“Aku bahkan ngancam kalau dia betul-betul mencintaiku, besok dia harus ke Surabaya, melamarku di depan mama dan papa kemudian merencanakan pernikahan kilat. ”
Stella kaget mendengar perkataan Merri, menoleh ke arah Merri yang memasang wajah datar menatap lurus ke depan. Merri tahu Stella tidak menyetujui keputusannya, “Ella,Kebohongan Dante membahagiakan aku , ternyata kebahagiaan sesaat yang aku dapatkan itu rapuh , tidak tahan lama. Kebahagiaan berakhir dengan sakit hati, kekecewaan, merobek kepercayaan dan menghancurkan masa depanku.” “Mer, sebaiknya kamu jangan ambil keputusan di situasi hatimu yang sedang labil, bisa fatal jadinya.” “Apa yang sudah kuputuskan, tetap menjadi keputusanku sekalian melihat apakah Dante benar-benar mencintaiku. Hubungan kami sudah terlanjur jauh,aku harus mempertahankan Dante, mungkin bukan cinta yang kupertahankan tapi masa depanku. Pria mana yang mau menjadikanku isterinya jika aku tidak lagi perawan? Pria bangsa kita masih menomor satukan keperawanan meskipun mereka tidak lagi perjaka,” Ungkap Merri. ‘Hum, jujur saja itu juga yang kutakutkan, masa laluku yang sensitif untuk diungkapkan karenanya aku harus menemukan pria yang mencintaiku seutuhnya, menerimaku tanpa syarat ,tanpa melihat masa laluku.” Ujar Stella. “Itulah aku melamarnya, memaksanya menikah kilat denganku.” “Meskipun dia tidak mencintaimu?” “Cinta? Dante tahu aku sangat terobsesi pada dirinya, cinta egoku ingin memiliki semua yang terbaik yang ada pada dirinya, smart, tampan, masa depannya menjanjikan. Aku merasa aku bisa menaklukkannya dari semua wanita yang berusaha menjadi pacarnya.” “Dia tidak mencintaimu, dia tergantung padamu. Keuanganmu, nama besar ayahmu, kepiawaimu mengubahnya dari pria sederhana menjadi pria fasionable, dikagumi wanita.Semua yang kau taburkan pada Dante, tidak kau nikmati perempuan lain yang akan menikmatinya.” “Itulah , Dante harus kupertahankan! Itu keputusanku, benar atau tidak , waktu akan membuktikan!” Ujar Merry tegas. “Dengan segala konsekwensinya?” “Yap! Dengan segala konsekwensinya.” **** Sesampai di rumah, mamanya menatapnya,”Apakah aku melihat hantumu Merri?” tanya mamanya. “Aku bukan hantu ma. Aku tidak jadi ke Semarang. Besok mas Dante ke Surabaya katanya mau melamarku.” “Kok…” “Ma, Dante itu dokter sibuk. Besok tidak ada jadwal mengoperasi pasien. Seperti kataku, dia akan melamarku pada saat yang tepat dan hari yang tepat !”Ujar Merri tidak berani menatap mamanya. “Oh. Mama harus menyiapkan acara lamaran.” “Ma, tidak usah repot-repot. Lamaran sederhana saja, cukup papa dan mama saja. Mas Dante tidak punya keluarga, tidak mungkin suster Faustina dan Romo Pramudya menjadi wali untuk melamar ku." “Hai, setidaknya ada keluarga yang ikut menyaksikan?” “Tidak perlu, nanti banyak wawancara dari pihak tante Dewi belum lagi Oom Sebastian seperti mau menyidik tersangka.” “Tidak bisa! Mama akan menelpon papamu.” “Terserah. Kalau mama dan papa keukeh pakai acara lamaran dihadiri keluarga, Merri batalkan saja!” “Apa?” Teriak mamanya sambil mengurutkan dadanya. Ponsel Merri berdering, dilihatnya log panggilan, dokter Dante. Dengan isyarat akan menerima telepon,”Dari Dante,”bisiknya lalu meninggalkan mamanya yang menatapnya dengan sejuta pertanyaan yang berkecamuk di pikirannya. “Hallo, besok kamu jadi datang?” tanya Merri tegas. “Mer, kamu bisa menjemputku di bandara? Kita bicarakan …” “Yang kita bicarakan, lamaranmu ke orangtuaku dan pernikahan kita.Aku tidak ingin membahas yang lain.” “Aku minta maaf…” “Aku tidak memerlukan maafmu. Yang kubutuhkan saat ini kamu, aku tidak ingin ada wanita lain di antara kita. Aku menganggap yang aku lihat tadi pagi hanyalah blue film yang tidak perlu kulihat.” “Mer. Maafkan aku.” “Sudah aku katakan aku tidak membutuhkan maafmu ! Yang aku butuhkan kehadiranmu untuk melanjutkan hubungan kita ke jenjang pernikahan." “Baiklah! Apakah semua keluargamu hadir?” “Hanya mama dan papa. Cincinnya nanti aku siapkan. Kamu cukup hadir, melamarku , tidak mungkin aku mengatakan ke mama dan papa aku telah melamarmu. Bisa-bisa mereka pingsan betapa tidak bermoralnya anak gadisnya. Padalah mereka tidak tahu aku ini munafik, di depan mama dan papa aku sok alim , gadis suci di apartemenmu aku binal” “Mer…” “Mengenai tanggal pernikahan akan kita bicarakan ketika aku menjemputmu.Aku ingin resepsinya mewah, dihadiri keluargaku, anak panti asuhan dan mungkin kolegamu dari Semarang hadir, supaya setiap wanita tahu kamu sudah menikah.” “Baiklah, see you tomorrow.” Jawab dokter Dante menghela napasnya , entah apa yang dipikirkannya. Merri menatap ponselnya lalu bergumam,” Kau tidak akan lepas dari belengguku, jika kau batalkan semua rencanaku aku tidak malu-malu akan mempermalukan diriku dan mempermalukan dirimu.Karirmu akan terancam, bukankah gelar yang kau dapat dari papa? Bukankah penampilan mu yang fashionable adalah dariku? Enak saja wanita lain yang menikmati gelar dokter ahli bedah yang fashionable." Teringat pada waktu pertama kali mendatangi apartemen dokter Dante di Semarang.Ada dorongan dalam dirinya , ingin merasakan apa yang namanya hubungan intim yang sering diceritakan teman-temannya.Selama ini kencan mereka di Surabaya hanya main-main di panti asuhan, nonton, jalan-jalan dan makan di café. Dokter Dante tidak pernah menampakkan sisi romantisnya , malah yang mengajaknya kencan adalah Merri bukan dokter Dante ketika mereka sedang jalan-jalan berdua ke Batu.“Dante, apakah yang kita lakukan ini kencan?”
“Bukankah selama ini kita berteman?”
“Bisakah dari teman menjadi pacar?”
“Kamu ingin menjadi pacarku?”
“Sudah lama aku ingin jadi pacarmu. Apakah hari ini kita sebut kencan kita yang pertama?” tanya Merri tertawa kecil mencoba mencairkan hati dokter Dante yang menurut Merri berhati dingin.
Sengaja ia mengulurkan tangannya , menggenggam jemari tangan dokter Dante yang halus, Dokter Dante menatapnya dengan tatapan dingin.
“Boleh aku panggil kamu mas Dante?”
“Hum, boleh.”
“Mas Dante, aku mencintaimu. Sejak pertama kali kita bertemu di panti asuhan, aku sudah kagum melihat mas. Lama kelamaan rasa kagumku ingin lebih dari sekedar kagum.”
“Apa itu?” tanya Dokter Dante.
“Menjadi pacarmu.”
“Tidak menyesal menjadi pacarku?”
“Mengapa aku harus menyesal, mas itu tampan, keren lho kalau pakai jas dokter. Calon dokter bedah saraf. Kenapa aku menyesal malah bangga lho!”
“Apa yang nampak di luar belum tentu seperti di dalam.”
“Hmm, aku dengar isu dari teman-temanku yang dokter, katanya..mmm… mas Dante itu gay??”ujar Merri menyipitkan matanya kea rah dokter Dante.
Bukannya tersinggung malah dokter Dante tertawa geli,” Isu yang beredar ternyata bisa singgah di telingamu.”
“Kamu ingin bukti bahwa aku gay atau tidak?” Seru dokter Dante meraih pelan tubuh Merri , mengkungkungnya dengan cepat melumat bibir seksi Merri yang otomatis bibirnya setengah terbuka karena kaget.
“Ahh..”desah Merri, kemudian melingkarkan tangannya di leher dokter Dante.
Tubuh mereka melekat erat, bibir mereka bergetar saling memagut, namun sedetik kemudian dokter Dante perlahan menjauhkan tubuhnya. Merri menatapnya, terpancar kekecewaan di matanya.
“Mengapa berhenti?” protesnya.
“Kita di tempat umum, bisa-bisa kita ditangkap dan dipaksa menikah!” katanya menatap wajah Merri dengan tatapan lembut, tidak nampak tatapan dingin yang selalu dipamerkan di wajahnya yang tampan.
Merri merasa malu seolah tidak punya harga diri.
“Dik Merri, isu gay sudah berkumandang sejak aku kuliah sampai aku menjadi dokter dan mengambil spesialis bedah saraf. Aku tidak peduli. Yang aku pedulikan dan harus kucapai adalah menjadi dokter bedah saraf.Itu passionku.”
“Apakah aku pacar mas Dante?”
“Kamu ingin kita berpacaran, apakah orangtuamu menyetujuinya? Ingat aku tidak mempunyai identitas diri yang jelas. Aku takut kamu akan menyesal nantinya.”
Sejak itu mereka berpacaran dalam batas yang wajar. Semuanya berubah ketika Merri pertama kali mengunjungi dokter Dante di apartemennya di Semarang, ingin mencicipi yang namanya hubungan intim, seperti yang diceritakan teman-temannya. Merri yang terjebak pesona dokter Dante, terperangkap dalam hasrat, gairah dan nafsu ingin mencicipi hubungan intim, menggoda dokter Dante untuk melakukannya.
Merekapun melakukannya, tidak ada penyesalan , malah mereka sering lakukan jika Merri mengunjungi dokter Dante, “Aku sangat mencintai Dante, aku sudah terlanjur basah, mandi sekalian saja. Aku tidak peduli apakah Dante mencintaiku. Tidak boleh ada wanita lain yang merenggut dia . Besok kalau Dante tidak melamarku, aku akan membuat dia menyesal mengapa dia dilahirkan. Kemanapun kamu lari ,tidak ada satu tempat di dunia ini yang dapat menyembunyikanmu dari hadapanku!" Tekad Merri sambil mengepalkan tangannya.
Setelah kembali ke rumah Ivanka, Merri membaringkan dirinya di tempat tidur, El sudah tertidur kembali. Merri membuka surat wasiat Dragnar. Tangannya dingin dan gemetar ketika membuka amplop , surat berwarna merah muda tiba-tiba meluncur turun karena tangan Merri terus bergetar.Melihat surat berwarna merah muda, Merri menangis teringat saat-saat dimana ia marah,merajuk, Dragnar selalu menyelipkan secarik kertas warna merah muda di bawah bantal, isinya berisi puisi yang melelehkan hati Merri. Sekarang surat dengan warna senada penuh dengan tulisan tangan Dragnar kembali ada di tangannya,Buat wanitaku, wanita istimewa yang kucintai,Merri, maafkan mas tidak bisa menemanimu sampai kita menua. Kita selalu berangan-angan akan menghabiskan masa tua kita di villa, di gunung. Malam yang dingin kita saling memeluk sambil bernostalgia cinta kita.Kanker jahanam ini memutuskan angan-angan kita, mas dan kamu tidak bisa melawannya bahkan para medis yang mengaku unggul juga tidak bisa melawanny
"Hanya ada dua pilihan. Kamu dan Elnathan tinggal di mansion atau kamu tinggalkan Elnathan dalam asuhan ku dan kamu silahkan tinggalkan mansion." "Ma Aida, Elnathan masih membutuhkan aku. Ia masih menyusui." "Apa??? Sudah satu tahun masih menyusui? Nanti ia jadi anak cengeng, tidak mandiri dan tidak mampu bersikap tegas." Merri menatap ibu Anna ingin mendapatkan dukungan. "Belum setahun menjadi janda,kamu pasti akan menikah lagi dengan dokter Dante." BLESS!! Jantung Merri serasa ditusuk dengan belati. Merri menatap ibu Aida dengan tatapan mata tidak percaya, perkataan ibu Aida yang menusuk serasa menikam jantung Merri.Merri memegang dadanya ada sakit dan perih terasa sangat menyakitkan. "Aku tidak mengatakan asal keluar dari mulutku tapi itu yang ada dalam surat wasiat terakhir Dragnar." Ibu Aida lalu membunyikan bel kecil dekat meja tamu, Miss Franka tiba tiba telah ada di antara mereka. "Miss Franka,ambil dia surat yang ada di laci meja rias saya," Miss Franka membungkuk ba
Pak Baron dan ibu Aida pulang ke mansion, mencari Merri,Elnathan dan suster Lita. Yang dicari tidak ada di kamar mereka. Langsung memanggil Miss Franka. "Apakah Merri dan anaknya kembali ke mansion? "Sampai saat ini mereka belum datang?" " Mereka pulang lebih dulu dari saya dan tuan besar," "Mungkin mereka singgah di motel." Kata pak Baron. "Seharusnya mereka langsung ke mansion," kata ibu Aida lalu mengambil ponselnya. "Merri mengapa kamu tidak pulang ke mansion?" tanya ibu Aida dengan nada tinggi. "Maaf ma,tadi saya mau nelpon ke papa, mama Aida sudah menelpon duluan .Untuk sementara saya dan El tidak ke mansion. Saya ingin menenangkan diri." "Huh, apakah suasana mansion tidak bisa untuk menenangkan diri? Justru motel sangat tidak tepat untuk menenangkan diri, banyak orang yang identitasnya tidak jelas masuk keluar motel!" "Ma, di mansion banyak kenangan indah bersama mas Dragnar ," "Kita akan adakan acara tiga malam dan tujuh malam di mansion. Catat! di mansion bukan di mo
Kedua orangtua Dragnar akhirnya pulang, mereka kembali ke mansion, tinggal Merri mendampingi Dragnar. Suara monitor mendominasi ketenangan dalam kamar perawatan.Kekuatan uang dan kuasa keluarga Braspati menginginkan Dragnar dirawat di ICU VVIP ,kamar perawatan VVIP dilengkapi dengan monitor ICU.Merri mendekati pembaringan Dragnar, meraih tangan Dragnar lalu memberikan Rosario ke tangan Dragnar. “Mas, kita berdoa Rosario. Aku yang mendaraskan mas tidak usah mengucapkan, takut kalau mas tambah sesak.”bisik Merri di telinga Dragnar. Terdengar Merri mendaraskan Rosario sekali-sekali menatap Dragnar yang masih memejamkan matanya, terlihat tenang. ‘Apakah ia tidur?’ batin Merri kemudian melirik ke arah monitor ICU, nampaknya normal-normal saja. Merri terus mendaraskan peristiwa sedih Rosario sampai lima puluhan, entah mengapa airmatanya menetes ke pipinya ketika pada Yesus wafat di salib,Dragnar yang semula tenang tiba-tiba sulit bernapas. Merri menoleh ke arah monitor ada garis kuning k
"Maafkan aku telah membuatmu terluka hatimu karena kebandelanku,"bisik Dragnar.Merri membalikkan badannya, memunggungi tubuhnya, membelakangi tubuh Dragnar sebagai reaksi tidak peduli atas perkataan Dragnar. Dragnar tahu Merri marah, meskipun kemarahannya tidak diungkapkannya. Dragnar membalikkan tubuhnya lalu memeluk tubuh Merri dari belakang. Merri merasakan napas Dragnar tersengal-sengal.“Aku selalu membuatmu marah, maafkan aku,”ujar Dragnar dengan napas tersengal-sengal. “Mer.. I…love..you..,” Ucap Dragnar dengan nada rendah, terpatah-patah diselingi napasnya yang tersengal-sengal.“Jika kamu mencintaiku, kamu dengar perkataanku, besok ke rumah sakit. Aku bosan mendengar kata mati. Mas aku tahu mas menderita sesudah dikemo.Menghadapi efek kemo bukan berarti menolak rasa sakit, justru mas menerima dengan menangis, mengeluh bahkan mengumpat tapi tidak menyerah.”“Baiklah, besok aku ke rumah sakit. Aku tidak ingin melihatmu sedih kalau aku mati.”Perkataan Dragnar terdengar s
Setelah sarapan , baby El diajak suster Lita bermain di taman mansion. Sejak El hadir di mansion, pak Baron memanjakan dengan memfasilitasi aneka permainan anak-anak, ayunan,jungkat-jungkit,perosotan bahkan pak Baron membuat arena untuk kemah yang tidak diminati oleh baby El.“Pa dan ma , saya mau bicara,”kata Merri.“Apa yang ingin kau bicarakan?”Tanya Dragnar.“Lima hari lagi baby El ulang tahun. ““Oh, baby El berumur setahun, harus dirayakan itu.Kalau bisa kita rayakan secara besar-besaran.” Ujar ibu Aida antusias.Merri menatap Dragnar yang terlihat acuh tak acuh,’Ia terlihat tidak peduli, atau masa bodoh, apakah kemo berefek pada hilangnya empatinya yang biasanya dimiliki mas Dragnar?’ batin Merri.“Iya Ma,ulang tahun pertama baby El perlu dirayakan sebabai momen ungkapan syukur atas satu tahun kehidupan yang telah dilalui. Saya ingin mengundang anak panti asuhan.” Kata Merri.“Anak panti asuhan? Perlukan mereka diundang?”“Sebagai ungkapan syukur dan baby El belajar bahwa di