LOGINAir mata Salsa sudah tidak terbendung lagi. "Apa yang kamu lakukan pada Selly, Sasa?!" bentak Ken, wajahnya merah padam.Salsa terkejut. "Aku? Aku tidak melakukan apa-apa, Ken. Aku hanya...""Jangan berbohong! Aku tahu kamu sengaja tadi!" tuduh Ken, matanya menyala marah."Tapi, Ken, aku," Salsa mencoba membela diri, suaranya bergetar. Belum juga Salsa selesai berbicara Ken menyela ucapan Salsa."Bahkan untuk bicara dengannya pun kamu sangat tidak pantas, Sasa!" potong Ken, suaranya meninggi. "Selly itu lebih berkelas daripada kamu!"Salsa mencoba menjelaskan, "Tapi Ken, aku istrimu. Aku hanya ingin tahu, kenapa kamu selalu membela dia?""Berhenti berulah, Sasa! Jangan membuat aku semakin muak padamu!" Ken sama sekali tidak memberinya kesempatan untuk bicara. Ia berbalik dan pergi, meninggalkan Salsa yang berdiri terpaku di ruang tamu."Ken, tunggu!" Salsa mencoba menggapai Ken, tapi pria itu sudah melangkah keluar pintu.Salsa menangis dengan gemetar. Bagaimana bisa Ken memperlakukan
Salsa terbangun karena dering ponsel. Sebuah nomor tak dikenal tertera di layar. Ken, yang pertama kali melihat ponsel itu di laci nakas, meraihnya."Halo?" Ken menjawab panggilan itu."Kamu lagi apa?" Terdengar suara Salsa dari sampingnya, masih setengah terpejam.Saat Ken hendak memberikan ponsel itu pada Salsa, panggilan tiba-tiba terputus. Salsa dengan cepat menyambar ponselnya."Siapa itu?" tanya Ken penasaran.Salsa menggeleng. "Aku juga tidak tahu. Mungkin salah sambung.""Nomor siapa?" Ken bertanya lagi, sedikit menyelidik."Tidak tahu, Ken. Udah ah, aku mau tidur lagi," jawab Salsa sambil memejamkan mata.Ken hanya mengangguk singkat, lalu berbalik dan meninggalkan Salsa di kamarnya.Keesokan harinya, suasana sarapan terasa canggung. Salsa dan Ken duduk berhadapan, namun tak ada percakapan yang terjalin. Keheningan hanya dipecahkan oleh suara denting alat makan. Setelah selesai, Ken berpamitan untuk berangkat ke kantor."Aku pergi dulu ya," ucap Ken datar."Hati-hati," jawab
Ken mencoba membuka pintu kamar Salsa, tapi ternyata terkunci. Dengan kesal, ia menggedor pintu itu keras-keras. "Salsa, buka pintunya!" teriak Ken dari luar. Tak lama kemudian, pintu terbuka. Salsa berdiri di ambang pintu, matanya sembab. Ken langsung masuk tanpa permisi. "Kenapa sih teriak-teriak?" tanya Salsa, suaranya serak. Belum sempat Ken menjawab, seorang wanita lain menghampiri mereka. "Kenapa kalian ribut-ribut?" Wanita itu, yang bernama Selly, langsung bergelayut manja di lengan Ken. "Ayo, Ken, balik ke meja makan." Ken menghela napas. "Berhenti, Selly. Pulanglah dulu ke rumahmu." Selly mengerucutkan bibirnya. "Tapi aku maunya sama kamu." Ken mengeluarkan ponselnya dan menelepon Dion. "Dion, bisa tolong jemput Selly? Dia harus pulang sekarang." Selly yang mendengar percakapan itu langsung naik pitam. "Kamu jahat, Ken! Aku benci kamu!" Tanpa menunggu jawaban, Selly berbalik dan membanting pintu saat keluar dari kamar Salsa. Ken meraih tangan Salsa, "Kamu marah
Salsa berlari menuju kamarnya, membanting pintu hingga menimbulkan suara keras yang menggema di seluruh rumah. Pikirannya kalut. "Siapa wanita itu?" gumamnya lirih. "Kenapa Ken tiba-tiba jadi dingin padaku?"Tak lama, Salsa bangkit dari tempat tidurnya. Dengan tangan gemetar, ia mengunci pintu kamarnya. "Aku harus cari tahu," bisiknya pada diri sendiri. Ia membuka lipatan kertas yang berisi nomor telepon dan alamat Ibu Citra. Jantungnya berdebar kencang saat jari-jarinya menekan tombol di layar ponselnya.Panggilan pertama tak diangkat. "Ayolah, angkat..." Salsa mencoba lagi, dan lagi, namun hasilnya tetap sama. Nada sambung terus berdering tanpa ada jawaban. "Sial!" umpatnya frustrasi.Tiba-tiba, terdengar ketukan pintu dari luar. Tok! Tok! Tok!Salsa terkejut dan segera menyembunyikan kertas dan ponselnya di bawah bantal. Ia mengusap air mata yang masih membasahi pipinya dan berusaha menenangkan diri sebelum membuka pintu.Saat pintu terbuka, Salsa mendapati Bi Nina berdiri di hadap
Beberapa hari berlalu, Salsa masih dihantui kebingungan yang mendalam. Bayangan Ken yang kasar dan dingin terus berputar di benaknya. "Ada apa dengannya? Ini bukan Ken yang kukenal," gumamnya lirih, menatap kosong ke arah langit-langit kamar. Namun, di tengah kebingungannya, ia teringat akan sosok Citra, mantan asisten mendiang ibunya. Wanita paruh baya itu selalu memberikan nasihat. "Ken bisa melindungimu, Salsa. Dia pria yang bertanggung jawab."Ia harus bertemu Citra dan ia merindukan Ibu Retno. Ia ingin kembali ke kost-an, tempat ia merasa lebih dekat dengan masa lalunya, tempat ia bisa bernapas lega tanpa dihantui tatapan dingin Ken. Menunggu Ken yang tak kunjung pulang, Salsa akhirnya memutuskan untuk bertindak. Ia harus mencari jawaban atas semua pertanyaan yang berkecamuk di benaknya.Saat Salsa hendak melangkah keluar dari rumah mewah itu, Bi Inah, sang pembantu setia, menghalangi jalannya. "Maafkan saya, Nyonya," ucap Bi Nina dengan nada menyesal. "Tuan Ken sudah berpesan, N
Suasana di meja makan terasa begitu tegang dan canggung. Salsa tidak berani menanyakan apapun lagi, takut memperburuk suasana. Tapi, kejadian semalam dan sikap dingin Ken pagi ini membuatnya sangat sedih. Bahkan di malam pertamanya, Salsa ditinggalkan oleh Ken tanpa penjelasan.Setelah Ken selesai makan, ia bangkit dan pergi meninggalkan meja makan tanpa sepatah kata pun. Salsa tidak bisa menahan diri lagi. Ia mengejar Ken dan memeluknya dari belakang. "Ken, ada apa denganmu? Kenapa kau berubah?" tanyanya dengan nada lirih, berusaha menahan air mata.Ken menghentikan langkahnya, namun tidak berbalik menghadap Salsa. "Habiskan makananmu," jawabnya singkat dan dingin, lalu melepaskan pelukan Salsa dan pergi begitu saja.Salsa tertegun, menatap kepergian Ken dengan air mata yang mulai membasahi pipinya. Ia bingung dan tidak mengerti. Baru beberapa hari lalu, pria ini begitu romantis dan manis padanya. Kenapa sekarang dia berubah menjadi sosok yang dingin dan acuh tak acuh. Apa yang seben







