Bab 21
"Cahaya, aku... aku ingin mengatakan sesuatu," ucap Angkasa membuka percakapan.Cahaya menoleh, mengangkat alis. "Apa, Mas?""Aku baru menyadari sesuatu," kata Angkasa, sedikit ragu. "Aku selalu berpikir aku bisa menjalani hidup tanpa memedulikanmu, tapi aku salah. Aku melihatmu sekarang, Cahaya, dan aku baru mengerti kenapa adikku begitu mencintaimu. Kamu lebih dari yang aku kira. Kamu adalah wanita yang luar biasa."Cahaya menatapnya sejenak. Ia tidak tahu harus merespons apa. Di satu sisi, hatinya senang mendengar kata-kata itu, tetapi di sisi lain, entahlah.Angkasa melanjutkan, "Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk menjadi suami yang lebih baik. Aku akan menjadi ayah yang lebih baik untuk Altair. Aku janji, Cahaya."Cahaya hanya diam. Ia tidak tahu apakah ia bisa mempercayai janji itu sepenuhnya."Mas ini kenapa? Sejak kapan jadi seperti ini?" tanya Cahaya, masih dengan tatapan ragu di matanya."AkCahaya terdiam. Luka lama itu kembali menganga, meskipun Angkasa selalu meyakinkannya."Aku bakal lindungin kamu dan Altair... apa pun yang terjadi," ucap Angkasa lirih, namun penuh janji.Cahaya hanya mengangguk pelan, matanya menatap suaminya dengan penuh kepercayaan.Keesokan paginya, Cahaya masih merasa gelisah. Semalaman ia nyaris tidak tidur, Angkasa yang tidur di sampingnya menyadari kegelisahan itu."Kamu nggak usah mikirin kejadian kemarin terus, Cahaya... Aku udah cari orang buat jaga-jaga di sekitar rumah."Cahaya menoleh, matanya tampak lelah. "Aku takut, Mas... Kalau orang itu datang lagi... gimana kalau mereka berhasil kali ini?"Angkasa langsung menggenggam tangan istrinya erat."Nggak akan ada yang bisa ambil Altair dari kita. Aku janji."Tatapan Angkasa begitu dalam, seolah ingin menegaskan kalau ia tidak akan membiarkan siapa pun menyentuh keluarganya. Cahaya mengangguk pelan. Pagi it
Part 26Cahaya tersentak. "ALTAAAIR!!!"Pria itu langsung berlari, membawa Altair erat dalam pelukannya. Cahaya panik, tubuhnya gemetar hebat, tetapi naluri seorang ibu mengalahkan ketakutannya. Ia bangkit dan mengejar, teriakan histerisnya menggema di taman."BERHENTI! TOLONG!!"Orang-orang mulai menoleh, beberapa tampak bingung, tapi si penculik sudah lebih dulu berlari cepat, menyusup di antara pepohonan dan bangku taman.Cahaya hampir tersungkur, tapi ia terus berusaha mengejar meskipun langkahnya tertatih.Di kejauhan, Angkasa yang baru saja membayar air mineral mendengar suara Cahaya.Alisnya bertaut tajam. Ada sesuatu dalam suara istrinya yang membuat dadanya mencelos.Ia berbalik, dan begitu melihat Cahaya yang berlari dengan wajah pucat panik dan seorang pria berpakaian serba hitam membawa Altair berlari menjauh, botol di tangannya terjatuh.Dalam sepersekian detik, tubuhnya bergerak lebih cepa
Cahaya terdiam."Aku..." Cahaya menggigit bibirnya, mencari kata yang tepat. "Aku juga ingin kita hidup dengan baik, Mas. Aku tahu semuanya terasa cepat, tapi aku nggak pernah menyesali pernikahan ini."Angkasa mengangkat tangan, menyentuh pipi Cahaya dengan lembut. "Kalau begitu, mulai sekarang, jangan ragu untuk bersandar padaku. Aku suamimu, Cahaya. Dan aku akan selalu ada untuk kamu dan Altair."Tatapan mereka bertaut dalam keheningan. Perlahan, tanpa sadar, ia menyandarkan kepalanya ke dada suaminya.Angkasa tersenyum kecil, merengkuh istrinya lebih erat, dan mengecup puncak kepalanya. "Besok aku mau ajak kamu jalan-jalan sebentar, cari udara segar," katanya.Cahaya tersenyum kecil. "Ke mana?""Ke tempat yang kamu suka," jawab Angkasa santai. "Atau, kita bisa sekadar jalan-jalan sore di taman dekat sini."Cahaya menatapnya, lalu mengangguk. "Itu ide yang bagus."***Keesokan Har
Part 25Elena tertawa sinis. "Jadi ini cara kamu menyingkirkanku, Mas? Dengan memecatku dari perusahaan ini?"Angkasa meletakkan penanya, lalu bersandar di kursi. "Aku tidak ingin ada masalah di antara kita, Elena. Tapi kamu yang terus membuat semuanya menjadi rumit.""Rumit?" Elena mendekat, menatapnya penuh kebencian. "Kamu pikir aku akan diam saja setelah kamu mempermainkanku seperti ini?"Angkasa menatapnya tajam. "Aku tidak pernah mempermainkan siapa pun. Kamu yang terlalu berharap lebih."Elena balas menatapnya, dadanya bergemuruh karena amarah. "Kamu akan menyesal, Mas!"Elena keluar dari gedung kantor dengan langkah cepat, dadanya masih dipenuhi amarah. Tangannya mengepal, napasnya berat. Ia tidak bisa menerima ini. Tidak bisa menerima perlakuan Angkasa yang begitu dingin setelah semua yang mereka lalui.Dengan tangan gemetar, ia meraih ponselnya dan menekan nomor seseorang."Halo?" Suara di uj
Angkasa terdiam. Ia melirik Cahaya yang masih tertidur, lalu menarik napas panjang sebelum akhirnya membalas.[Aku tidak enak badan. Butuh istirahat.]Saat itu juga, Cahaya menggeliat pelan dan membuka matanya. "Mas?" suaranya masih terdengar mengantuk.Angkasa tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang tiba-tiba muncul. "Nggak apa-apa. Tidur lagi, aja ya."Cahaya mengangguk kecil dan kembali memejamkan mata. Sementara itu, Angkasa menatap langit-langit kamar dengan berbagai pikiran berputar di kepalanya.***Sore hari Elena menatap layar ponselnya dengan raut khawatir. Sudah dua hari Angkasa tidak masuk kantor. 'Apa Mas Angkasa benar-benar sakit?'Tanpa berpikir panjang, ia langsung mengambil kunci motornya dan bergegas menuju rumah Angkasa. Namun, sesampainya di sana, rumah itu kosong. Tak ada siapa pun.Ia mencoba mengetuk pintu beberapa kali, bahkan menghubungi no
Bab 24"Aku juga kaget, tapi ... mungkin memang lebih baik begini. Kita jalani saja, Mas."Angkasa terdiam, menimbang kata-kata Cahaya. Semua ini terasa seperti mimpi yang berjalan terlalu cepat, tapi saat melihat Cahaya di depannya, ada sesuatu yang membuatnya ingin melindunginya, ingin memastikan bahwa mereka baik-baik saja."Baiklah," ujar Angkasa akhirnya, suaranya mantap. "Kalau ini jalan kita, aku akan memastikan semuanya berjalan dengan baik."***Hari pernikahan tiba. Cahaya duduk di depan cermin, wajahnya berseri-seri dengan riasan lembut yang mempercantik parasnya. Hijab putih yang dikenakannya terpasang rapi, memperlihatkan keanggunan yang sederhana. Seorang MUA sibuk membantunya merapikan kebaya dan menyematkan aksesoris terakhir.Angkasa terpana, seakan melihat sosok yang berbeda dari biasanya. Cahaya tampak begitu anggun dalam balutan kebaya berwarna putih dengan hijab senada yang membingkai waj