Share

TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN
TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN
Penulis: Ayashiyaa

KEMANA GIAN

Penulis: Ayashiyaa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-24 19:07:00

"Tut... tut... tut..."

Nada sambung itu terdengar lagi, memecah keheningan rumah mewah yang terasa begitu dingin. Salsa menempelkan ponsel ke telinga, napasnya tertahan. Ini sudah panggilan ke sekian, dan Gian tetap tak menjawab.

"Ke mana sih dia?" gumamnya, kecemasan mulai merayap, mencengkeram hatinya.

Dicobanya sekali lagi, seolah berharap keajaiban.

"Tut... tut... tut..."

Hampa. Salsa memejamkan mata, bayangan terburuk mulai menari-nari di benaknya. "Angkat dong, Gian," bisiknya, suaranya tercekat.

Setelah beberapa kali mencoba menelepon tanpa hasil, Salsa akhirnya menyerah. Jemarinya gemetar saat membuka aplikasi pesan, lalu mulai mengetik.

”Sayang, kamu di mana? Kok semalam nggak pulang? Aku khawatir banget."

Salsa menatap layar ponselnya, setiap notifikasi yang muncul membuatnya melambung dalam harapan, lalu jatuh lagi saat menyadari itu bukan dari Gian.

"Ya ampun, ke mana sih dia? Nggak biasanya begini," gumamnya sambil menggigit bibirnya, berusaha menenangkan badai di hatinya.

Dengan perasaan gundah, Salsa akhirnya memutuskan untuk bangkit dari tempat tidur.

"Sudahlah, mungkin nanti juga ada kabar," bisiknya pada diri sendiri. Ia melangkah menuju kamar mandi, membiarkan air hangat menyiram tubuhnya, berharap dapat mengusir sedikit rasa khawatir yang menghantuinya.

Setelah selesai mandi dan berpakaian rapi, Salsa turun ke lantai bawah. Rumah mewah itu terasa hampa tanpa kehadiran Gian. Mereka memang berasal dari keluarga berada, sehingga semua pekerjaan rumah tangga sudah diurus oleh asisten rumah tangga.

Salsa berjalan menuju ruang makan, di mana meja sudah tertata rapi dengan berbagai hidangan lezat. Namun, nafsu makannya hilang entah ke mana. Ia hanya mengambil sedikit nasi dan beberapa potong buah, lalu duduk dengan tatapan kosong.

"Non Salsa sarapan dulu, nanti sakit," ujar Bi Inah, asisten rumah tangga yang sudah lama bekerja di keluarga itu, suaranya penuh perhatian.

Salsa hanya tersenyum tipis. "Iya, Bi. Ini Salsa makan," jawabnya lirih.

Bi Inah menatap Salsa dengan prihatin. Ia tahu ada sesuatu yang mengganggu pikiran non majikannya itu. "Den Gian belum pulang ya, Non?" tanyanya hati-hati.

Salsa menggeleng pelan. "Belum, Bi. Aku juga nggak tahu dia di mana."

Bi Inah menghela napas. "Sabar ya, Non. Mungkin Den Gian lagi ada urusan penting."

Salsa hanya mengangguk tanpa menjawab. Ia tahu Bi Inah hanya berusaha menghiburnya, tapi hatinya tetap saja tidak tenang. Ia berharap Gian segera pulang dan memberikan penjelasan.

Selesai menyantap sarapan yang terasa hambar, Salsa kembali ke kamarnya. Ia meraih ponselnya, memeriksa sekali lagi apakah ada pesan atau panggilan dari Gian. Nihil. Hatinya mencelos. Dengan helaan napas panjang, Salsa meletakkan kembali ponselnya di atas meja.

"Sudahlah," bisiknya pada diri sendiri. "Nggak mungkin juga aku nungguin dia terus."

Salsa kemudian beranjak menuju lemari pakaiannya. Ia memilih setelan yang nyaman namun tetap modis, sesuai dengan citranya sebagai pemilik butik. Hari ini, ia harus profesional dan fokus pada pekerjaannya.

"Aku harus tetap produktif," gumamnya sambil memoleskan sedikit riasan di wajahnya. "Nggak boleh terus-terusan sedih begini."

Setelah merasa penampilannya cukup baik, Salsa mengambil tas kerjanya dan bersiap untuk pergi. Sebelum keluar kamar, ia melirik sekali lagi ke arah ponselnya, berharap ada keajaiban. Namun, layar itu tetap kosong.

"Ya sudah," ucapnya pasrah. "Semoga saja nanti ada kabar baik."

Salsa pun melangkah keluar kamar, meninggalkan kesunyian dan kekhawatiran di belakangnya. Ia menekan tombol starter, dan mesin mobilnya meraung halus. Ia menginjak pedal gas, meninggalkan rumah mewahnya menuju butik yang menjadi salah satu sumber penghasilannya. Di sepanjang perjalanan, pikirannya masih tertuju pada Gian, namun ia berusaha mengalihkan perhatiannya dengan mendengarkan musik dari radio.

Sesampainya di butik, Salsa disambut hangat oleh para karyawannya. Ia membalas sapaan mereka dengan senyum ramah, berusaha menyembunyikan kegelisahan yang masih menghantuinya.

"Selamat pagi, Bu," sapa salah seorang karyawannya.

"Pagi, semua," jawab Salsa. "Gimana kondisi butik hari ini?"

"Ramai seperti biasa, Bu," jawab karyawan tersebut.

Salsa mengangguk lega. Ia kemudian menuju ruang kerjanya dan mulai memeriksa laporan penjualan, stok barang, dan keuangan butik. Ia teliti memeriksa setiap detail, memastikan semuanya berjalan sesuai rencana.

"Bu, ini laporan penjualan minggu ini," ujar seorang karyawan sambil menyerahkan sebuah map.

Salsa menerima map tersebut dan mulai membacanya dengan seksama. Ia juga memeriksa laporan stok barang, memastikan tidak ada kekurangan atau kelebihan yang signifikan.

"Oke, stok barang aman. Penjualan juga bagus. Tingkatkan terus ya," ujar Salsa kepada para karyawannya.

Ia berharap dengan menyibukkan diri dengan pekerjaan, ia bisa melupakan sejenak masalahnya dengan Gian. Namun, bayangan suaminya itu tetap saja muncul di benaknya. "Ke mana Gian sebenarnya?" pikirnya.

Setelah menyelesaikan sebagian besar pekerjaannya, Salsa memutuskan untuk bersantai sejenak. Ia menikmati teh hangat yang disiapkan oleh salah seorang karyawannya sambil duduk di sofa empuk di ruang kerjanya. Matanya menerawang, pikirannya masih melayang-layang memikirkan Gian.

Tiba-tiba, suara notifikasi pesan W******p memecah keheningan. Salsa segera meraih ponselnya dan membuka pesan tersebut. Matanya membulat saat membaca pesan dari Bi Inah: "Non, Den Gian sudah pulang ke rumah."

Tanpa pikir panjang, Salsa langsung bangkit dari kursinya. Hatinya berdebar kencang, antara lega dan penasaran. Ia meraih tas dan kunci mobilnya, lalu bergegas keluar dari ruang kerjanya.

"Saya pamit duluan ya, semua," ucap Salsa kepada para karyawannya dengan nada sedikit terburu-buru.

"Iya, Bu. Hati-hati di jalan," jawab salah seorang karyawannya.

Salsa membalas dengan senyuman singkat, lalu melangkah cepat menuju mobilnya. Salsa memasukkan kunci ke dalam mobil, bersiap untuk pulang. Saat mesin mobil baru saja menyala, sebuah notifikasi muncul di layar ponselnya. Pesan dari Vania, sahabatnya.

"Sa, semalam Gian pulang nggak sih?"

Salsa mengerutkan kening. "Nggak kok, Van. Emang kenapa?" balasnya cepat, jari-jarinya menari di atas keyboard.

Tak lama, Vania mengirimkan sebuah foto. "Semalam aku lihat orang mirip Gian di apartemen temanku. Menurut kamu ini Gian bukan?"

Jantung Salsa berdebar gila, seolah ingin melompat keluar dari dadanya. Dengan tangan gemetar, ia menyentuh layar, membuka foto itu. Dan di sana, terpampang jelas...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   KECELAKAAN SALSA

    Pintu bus tertutup, dan bus kembali bergerak. Salsa melihat sekeliling kemana wanita tua tadi. Setelah bus kembali tenang dan sebagian besar penumpang tertidur, Salsa membuka membuka amplop tebal berwarna krem. Amplop itu berbau lavender, aroma yang sangat familiar.Di bagian depan amplop, tulisan tangan yang anggun dan sedikit miring tertulis: "Untuk Salsa, jika suatu hari kamu memutuskan untuk pergi."Jantung Salsa mencelos. Itu adalah tulisan tangan ibunya, yang meninggal lima tahun lalu.Dengan tangan gemetar, Salsa merobek amplop itu. Di dalamnya, ada selembar surat panjang dan sebuah kunci kecil dengan gantungan yang diukir bentuk bunga kamboja.Salsa membaca surat itu dengan mata berkaca-kaca.Anakku tersayang, Salsa,Jika kamu membaca ini, Ibu tahu kamu telah menemukan keberanian untuk memilih dirimu sendiri. Kamu sudah meninggalkan sarang emas yang menyesakkan itu. Maafkan Ibu, Nak. Perjodohan ini adalah kesalahan terbesar yang pernah Ibu buat.Ibu tidak meninggalkanmu tanpa

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   KEPERGIAN SALSA

    Hari-hari berlalu dengan cepat, namun bagi Salsa, setiap hari terasa seperti siksaan yang tak berujung. Sejak malam itu, Gian tidak pernah kembali ke rumah mereka. Salsa memutuskan untuk menelepon Gian. Setelah beberapa dering, akhirnya Gian mengangkat telepon."Ada apa?" tanya Gian dengan nada dingin."Aku sudah menyiapkan surat perceraian," jawab Salsa dengan suara bergetar. "Silakan kamu urus. Aku sudah menyerahkannya kepada pengacaraku."Salsa melanjutkan, "Aku tidak akan menghadiri sidang. Silakan urus semuanya dengan pengacaraku."Gian tidak mengatakan apa pun. Ia hanya terdiam sesaat sebelum akhirnya menutup telepon begitu saja. Salsa menghela napas dalam-dalam. Ia melihat kopernya. Pakaian seadanya, dompet dengan beberapa lembar uang, kartu pribadi miliknya dan ponsel di tangannya. Tanpa perhiasan, tanpa tas mewah, tanpa semua benda yang selama ini menjadi simbol statusnya. Ia benar-benar meninggalkan semuanya.Salsa memesan taksi online melalui aplikasi. Ia bernafas lega sa

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   DUA PILIHAN

    "Ia wanita itu adalah wanita yang sama yang ia lihat dari foto yang di kirim Vani."“G-Gian..." ucap Salsa dengan nada bergetar, nyaris tak terdengar. Kakinya terasa lemas, seolah tidak mampu menopang tubuhnya lagi. Pemandangan di hadapannya terlalu menyakitkan untuk dicerna.Gian, suaminya, memang tidak pernah mencintainya. Pernikahan mereka hanya sebuah perjodohan yang tidak didasari oleh perasaan apa pun. Salsa tahu itu. Namun, apakah pantas ia diperlakukan seperti ini? Apakah pantas ia menyaksikan adegan panas antara Gian dan Gina, selingkuhannya, di depan matanya sendiri?Air mata Salsa semakin deras mengalir di pipinya. Ia merasa harga dirinya diinjak-injak. Ia merasa tidak berharga, tidak dicintai, dan tidak diinginkan.Seolah tidak mendengar suara Salsa, Gian sama sekali tidak menghiraukannya. Dengan angkuh, ia menggandeng tangan Gina, selingkuhannya, dan melangkah masuk ke dalam rumah. Ia bahkan tidak menoleh sedikit pun ke arah Salsa yang berdiri mematung di ambang pintu."A

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   KEDATANGAN GINA KE RUMAH SALSA

    Setelah Gina dan Gian selesai bersiap-siap, mereka turun ke ruang makan untuk sarapan bersama. Suasana di meja makan terasa canggung dan tegang. Keduanya makan dalam diam, sesekali saling melirik.Setelah selesai sarapan, Gian bangkit dari kursinya dan mengambil kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja. Ia menatap Gina dengan tatapan ragu."Kamu yakin mau ikut?" tanya Gian dengan nada khawatir.Gina mengangguk mantap. "Tentu saja. Aku sudah tidak sabar ingin bertemu dengan istrimu."Gian menghela napas panjang. Ia tahu, ia tidak bisa lagi menghindar dari kenyataan. Ia harus menghadapi Salsa dan menyelesaikan masalah ini secepatnya."Baiklah," kata Gian sambil berjalan menuju pintu. "Ayo kita pergi."Gina mengikuti Gian dari belakang. Ia merasa gugup dan bersemangat dalam waktu yang bersamaan. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi di rumah Gian nanti, tapi ia siap menghadapinya.Mobil Gian berhenti tepat di depan gerbang rumahnya. Gina menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan de

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   POV GINA

    Gina tersenyum bahagia mendengar pengakuan Gian. Ia meraih kotak cincin yang tadi diberikan Gian dan membukanya. Cincin berlian itu berkilauan indah diterpa cahaya lampu kamar."Pasangkan di jariku," pinta Gina dengan nada manja, menyodorkan cincin itu pada Gian.Gian dengan senang hati mengambil cincin itu dan memasangkannya di jari manis Gina. Cincin itu pas terpasang, semakin mempercantik jari lentik Gina."Cantik sekali," puji Gian, mengagumi cincin di jari Gina.Gina tersenyum bangga. Ia meraih ponsel Gian yang tergeletak di atas nakas. "Aku mau foto," ucapnya.Gina mengambil beberapa foto tangannya yang memakai cincin itu dari berbagai sudut. Ia tersenyum puas melihat hasilnya."Nanti aku mau posting di sosial media," kata Gina, menatap Gian dengan senyum penuh arti.Gian tersenyum melihat tingkah Gina yang bersemangat. Ia tidak melarangnya, toh ia sudah berjanji untuk menuruti apapun yang diinginkan wanita itu."Silakan saja," jawab Gian dengan nada santai. "Itu kan HP-ku, ters

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   GIAN MELAMAR GINA

    Gian kembali mendekati Gina, berlutut di samping ranjang. Ia mengulurkan kotak biru itu padanya, matanya berbinar penuh harap."Untukmu," ucap Gian dengan suara yang sedikit bergetar.Gina menatap kotak itu dengan bingung, lalu beralih menatap Gian. Ia bisa melihat ketegangan dan harapan di mata pria yang dicintainya itu. Dengan ragu, ia menerima kotak itu dari tangan Gian."Apa ini?" tanya Gina dengan suara berbisik.Gian tersenyum semakin lebar. "Buka saja," jawabnya.Dengan jantung berdebar kencang, Gina membuka kotak biru itu. Di dalamnya, terbaring sebuah cincin berlian yang berkilauan indah. Mata Gina terbelalak, mulutnya terbuka tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Ia menatap cincin itu, lalu kembali menatap Gian dengan tatapan tak percaya."Gina," ucap Gian, meraih tangan Gina dan menggenggamnya erat. "Maukah kau menikah denganku?"Mata Gina berkaca-kaca menatap cincin berlian di tangannya. Hatinya bergejolak antara bahagia dan ragu. Ia memang mendambakan Gian menjadi mil

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status