Share

Bab 3 Zayver merenggut kesuciannya

Arsana dan Zayver sudah tiba di Papua. Arsana merasa sangat lelah, akan tetapi Zayver malah terlihat sibuk dengan teleponnya. Tak lama, lelaki itu mendatangi Arsana yang sedang tidur dan berpamitan untuk pergi menemui teman-temannya.

"Memangnya kamu tidak lelah, Zayver? Beristirahatlah!" ucap Arsana sembari mengucek matanya.

"Lelah atau tidak apa pedulimu, hah?!" bentak Zayver membuat Arsana cemberut dan menyesal sudah memberi lelaki itu perhatian.

"Aku pergi dahulu!" ujar Zayver seraya mencium bibir istrinya dengan kasar, tak ada kelembutan sama sekali.

Arsana tak membalas ciuman itu, dia juga tidak menghapus jejak bibir sang suami, supaya Zayver cepat-cepat pergi dari sana, karena Arsana sangat tidak nyaman jika ada Zayver di rumah.

Sebab, selain suka marah-marah, Zayver juga tak pernah menunjukkan hal romantis padanya, sehingga sampai saat ini dalam hati Arsana sama sekali belum ada rasa cinta.

Setelah kepergian Zayver, Arsana hendak tidur lagi, akan tetapi dia teringat akan tugasnya dan menggunakan kesempatan itu untuk mencari sekolah di mana Arsana mengajar sebagai Guru Relawan. Dengan menggunakan maps di ponsel, Arsana menuju tempat tujuan seorang diri.

"Tempatnya tidak terlalu jauh dari sini," gumam Arsana seraya terus berjalan.

Sepanjang perjalanan, Arsana berkenalan dengan beberapa warga di sana.

"Ke mana ini, ya?" tanya Arsana bermonolog sendiri menatap dua arah jalan sedangkan maps-nya malah menunjukkan jika dirinya sudah sampai.

Dia lalu mengambil jalan ke kanan, namun, saat sudah jauh berjalan Arsana malah menemui jalan buntu. Setelah itu, dia kembali lagi dan mengingat-ingat jalan yang tadi dia lewati, hingga akhirnya Arsana bertemu dengan seorang lelaki dengan wajah blasteran berpakaian rapi.

Sejak beberapa menit yang lalu lelaki itu memperhatikan Arsana dari dalam mobilnya. Melihat Arsana yang kebingungan, lelaki itu menghampiri Arsana.

"Anda hendak ke mana?"

Arsana sedikit terkejut dengan suara yang tiba-tiba.

"Hmmm, iya, aku ingin ke sekolah ini." Arsana menunjukkan maps di ponselnya.

"Oh ... kebetulan sekali, aku juga akan ke sana." ucap lelaki bernama Edward Michael yang sesungguhnya merupakan Guru Relawan juga di sekolah yang sama dengan Arsana

Edward kembali berkata, "Aku adalah pengajar di sekolah ini. Apa mungkin kamu Guru Relawan yang akan mengajar di sana? Sebab sebelumnya Kepala Sekolah mengatakan akan kedatangan Guru Relawan,"

"Ah, kebetulan sekali. Itu benar, aku Guru Relawan di sekolah ini. Terima kasih, ya, hmmm... bisa tolong antar aku ke sana?"

"Tentu saja. Mari."

Arsana akhirnya dapat bernafas lega setelah berjam-jam tersesat, karena bertemu dengan lelaki yang konon sama-sama pengajar dan mungkin juga seorang Guru Relawan seperti dirinya.

"Nama saya Edward Michael, panggil saya Edward," ucap Edward menyodorkan tangannya untuk bersalaman.

"Nama saya Arsana Putri."

Edward membukakan pintu mobil untuk Arsana, segera menjalankan mobilnya.

Keduanya menuju sekolah seraya berbincang di dalam mobil, memecahkan keheningan.

Saat sampai, Arsana diperkenalkan Kepala Sekolah dan para guru lainnya. Arsana ditugaskan memegang kelas 4 SD dan akan mulai mengajar besok.

"Baiklah, hari sudah mulai gelap, selamat bergabung besok, ya." Kepala Sekolah menyalami Arsana yang tersenyum senang.

Mulai besok, dia akan mengajar di sekolah tersebut, sekaligus memulai investigasinya mengenai kasus yang ditugaskan oleh atasannya.

****

Jam tujuh malam Arsana baru pulang dengan diantar Edward, karena lelaki itu khawatir jika Arsana tersesat lagi seperti tadi. Arsana sempat menolak diantar Edward.Tanpa Arsana duga, Zayver sudah menunggunya di depan rumah sejak tadi, dan langsung marah tatkala Arsana diantar oleh lelaki asing malam-malam.

"Terima kasih, Edward, sudah mengantarku pulang. Sampai bertemu besok pagi di sekolah.” ucap Arsana dengan senyum manis di bibirnya.

“Ya, tidak masalah. Aku tidak keberatan sama sekali.” Edward membalas senyum Arsana.

“Hmmm… sekarang pergilah! Hati-hati dijalan.” suruh Arsana yang langsung dituruti oleh Edward.

Arsana melambaikan tangannya, beranjak masuk ke dalam rumah.

Plak!

Zayver langsung menampar Arsana tanpa aba-aba saat Arsana sudah berada di dekatnya. Lelaki itu sangat marah setelah melihat istrinya pulang dengan laki-laki lain. Ada rasa yang tidak bisa Zayver jelaskan yang membuatnya ingin sekali memaki Arsana.

"Dasar jal*ng!" teriak Zayver kepada Arsana yang memegang pipinya.

Arsana begitu terkejut dengan tamparan yang melayang di pipinya tiba-tiba.

"Kata kamu lelah dan mau tidur saja, akan tetapi apa ini, hah? Kamu pulang malam bersama lelaki asing!"

“Aku-”

Zayver menyeret Arsana dengan kasar. Untuk pertama kalinya, Arsana amat ketakutan melihat kemarahan Zayver. Arsana ingin menjelaskan, akan tetapi dia tak diberi kesempatan, sebab Zayver terus saja menyeret Arsana hingga ke kamar mereka di lantai 2.

Perlahan, air mata Arsana menetes dan membasahi pipinya. Perlakuan Zayver padanya sangat tidak manusiawi, mana ada seorang suami yang menyeret istrinya sampai tubuhnya itu terpingkal-pingkal.

Bayangan Wijaya Kusuma langsung melintas di pikiran Arsana, ternyata lelaki itu bukan hanya menjaminkan bahkan menjual Arsana pada Zayver, tetapi juga menggadaikan nyawanya karena menikahkan Arsana pada lelaki berdarah dingin seperti Zayver.

"Siapa lelaki itu?!" tanya Zayver dengan berteriak.

"Jawab!!" bentaknya lagi.

Arsana terisak-isak, dia menghapus air mata yang kini membasahi seluruh wajahnya dengan kedua tangan. Suara isak nya juga sangat keras, sehingga Arsana kesulitan bicara.

"Aku ingin berkeliling tadi, tetapi malah tersesat dan dia menolongku," ucap Arsana terbata-bata.

"Omong kosong!"

Zayver memukul pintu hingga pintu itu rusak demi menyalurkan amarahnya, setelah itu dia memangku tubuh Arsana dan melemparnya ke atas ranjang.

"Kamu adalah istriku, kamu tidak boleh dekat-dekat dengan lelaki mana pun selain aku!" geram Zayver dan langsung menindih tubuh Arsana, melumati bibir Arsana dengan kasar.

“Apa kamu mendengar perkataanku Arsana!” Zayver menatap tajam Arsana yang berada di bawah tubuhnya.

Lelaki itu dengan kasar lalu melucuti pakaian istrinya yang terlihat lemah hingga terlepas semua, dan dia mulai menggerayangi setiap inci tubuh Arsana dengan penuh nafsu dan amarah yang menjadi satu.

“Tidak, jangan lakukan apa pun kepadaku!” teriak Arsana, begitu ketakutan dengan ulah Zayver.

Zayver tak menjawab perkataan Arsana.

"Stop! Aku tidak mau melakukannya dengan lelaki kejam sepertimu!" teriak Arsana tetapi Zayver tak mendengarnya dan terus melakukan aksi rudapaksa terhadap istrinya.

Zayver membuka seluruh pakaiannya, lalu membungkam mulut Arsana yang meronta-ronta. Gadis itu tak berdaya, tak mampu juga melawan karena tubuh dan tenaga Zayver jauh lebih besar daripada Arsana. Dia hanya bisa menangis dan merasakan getirnya diperlakukan seperti binatang oleh suaminya sendiri.

“Katakan kepadaku, siapa suamimu?” tanya Zayver. Pertanyaan itu seharusnya tidak perlu ditanyakan lagi.

“Kamu,” ucap Arsana dengan terisak

“Sebut namanya!” bentak Zayver.

“Kamu, Zayver” suara Arsana terdengar gemetar.

"Berjanjilah, kamu tidak akan dekat-dekat bahkan berinteraksi dengan lelaki lain lagi!" desis Zayver tepat di telinga Arsana, akan tetapi istrinya itu malah diam, sehingga Arsana kembali menerima tamparan keras. Zayver mencengkram leher Arsana.

"barzanji, atau ... mati."

"Aku ... janji."

Dengan terpaksa, Arsana mengangguk karena takut nyawanya melayang begitu saja di tangan Zayver yang kejam itu. Arsana memejamkan matanya lalu berteriak sekencang-kencangnya karena merasakan sakit tiada tara di area intimnya.

“Ah… Sakit!”

Blass!

Zayver merenggut kesuciannya dengan paksa setelah menyiksa Arsana sedemikian rupa, dan hal itu makin membuat Arsana membenci suaminya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status