Share

KEPULANGAN GIAN

Author: Ayashiyaa
last update Last Updated: 2025-08-24 19:44:00

Jantung Salsa berdegup kencang saat mobilnya memasuki pekarangan rumah. Ia menekan klakson beberapa kali agar satpam segera membukakan gerbang. Setelah mobilnya terparkir dengan rapi, Salsa langsung berlari masuk ke dalam rumah, tak sabar untuk bertemu dengan Gian.

"Bi, Gian di mana?" tanya Salsa dengan napas tersengal-sengal kepada Bi Inah yang sedang membereskan meja makan.

"Ada di kamarnya, Non," jawab Bi Inah sambil menunjuk ke arah tangga.

Tanpa menunggu lebih lama, Salsa langsung berlari menaiki tangga menuju kamarnya dan Gian. Setiap langkahnya terasa berat, dipenuhi dengan harapan dan kecemasan. Ia tak tahu apa yang akan menantinya di dalam kamar itu. Apakah Gian akan menyambutnya dengan senyuman, atau justru dengan tatapan dingin seperti biasanya?

Salsa menarik napas dalam-dalam sebelum meraih kenop pintu kamar. Ia memutar kenop itu perlahan, lalu membuka pintu dengan hati-hati. Pemandangan di dalam kamar itu membuatnya terkejut dan bingung.

Salsa membuka pintu kamar perlahan, namun ruangan itu kosong. Hatinya kembali mencelos. "Ke mana lagi dia?" gumamnya lirih.

Dengan langkah ragu, Alea berjalan menuju ruang kerja Gian, ruangan yang jarang ia masuki. Ia memutar kenop pintu dan membukanya.

Di dalam ruangan itu, Gian terlihat sedang duduk di kursi kerjanya sambil berbicara di telepon. Posisi Gian membelakangi Salsa, sehingga ia tidak menyadari kedatangan istrinya.

Tanpa berpikir panjang, Salsa langsung menghampiri Gian dan memeluknya erat dari belakang. Ia menyandarkan kepalanya di punggung Rian, merasakan kehangatan tubuh suaminya yang sangat ia rindukan.

"Aku khawatir banget sama kamu," bisik Salsa lirih di telinga Gian, berharap suaminya itu merasakan betapa ia mencintainya dan betapa ia merindukannya.

Gian tersentak kaget merasakan pelukan Salsa dari belakang. Ia dengan cepat melepaskan pelukan itu, lalu berbalik menghadap Salsa dengan ekspresi tidak suka.

"Aku tutup teleponnya dulu ya, nanti aku telepon lagi," ucap Gian kepada lawan bicaranya di telepon. Ia kemudian mematikan sambungan telepon dengan kasar.

Gian menatap Salsa dengan tajam. "Kenapa kamu masuk nggak ketuk pintu dulu? Apa kamu nggak ngerti sopan santun?" bentaknya dengan nada tinggi.

Salsa mendengar bentakan Gian. Matanya berkaca-kaca menahan air mata. Ia tidak menyangka Rian akan semarah ini hanya karena ia masuk tanpa mengetuk pintu.

"Aku... aku cuma khawatir sama kamu," jawab Salsa lirih dengan suara bergetar. "Aku teleponin dari tadi nggak diangkat-angkat. Aku cuma pengen tahu kamu baik-baik aja."

Gian mendengus kasar. "Khawatir? Kalau khawatir nggak perlu sampai masuk tanpa permisi begini. Ini ruang kerja aku, bukan kamar tidur kamu. Lain kali, ketuk pintu dulu sebelum masuk!"

Salsa semakin terisak mendengar kata-kata kasar Gian. Ia merasa seperti orang asing di rumahnya sendiri. Ia tidak mengerti, mengapa Gian selalu bersikap dingin dan kasar kepadanya. Padahal, ia sangat mencintai Gian dan selalu berusaha menjadi istri yang baik.

Salsa menundukkan kepalanya, air mata mulai membasahi pipinya. Dengan suara bergetar, ia berkata, "Maaf, Aku nggak bermaksud ganggu kamu. Aku cuma khawatir..."

Salsa mencoba meraih tangan Gian, namun Gian dengan kasar menepis tangannya. "Maaf? Maaf aja nggak cukup! Sekarang keluar!" bentak Gian dengan nada yang semakin tinggi.

Salsa sangat terkejut dan ketakutan melihat kemarahan Gian yang begitu besar. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia berbalik dan berlari keluar dari ruang kerja Gian. Ia tidak ingin berlama-lama berada di dekat Gian yang sedang marah.

Dengan langkah tergesa-gesa, Salsa berlari menuju kamarnya. Ia menutup pintu kamar dengan keras, lalu bersandar di balik pintu sambil terisak-isak. Ia tidak mengerti, mengapa Gian selalu memperlakukannya seperti ini. Mengapa Gian selalu marah dan membentaknya? Apa salahnya? Mengapa Gian tidak bisa melihat betapa ia mencintainya?

Salsa merasa sangat sedih dan terluka. Ia merasa seperti tidak berharga di mata Gian. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk membuat Gian mencintainya.

Salsa terisak-isak di balik pintu kamarnya. Air mata terus mengalir deras membasahi pipinya. Ia merasa begitu hancur dan sendirian. Semua kesedihan dan kekecewaan yang selama ini ia pendam, akhirnya meledak menjadi tangisan yang tak terkendali.

Salsa memang selalu memendam semua masalahnya sendiri. Ia tidak pernah menceritakan apa yang ia rasakan kepada siapa pun, bahkan kepada keluarganya sendiri. Walaupun ia memiliki keluarga, namun ia merasa tidak memiliki tempat untuk berbagi.

Ibunya telah lama meninggal dunia. Ayahnya menikah lagi dengan seorang wanita dan memiliki seorang putri lain. Ayahnya sangat menyayangi putranya, sementara Salsa merasa seperti orang asing di rumahnya sendiri.

Salsa menikah dengan Gian karena perjodohan yang diatur oleh ayahnya sebelum ibunya meninggal. Saat itu, Salsa baru berusia 23 tahun, usia yang terlalu muda untuk menikah. Namun, ayahnya bersikeras agar ia segera menikah, karena ia merasa Salsa adalah beban baginya.

Salsa merasa sangat terluka dengan sikap ayahnya itu. Ia merasa tidak dicintai dan tidak diinginkan. Ia merasa seperti tidak memiliki arti apa pun bagi keluarganya.

"Kenapa hidupku seperti ini?" ratap Salsa dalam hati. "Kenapa aku harus menikah dengan orang yang tidak mencintaiku? Kenapa keluargaku tidak pernah peduli padaku? Apa salahku?"

Salsa terus menangis hingga ia tertidur pulas di balik pintu kamarnya. Dalam tidurnya, ia berharap ada seseorang yang datang dan menyelamatkannya dari kehidupan yang penuh dengan kesedihan dan kekecewaan ini.

Salsa terlelap dalam tidurnya yang penuh air mata, hatinya dipenuhi luka yang menganga. Ia tidak memiliki teman dekat, sejak kecil ia selalu bersama Gian. Dulu, Gian adalah sosok yang selalu mendengarkan keluh kesahnya, melindunginya dari segala kesulitan. Salsa selalu merasa aman dan nyaman berada di dekat Gian.

Namun, mengapa Gian yang dulu ia kenal begitu berbeda dengan Gian yang sekarang menjadi suaminya? Mengapa Gian begitu dingin dan kasar kepadanya? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di benaknya, tanpa ada jawaban yang pasti.

Salsa masih ingat dengan jelas kata-kata Gian saat mereka akan menikah, "Jangan harap aku bisa mencintaimu. Aku temanmu, bukan pasanganmu." Kata-kata itu bagai pisau yang menusuk hatinya, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia terpaksa menerima perjodohan itu demi menyenangkan ayahnya.

Sudah satu tahun mereka menikah, namun mereka belum pernah berhubungan suami istri sama sekali. Gian selalu menolak setiap kali Salsa mencoba mendekatinya. Ia selalu tidur di kamar yang berbeda, dan memperlakukan Salsa seperti orang asing di rumahnya sendiri.

Salsa merasa sangat kesepian dan terasingkan. Ia merasa seperti hidup dalam neraka yang tak berujung. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk mengubah situasi ini. Apakah ia harus terus bertahan dalam pernikahan yang tidak bahagia ini, ataukah ia harus menyerah dan mencari kebahagiaannya sendiri?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   KECELAKAAN SALSA

    Pintu bus tertutup, dan bus kembali bergerak. Salsa melihat sekeliling kemana wanita tua tadi. Setelah bus kembali tenang dan sebagian besar penumpang tertidur, Salsa membuka membuka amplop tebal berwarna krem. Amplop itu berbau lavender, aroma yang sangat familiar.Di bagian depan amplop, tulisan tangan yang anggun dan sedikit miring tertulis: "Untuk Salsa, jika suatu hari kamu memutuskan untuk pergi."Jantung Salsa mencelos. Itu adalah tulisan tangan ibunya, yang meninggal lima tahun lalu.Dengan tangan gemetar, Salsa merobek amplop itu. Di dalamnya, ada selembar surat panjang dan sebuah kunci kecil dengan gantungan yang diukir bentuk bunga kamboja.Salsa membaca surat itu dengan mata berkaca-kaca.Anakku tersayang, Salsa,Jika kamu membaca ini, Ibu tahu kamu telah menemukan keberanian untuk memilih dirimu sendiri. Kamu sudah meninggalkan sarang emas yang menyesakkan itu. Maafkan Ibu, Nak. Perjodohan ini adalah kesalahan terbesar yang pernah Ibu buat.Ibu tidak meninggalkanmu tanpa

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   KEPERGIAN SALSA

    Hari-hari berlalu dengan cepat, namun bagi Salsa, setiap hari terasa seperti siksaan yang tak berujung. Sejak malam itu, Gian tidak pernah kembali ke rumah mereka. Salsa memutuskan untuk menelepon Gian. Setelah beberapa dering, akhirnya Gian mengangkat telepon."Ada apa?" tanya Gian dengan nada dingin."Aku sudah menyiapkan surat perceraian," jawab Salsa dengan suara bergetar. "Silakan kamu urus. Aku sudah menyerahkannya kepada pengacaraku."Salsa melanjutkan, "Aku tidak akan menghadiri sidang. Silakan urus semuanya dengan pengacaraku."Gian tidak mengatakan apa pun. Ia hanya terdiam sesaat sebelum akhirnya menutup telepon begitu saja. Salsa menghela napas dalam-dalam. Ia melihat kopernya. Pakaian seadanya, dompet dengan beberapa lembar uang, kartu pribadi miliknya dan ponsel di tangannya. Tanpa perhiasan, tanpa tas mewah, tanpa semua benda yang selama ini menjadi simbol statusnya. Ia benar-benar meninggalkan semuanya.Salsa memesan taksi online melalui aplikasi. Ia bernafas lega sa

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   DUA PILIHAN

    "Ia wanita itu adalah wanita yang sama yang ia lihat dari foto yang di kirim Vani."“G-Gian..." ucap Salsa dengan nada bergetar, nyaris tak terdengar. Kakinya terasa lemas, seolah tidak mampu menopang tubuhnya lagi. Pemandangan di hadapannya terlalu menyakitkan untuk dicerna.Gian, suaminya, memang tidak pernah mencintainya. Pernikahan mereka hanya sebuah perjodohan yang tidak didasari oleh perasaan apa pun. Salsa tahu itu. Namun, apakah pantas ia diperlakukan seperti ini? Apakah pantas ia menyaksikan adegan panas antara Gian dan Gina, selingkuhannya, di depan matanya sendiri?Air mata Salsa semakin deras mengalir di pipinya. Ia merasa harga dirinya diinjak-injak. Ia merasa tidak berharga, tidak dicintai, dan tidak diinginkan.Seolah tidak mendengar suara Salsa, Gian sama sekali tidak menghiraukannya. Dengan angkuh, ia menggandeng tangan Gina, selingkuhannya, dan melangkah masuk ke dalam rumah. Ia bahkan tidak menoleh sedikit pun ke arah Salsa yang berdiri mematung di ambang pintu."A

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   KEDATANGAN GINA KE RUMAH SALSA

    Setelah Gina dan Gian selesai bersiap-siap, mereka turun ke ruang makan untuk sarapan bersama. Suasana di meja makan terasa canggung dan tegang. Keduanya makan dalam diam, sesekali saling melirik.Setelah selesai sarapan, Gian bangkit dari kursinya dan mengambil kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja. Ia menatap Gina dengan tatapan ragu."Kamu yakin mau ikut?" tanya Gian dengan nada khawatir.Gina mengangguk mantap. "Tentu saja. Aku sudah tidak sabar ingin bertemu dengan istrimu."Gian menghela napas panjang. Ia tahu, ia tidak bisa lagi menghindar dari kenyataan. Ia harus menghadapi Salsa dan menyelesaikan masalah ini secepatnya."Baiklah," kata Gian sambil berjalan menuju pintu. "Ayo kita pergi."Gina mengikuti Gian dari belakang. Ia merasa gugup dan bersemangat dalam waktu yang bersamaan. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi di rumah Gian nanti, tapi ia siap menghadapinya.Mobil Gian berhenti tepat di depan gerbang rumahnya. Gina menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan de

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   POV GINA

    Gina tersenyum bahagia mendengar pengakuan Gian. Ia meraih kotak cincin yang tadi diberikan Gian dan membukanya. Cincin berlian itu berkilauan indah diterpa cahaya lampu kamar."Pasangkan di jariku," pinta Gina dengan nada manja, menyodorkan cincin itu pada Gian.Gian dengan senang hati mengambil cincin itu dan memasangkannya di jari manis Gina. Cincin itu pas terpasang, semakin mempercantik jari lentik Gina."Cantik sekali," puji Gian, mengagumi cincin di jari Gina.Gina tersenyum bangga. Ia meraih ponsel Gian yang tergeletak di atas nakas. "Aku mau foto," ucapnya.Gina mengambil beberapa foto tangannya yang memakai cincin itu dari berbagai sudut. Ia tersenyum puas melihat hasilnya."Nanti aku mau posting di sosial media," kata Gina, menatap Gian dengan senyum penuh arti.Gian tersenyum melihat tingkah Gina yang bersemangat. Ia tidak melarangnya, toh ia sudah berjanji untuk menuruti apapun yang diinginkan wanita itu."Silakan saja," jawab Gian dengan nada santai. "Itu kan HP-ku, ters

  • TERPERANGKAP CINTA CEO DINGIN   GIAN MELAMAR GINA

    Gian kembali mendekati Gina, berlutut di samping ranjang. Ia mengulurkan kotak biru itu padanya, matanya berbinar penuh harap."Untukmu," ucap Gian dengan suara yang sedikit bergetar.Gina menatap kotak itu dengan bingung, lalu beralih menatap Gian. Ia bisa melihat ketegangan dan harapan di mata pria yang dicintainya itu. Dengan ragu, ia menerima kotak itu dari tangan Gian."Apa ini?" tanya Gina dengan suara berbisik.Gian tersenyum semakin lebar. "Buka saja," jawabnya.Dengan jantung berdebar kencang, Gina membuka kotak biru itu. Di dalamnya, terbaring sebuah cincin berlian yang berkilauan indah. Mata Gina terbelalak, mulutnya terbuka tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Ia menatap cincin itu, lalu kembali menatap Gian dengan tatapan tak percaya."Gina," ucap Gian, meraih tangan Gina dan menggenggamnya erat. "Maukah kau menikah denganku?"Mata Gina berkaca-kaca menatap cincin berlian di tangannya. Hatinya bergejolak antara bahagia dan ragu. Ia memang mendambakan Gian menjadi mil

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status