kesalahan, kenapa bertanya begitu?" Tanyanya balik, kali ini dia memasang penutup penanya sambil menatap aku, "Aku sedang sibuk dan kamu bisa pergi sekarang!"

Bohong! Dia sedang tidak sibuk sama sekali, sejak kapan perawat UKS sibuk padahal tidak ada murid yang sakit.

"Aku tidak punya kelas pagi hari ini, aku ingin mengobrol dengan kamu sebentar!"

"Tidak. Aku sibuk!" Tolaknya cepat, tanpa pertimbangan dan tanpa berpikir.

Sepertinya aku tidak akan bisa lagi bicara dengan Maya karena dia sama sekali tidak membuka kesempatan jadi aku putuskan hari ini menyerah saja, tidak ingin memaksa dia menyelesaikan masalah kami dan berbaikan sekarang.

"Bu Nadia!"

Aku menoleh ketika seorang memanggil begitu keluar dari ruang UKS yang ternyata adalah Pak Danu, kesiswaan sekolah yang terlihat terburu menuju arahku sambil membawa rotan ditangannya.

"Kebetulan sekali, saya baru saja selesai menghukum anak-anak yang terlambat dan tiba-tiba saja saya mulas, apa boleh saya menitipkan ini pada Ibu? Tolong taruh saja dimeja saya!" Ucapnya sambil menyerahkan rotan yang dia bawa padaku.

Tidak punya kesempatan menolak, aku hanya menerimanya dengan pandangan bingung. Khusus kepala sekolah dan kesiswaan punya ruangan sendiri, bagaimana mungkin aku bisa masuk kedalam ruangan itu ketika penghuninya saja tidak ada.

Walau bagaimana pun Pak Danu adalah guru senior jadi suka atau tidak suka, tidak enak rasanya kalau tidak mengiyakan permintaan sederhana guru tersebut, jadi kuputuskan untuk berjalan keruang kesiswaan.

BROOMMM... BROOOOM...

Suara mobil sport merah yang memecah kesunyian ketika semua siswa sibuk balajar membuat aku menghentikan langkahku, menatap mobil yang masuk dengan tanpa kendala dan parkir dengan mulus padahal jelas dia seharusnya terlambat.

"Axel?" Desisku ketika melihat seorang siswa berambut gondrong sebahu keluar dari mobil dengan langkah santai seakan dia tidak melanggar aturan sama sekali padahal dia jelas terlambat. Dia adalah murid kelasku yang paling sering bolos, seakan sekolah semau-maunya sendiri.

Tanpa sungkan, dia melewati aku begitu saja padahal aku adalah wali kelasnya dan dia datang terlambat yang mungkin sebentar lagi sudah memasuki jam kelas kedua.

"Kamu terlambat!" Tegurku.

Dia menghentikan langkahnya, tidak menoleh dan hanya diam saja ditempat. Tidak berbalik, meminta maaf atau menunjukkan penyesalan.

Tidak sabar dengan sikap arogan anak ini, bergegas aku melangkah kedepannya dan kini aku berdiri didepannya.

"Kamu terlambat!" Aku memperjelas apa yang aku katakan sebelumnya begitu berada didepannya.

Dia tidak menjawab namun kini mengangkat sebelah alisnya dan entah kenapa mata hazel miliknya mampu mengikat aku, seolah menarik aku untuk tidak menatap yang lain. Mata itu seperti milik seorang yang aku kenal.

"Ini masih pagi dan kenapa ada saja yang menghancurkan mood aku?!"

"Apa?" Tanyaku seketika sadar dalam lamunan dan sangat yakin gumaman bentuk protes tadi disampaikan untuk aku yang menghentikan langkahnya.

"Minggir, aku mau masuk kelas!" Usirnya.

Kupejamkan mata sejenak. Aku tahu sejak awal dia tidak pernah sopan tapi aku tidak mengira dia akan bersikap sekurang ajar ini.

"Teman-teman kamu yang terlambat tadi sudah dihukum ditengah lapangan dan sekarang kamu mau masuk kedalam kelas begitu saja padahal kamu terlambat lebih lama dari pada mereka?!" Omelku, aku tidak tahan menghadapi dia dengan etika baik seorang guru yang selama ini aku junjung.

"Lalu?"

Jujur saja anak ini membuat aku kehabisan kata-kata, dia dan sifat arogansinya yang tidak tertolong membuat aku semakin ingin menghukum dia. Dia harus diajari sopan santun!

Kuarahkan rotan yang aku bawa kearahnya dan memberikan intruksi untuk dia berjalan ketengah lapangan namun dia hanya bergeming ditempatnya, seakan apa yang aku intruksikan bukan hal penting untuk dia.

"Kamu melanggar dua hal secara bersamaan hari ini dan sebagai wali kelas kamu, aku akan menghukum kamu!"

"Aku tidak sedang dalam mood yang baik, jadi sebaiknya Ibu menyingkir!" Ucapnya dengan nada dingin.

Genggamanku pada rotan ditanganku semakin kuat. Aku sangat kesal dengan sorot mata meremehkan itu. Aku sangat marah ketika semua orang meremehkan aku bahkan seorang murid pun melakukan hal yang sama.

"Jalan kelapangan!" Perintahku dengan nada setegas mungkin. "Kesalahan pertama yang kamu lakukan, kamu terlambat dan yang kedua, rambut gondrong kamu itu. Mana boleh seorang murid berambut panjang begitu?!"

"Hmm, aku harap Bu Nadia tidak akan menyesalinya," ujarnya yang melewati aku begitu saja, berjalan menuju lapangan seperti yang aku perintahkan tadi.

Aku benar-benar tidak mengerti kenapa tidak ada yang menegur sikap Axel yang memang sering terlambat dan berambut sepanjang itu padahal siswa lain akan langsung kena pemotongan rambut dari sekolah kalau rambut mereka melebihi batas yang sekolah tentukan namun kenapa hal itu tidak berlaku pada Axel?

Bahkan dalam jarak sejauh ini aku bisa melihat sorot mata meremehkan dari mata hazel itu, aku sangat benci mata itu. Mata dengan warna yang sama dengan mata kak Ariel padahal aku sangat membutuhkan dia sekarang.

"Tangan kamu!" Perintahku.

Axel terlihat tidak mengerti dengan apa yang aku katakan karena dia masih melipat tangan didadanya dan menatap bingung pada aku ketika aku meminta tangannya.

"Buka telapak tangan kamu!" Aku memperjelas apa yang aku katakan.

Walau ragu, Axel membuka telapak tangannya didepanku dan dengan menatap mata itu, aku bisa menumpahkan segala rasa frustasi yang selama beberapa bulan aku tanggung sendirian dan...

PLAAAKKKK... PLAAAAAAK...

Aku memukulnya dua kali dengan rotan yang ada ditanganku sekuat yang aku bisa. Namun sedetik kemudian aku menjatuhkan rotan yang ada ditanganku, semenjak kapan aku jadi sekasar ini?

Semenjak kapan aku jadi menumpahkan kemarahanku pada muridku hanya karena rasa lelahku karena menghilangnya kak Ariel?

Walau hanya beberapa detik, aku bisa melihat dia mengeryit dan bekas pukulan memar ditelapak tangannya terlihat jelas disana membuat aku menyesal.

"Axel?" Mendadak aku gugup dan bingung harus bagaimana.

Tanpa mengatakan apapun, dia berjalan melewati aku, pergi begitu saja dengan ekspresi marah yang terlihat jelas diwajahnya dan kini ada beberapa mata yang menatap aku dalam diam, para siswa yang tidak sengaja lewat dilapangan dan menyaksikan pemukulan yang aku lakukan.

Kuusap wajahku kasar, aku pasti sudah gila sampai harus melampiaskan kemarahan aku pada Axel hanya karena dia punya warna mata yang sama dengan kak Ariel. "Aku harus bagaimana sekarang?!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TERPAKSA MENIKAHI ADIK PACARKU   6. TIDAK BISAKAH MEREKA MENGHARGAI AKU?

    "Stela!" Padahal aku baru saja masuk kedalam kelas namun Axel malah bergegas keluar dari kelas karena mengejar Stela yang keluar kelas lebih dulu, tidak ada kalimat minta izin, bahkan menoleh pun tidak. Dia benar-benar tipikal murid yang sama sekali tidak menghormati guru. Aku tertegun beberapa saat, menatap punggungnya yang menjauh dari pandangan dan akhirnya menghilang dibalik pintu kelas yang masih terbuka. Semakin diperhatikan wajahnya memang semakin mirip dengan Kak Ariel, hanya saja sikap mereka berdua benar-benar berbeda. Padahal mereka bukan saudara kembar, bagaimana mungkin bisa semirip itu? "Bu!" Aku gelagapan ketika Carlo menyadarkan aku dari renungan panjang karena terlalu memikirkan Axel yang keluar kelas tadi. Padahal pagi ini aku yang membangunkan dia sehingga dia tidak terlambat kesekolah tapi tetap saja dia membolos. "Apa tadi mereka izin pada kamu kemana mereka pergi?" Tanyaku yang menanyakan hal tersebut pada

  • TERPAKSA MENIKAHI ADIK PACARKU   5. JAGA BATASAN

    1 hari sebelum pernikahan Setelah menunjukkan Kak Ariel yang koma dan dirawat dirumah mereka dengan alat lengkap lalu diputuskan kami akan menikah besok, kini Axel membawa aku keluar rumahnya, mengatakan aku butuh membereskan barang-barangku namun yang terjadi dia malah membawa aku ke Club malam. "Kenapa kita ke Club?" Tanyaku yang merasa ini jauh dari rencana awal kami dan aku berhak untuk bertanya kenapa dia merubah rencana kami. Tidak menjawab dan malah memperhatikan pintu keluar Club seakan apa yang aku tanyakan bukan apa-apa dan sepertinya aku sudah sedikit terbiasa diacuhkan, terbiasa seperti seorang yang bicara dengan tembok. "Kita harus kekosan aku untuk mengambil beberapa barang, kamu tidak bisa seenaknya mengganti rute perjalanan kita tanpa konfirmasi lebih dulu..." "Berisik!" Kututup mulutku rapat-rapat. Benar! Aku merasa jadi sangat cerewet sekarang padahal aku biasanya tidak begini. Mengetahui Kak Ariel koma dan ternyata yang besok menikah dengan aku adalah Ax

  • TERPAKSA MENIKAHI ADIK PACARKU   4. BUKAN PERNIKAHAN IMPIAN

    "Saya terima nikah dan kawinnya Nadia Elsavira binti Sultan Mahardika dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." "Sah!" Aku duduk lesu diatas karpet merah, mataku berkaca-kaca menatap bawah. Di sampingku, Axel dengan ekspresi datar bersikap acuh setelah ucapan sah dari penghulu. Suasana di ruang mewah itu terasa hampa dan sepi setelah kami berdua sah menjadi suami istri. Tidak ada kebahagiaan atau suka cita dalam pernikahan yang selalu menjadi mimpi indah kehidupan karena yang tampak nyata adalah kegelapan. Tidak ada senyum, tidak ada kebahagiaan yang terpancar dari wajah sendu kami berdua. Seakan kemalangan terus menerus menerus menghantui kami, sebuah kecelakaan yang membuat aku harus hamil anak Kak Ariel dan sekarang malah terjebak dalam pernikahan dengan Axel. "Kalian sudah sah jadi sudah diperbolehkan untuk bersalaman," ucap penghulu itu mengintrupsi karena kami masih mematung dalam posisi masing-masing bahkan setelah sah. Tanpa kata, Axel berdiri dan berbalik masuk kedalam

  • TERPAKSA MENIKAHI ADIK PACARKU   3. AXEL DAN BUKAN ARIEL?

    Om Adipati membawa aku kemeja makan dan disana sudah ada Tante Marisa yang seperti memberikan intruksi pada para pembantu dan chef untuk menyiapkan makan malam sehingga sesuai dengan keinginan mereka. Sampai detik ini aku hanya berani mengira-ngira siapa Axel sebenarnya. Melihat foto keluarga yang pampang jelas sebelum masuk keruang makan ini, membuat aku tertegun sejenak karena aku melihat Kak Ariel yang berdiri beriringan dengan Axel yang membuat aku mengambil kesimpulan mungkin keduanya adalah saudara. Kalau memang begitu, pantas saja warna mata mereka sama. Tapi bagaimana ini? Apa Kak Ariel akan marah karena aku sudah menghukum adiknya seperti itu? Bagaimana kalau Axel mengadu pada Kak Ariel kalau aku sudah memukul telapak tangannya dengan rotan. "Nadia, kenapa melamun?" Tanya tante Marisa sambil menggenggam tanganku hangat. "Saya..." terlalu bingung dan canggung, itu adalah yang aku rasakan sekarang karena memang hanya satu kali saja bertemu dengan keluarga Kak Arial dan

  • TERPAKSA MENIKAHI ADIK PACARKU   2. MURID HARUSNYA TIDAK BERKASTA

    Membalikkan tubuh ke kanan dan ke kiri tidak membuat aku tenang. Aku benar-benar tidak tenang dengan apa yang aku lakukan hari ini. Hukuman yang tadi aku lakukan tidak salah namun kemarahan yang aku selipkan disana membuat aku benar-benar merasa bersalah. Tidak seharusnya aku melakukan itu! Kulirik jam dinding dikamarku dan semakin larutnya malam membuat aku heran dengan Maya yang tidak pulang kekosan kami. Kuraih handphone ku untuk memeriksa barang kali dia meninggalkan pesan yang ternyata tidak sama sekali. Kemana dia? Dia tidak pernah begini. "Kenapa Maya jadi begini?" Tanyaku pada diri sendiri. Berulang kali aku pikirkan alasan kemarahannya pun tetap tidak aku temukan. Aku bingung. Sangat bingung sampai tidak tahu lagi bagaimana harus memperbaiki hubungan persahabatan kami yang semakin lama semakin merenggang karena dinginnya komunikasi diantara kami. Kuputuskan bangkit dari tidurku, toh percuma saja karena aku juga tidak akan bisa tidur dengan banyak pikiran yang bertumpuk-tum

  • TERPAKSA MENIKAHI ADIK PACARKU   1. MURID BERMATA HAZEL

    Dia menghilang. Benar-benar menghilang dan tidak bisa dihubungi sama sekali. Kutatap pantulan cermin didepanku, semua yang terjadi ditiga bulan terakhirku seperti mimpi. Mimpi terburuk dalam hidupku. Aku hamil dan dia menghilang. Tes. Air mataku jatuh begitu saja tanpa bisa tertahan, semua jalan yang ada didepanku terasa buntu tidak tertembus. Hanya tinggal beberapa bulan lagi, aku tidak akan bisa menyembunyikan perutku yang kini masih rata, berulang kali membuat aku bertanya jalan apa yang harus aku lalui sekarang. Kugigit bibir bawahku kuat-kuat, berusaha menahan isak. Tidak peduli bagaimana aku mendongakkan kepala, mencoba menahan agar air mata itu tidak jatuh, pada akhirnya semuanya gagal. Aku tetap terisak kuat. "Kak Ariel, kamu dimana?" Desisku, aku takut. Sungguh benar-benar takut sampai rasanya dadaku sesak. Aku tidak siap dengan penghakiman masyarakat tentang hamil diluar nikah ini. Kenapa semua terasa berbeda dengan yang terjadi sebelumnya? Kak Ariel jelas mengatakan di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status