Arsana dan Zayver sudah tiba di Papua. Arsana merasa sangat lelah, akan tetapi Zayver malah terlihat sibuk dengan teleponnya. Tak lama, lelaki itu mendatangi Arsana yang sedang tidur dan berpamitan untuk pergi menemui teman-temannya.
"Memangnya kamu tidak lelah, Zayver? Beristirahatlah!" ucap Arsana sembari mengucek matanya."Lelah atau tidak apa pedulimu, hah?!" bentak Zayver membuat Arsana cemberut dan menyesal sudah memberi lelaki itu perhatian."Aku pergi dahulu!" ujar Zayver seraya mencium bibir istrinya dengan kasar, tak ada kelembutan sama sekali.Arsana tak membalas ciuman itu, dia juga tidak menghapus jejak bibir sang suami, supaya Zayver cepat-cepat pergi dari sana, karena Arsana sangat tidak nyaman jika ada Zayver di rumah.Sebab, selain suka marah-marah, Zayver juga tak pernah menunjukkan hal romantis padanya, sehingga sampai saat ini dalam hati Arsana sama sekali belum ada rasa cinta.Setelah kepergian Zayver, Arsana hendak tidur lagi, akan tetapi dia teringat akan tugasnya dan menggunakan kesempatan itu untuk mencari sekolah di mana Arsana mengajar sebagai Guru Relawan. Dengan menggunakan maps di ponsel, Arsana menuju tempat tujuan seorang diri."Tempatnya tidak terlalu jauh dari sini," gumam Arsana seraya terus berjalan.Sepanjang perjalanan, Arsana berkenalan dengan beberapa warga di sana."Ke mana ini, ya?" tanya Arsana bermonolog sendiri menatap dua arah jalan sedangkan maps-nya malah menunjukkan jika dirinya sudah sampai.Dia lalu mengambil jalan ke kanan, namun, saat sudah jauh berjalan Arsana malah menemui jalan buntu. Setelah itu, dia kembali lagi dan mengingat-ingat jalan yang tadi dia lewati, hingga akhirnya Arsana bertemu dengan seorang lelaki dengan wajah blasteran berpakaian rapi.Sejak beberapa menit yang lalu lelaki itu memperhatikan Arsana dari dalam mobilnya. Melihat Arsana yang kebingungan, lelaki itu menghampiri Arsana."Anda hendak ke mana?"Arsana sedikit terkejut dengan suara yang tiba-tiba."Hmmm, iya, aku ingin ke sekolah ini." Arsana menunjukkan maps di ponselnya."Oh ... kebetulan sekali, aku juga akan ke sana." ucap lelaki bernama Edward Michael yang sesungguhnya merupakan Guru Relawan juga di sekolah yang sama dengan ArsanaEdward kembali berkata, "Aku adalah pengajar di sekolah ini. Apa mungkin kamu Guru Relawan yang akan mengajar di sana? Sebab sebelumnya Kepala Sekolah mengatakan akan kedatangan Guru Relawan,""Ah, kebetulan sekali. Itu benar, aku Guru Relawan di sekolah ini. Terima kasih, ya, hmmm... bisa tolong antar aku ke sana?""Tentu saja. Mari."Arsana akhirnya dapat bernafas lega setelah berjam-jam tersesat, karena bertemu dengan lelaki yang konon sama-sama pengajar dan mungkin juga seorang Guru Relawan seperti dirinya."Nama saya Edward Michael, panggil saya Edward," ucap Edward menyodorkan tangannya untuk bersalaman."Nama saya Arsana Putri."Edward membukakan pintu mobil untuk Arsana, segera menjalankan mobilnya.Keduanya menuju sekolah seraya berbincang di dalam mobil, memecahkan keheningan.Saat sampai, Arsana diperkenalkan Kepala Sekolah dan para guru lainnya. Arsana ditugaskan memegang kelas 4 SD dan akan mulai mengajar besok."Baiklah, hari sudah mulai gelap, selamat bergabung besok, ya." Kepala Sekolah menyalami Arsana yang tersenyum senang.Mulai besok, dia akan mengajar di sekolah tersebut, sekaligus memulai investigasinya mengenai kasus yang ditugaskan oleh atasannya.****Jam tujuh malam Arsana baru pulang dengan diantar Edward, karena lelaki itu khawatir jika Arsana tersesat lagi seperti tadi. Arsana sempat menolak diantar Edward.Tanpa Arsana duga, Zayver sudah menunggunya di depan rumah sejak tadi, dan langsung marah tatkala Arsana diantar oleh lelaki asing malam-malam."Terima kasih, Edward, sudah mengantarku pulang. Sampai bertemu besok pagi di sekolah.” ucap Arsana dengan senyum manis di bibirnya.“Ya, tidak masalah. Aku tidak keberatan sama sekali.” Edward membalas senyum Arsana.“Hmmm… sekarang pergilah! Hati-hati dijalan.” suruh Arsana yang langsung dituruti oleh Edward.Arsana melambaikan tangannya, beranjak masuk ke dalam rumah.Plak!Zayver langsung menampar Arsana tanpa aba-aba saat Arsana sudah berada di dekatnya. Lelaki itu sangat marah setelah melihat istrinya pulang dengan laki-laki lain. Ada rasa yang tidak bisa Zayver jelaskan yang membuatnya ingin sekali memaki Arsana."Dasar jal*ng!" teriak Zayver kepada Arsana yang memegang pipinya.Arsana begitu terkejut dengan tamparan yang melayang di pipinya tiba-tiba."Kata kamu lelah dan mau tidur saja, akan tetapi apa ini, hah? Kamu pulang malam bersama lelaki asing!"“Aku-”Zayver menyeret Arsana dengan kasar. Untuk pertama kalinya, Arsana amat ketakutan melihat kemarahan Zayver. Arsana ingin menjelaskan, akan tetapi dia tak diberi kesempatan, sebab Zayver terus saja menyeret Arsana hingga ke kamar mereka di lantai 2.Perlahan, air mata Arsana menetes dan membasahi pipinya. Perlakuan Zayver padanya sangat tidak manusiawi, mana ada seorang suami yang menyeret istrinya sampai tubuhnya itu terpingkal-pingkal.Bayangan Wijaya Kusuma langsung melintas di pikiran Arsana, ternyata lelaki itu bukan hanya menjaminkan bahkan menjual Arsana pada Zayver, tetapi juga menggadaikan nyawanya karena menikahkan Arsana pada lelaki berdarah dingin seperti Zayver."Siapa lelaki itu?!" tanya Zayver dengan berteriak."Jawab!!" bentaknya lagi.Arsana terisak-isak, dia menghapus air mata yang kini membasahi seluruh wajahnya dengan kedua tangan. Suara isak nya juga sangat keras, sehingga Arsana kesulitan bicara."Aku ingin berkeliling tadi, tetapi malah tersesat dan dia menolongku," ucap Arsana terbata-bata."Omong kosong!"Zayver memukul pintu hingga pintu itu rusak demi menyalurkan amarahnya, setelah itu dia memangku tubuh Arsana dan melemparnya ke atas ranjang."Kamu adalah istriku, kamu tidak boleh dekat-dekat dengan lelaki mana pun selain aku!" geram Zayver dan langsung menindih tubuh Arsana, melumati bibir Arsana dengan kasar.“Apa kamu mendengar perkataanku Arsana!” Zayver menatap tajam Arsana yang berada di bawah tubuhnya.Lelaki itu dengan kasar lalu melucuti pakaian istrinya yang terlihat lemah hingga terlepas semua, dan dia mulai menggerayangi setiap inci tubuh Arsana dengan penuh nafsu dan amarah yang menjadi satu.“Tidak, jangan lakukan apa pun kepadaku!” teriak Arsana, begitu ketakutan dengan ulah Zayver.Zayver tak menjawab perkataan Arsana."Stop! Aku tidak mau melakukannya dengan lelaki kejam sepertimu!" teriak Arsana tetapi Zayver tak mendengarnya dan terus melakukan aksi rudapaksa terhadap istrinya.Zayver membuka seluruh pakaiannya, lalu membungkam mulut Arsana yang meronta-ronta. Gadis itu tak berdaya, tak mampu juga melawan karena tubuh dan tenaga Zayver jauh lebih besar daripada Arsana. Dia hanya bisa menangis dan merasakan getirnya diperlakukan seperti binatang oleh suaminya sendiri.“Katakan kepadaku, siapa suamimu?” tanya Zayver. Pertanyaan itu seharusnya tidak perlu ditanyakan lagi.“Kamu,” ucap Arsana dengan terisak“Sebut namanya!” bentak Zayver.“Kamu, Zayver” suara Arsana terdengar gemetar."Berjanjilah, kamu tidak akan dekat-dekat bahkan berinteraksi dengan lelaki lain lagi!" desis Zayver tepat di telinga Arsana, akan tetapi istrinya itu malah diam, sehingga Arsana kembali menerima tamparan keras. Zayver mencengkram leher Arsana."barzanji, atau ... mati.""Aku ... janji."Dengan terpaksa, Arsana mengangguk karena takut nyawanya melayang begitu saja di tangan Zayver yang kejam itu. Arsana memejamkan matanya lalu berteriak sekencang-kencangnya karena merasakan sakit tiada tara di area intimnya.“Ah… Sakit!”Blass!Zayver merenggut kesuciannya dengan paksa setelah menyiksa Arsana sedemikian rupa, dan hal itu makin membuat Arsana membenci suaminya.Plok! Plok! Plok!Suara hentakan menggema di kamar yang menjadi saksi bisu direnggutnya kesucian Arsana yang selama ini dia jaga. Arsana hanya bisa menahan sakit dan perih, sementara Zayver bergelora di atasnya. Penuh nafsu, amarah, dan ... cemburu.Apa benar Zayver merasa cemburu?Kemurkaan seorang suami yang istrinya pulang malam bersama pria lain, apalagi namanya kalau bukan cemburu. Meskipun dalam hati Zayver, dia menyangkal perasaan itu dan menganggap bahwa hal yang wajar jika suami marah saat istrinya berbohong apalagi berkhianat.Rasa gengsi telah menutup mata hatinya, Zayver mencurahkan semua gejolak amarah itu dengan caranya sendiri, yakni menggauli sang istri tanpa ampun, tak peduli jika Arsana kesakitan karena ini adalah pertama kali dia melakukannya.Zayver menciumi seluruh tubuh Arsana dari rambut hingga kaki, lalu kembali memasukkan miliknya kedalam milik Arsana. Terkadang Arsana meronta kesakitan, Zayver akan memukulnya. Rasa sakit Arsana jadi berkali-kali lipat, dan di
Dengan berani, Arsana melangkah menuju gedung itu karena yakin bahwa tempat itu adalah tempat yang menjadi targetnya sekarang. Maka dari itu, Arsana tak mengindahkan perkataan Edward dan berjalan ke sana demi mengetahui, benarkah di dalam gedung tersebut ada perkumpulan mafia? Jika benar, mafia apa? Jiwa detektif Arsana meronta-ronta.Arsana sangat penasaran ada apa di dalam sana dan mengapa warga di sekitarnya tak ada yang berani masuk atau sekadar memeriksa kejanggalan yang sudah jelas-jelas terlihat."Bu Arsana, ayo, kembali saja, jangan macam-macam!" pinta Edward, akan tetapi wanita itu sama sekali tidak menggubrisnya. Dia tidak tahu, kalau bahaya sedang mengintainya.Dan benar saja, belum sempat masuk dari balik tembok gedung itu, tiba-tiba datang sekumpulan orang berjumlah tujuh orang dengan berpakaian serba hitam, menghadang Arsana dan Edward. Mereka memberi peringatan pada dua orang itu, namun Arsana malah menantangnya, membuat tujuh orang itu terpancing emosinya.“Pergi dari
Tubuhnya sedikit melemah, Arsana tidak bisa membiarkan dirinya tumbang saat ini.Arsana tidak ingin preman itu berhasil memakai tubuh nya. Akan sangat mengerikan jika itu terjadi.Arsana menahan rasa sakitnya. Tersenyum miring menatap tajam preman yang memukulnya dengan kayu. Para Preman tatkala ketakutan melihat Arsana yang belum tumbang juga. Kayu berukuran sedang itu tak mampu membuat Arsana pisan. Mereka sangat menginginkan Arsana pingsan, agar bisa memakai tubuh Arsana yang begitu menggoda. Arsana mengambil lalu menodongkan pistol yang sempat terlepas dari tangannya. Dor!Dor!Arsana membunuh semua preman tanpa menyisakan satu orang pun.Arsana menghampiri Edward yang masih saja pingsan. Arsana tidak ingin meninggalkan Edward begitu saja, lelaki itu telah baik padanya.“Edward!” Arsana membangunkannya, tetapi Edward tak kunjung bangun membuat Arsana kebingungan harus berbuat apa."Edward, Edward!" panggil Arsana lagi seraya menepuk-nepuk pipi lelaki itu."Sial! Apa aku tingg
Zayver bangkit dari atas ranjang tanpa berbicara sepatah katapun. Meraih pakaiannya lalu melempar sejumlah uang pada Arsana.Arsana mengepalkan tangannya marah pada perlakuan Zayver yang melempar uang layaknya pelacur. Arsana mengambil uang yang cukup banyak itu. Arsana beranjak dari ranjang, segera membersihkan diri. Rasa ngantuk yang sebelumnya menyerang–tak lagi dirasakannya. Arsana memilih membuka ponselnya, mengabari atasannya untuk segera mengatur tempat yang diingin Arsana. Arsana meminta pada bosnya untuk dibuatkan markas. Banyak rencana yang harus disusun secepat mungkin. Apalagi tugas Arsana sebagai agen bukan hanya satu. **** Setelah berhari-hari renovasi studio yang diinginkan Arsana, sekarang sudah siap. Arsana duduk di depan komputer yang terhubung dengan printer di sampingnya. Arsana terlihat seperti penjaga toko, begitu serius menatap komputer di depannya. Apalagi Arsana bukan hanya sekadar menjaga toko atau guru relawan, Arsana juga harus bekerja sebagai agen
Zayver menurunkan Arsana di atas ranjang. “Zayver, biarkan aku membersihkan diri terlebih dahulu.” Arsana mengira Zayver akan menerkamnya di atas ranjang seperti biasanya, tetapi dugaannya salah. Zayver kembali mengangkat Arsana membawanya ke dalam kamar mandi.Arsana menatap punggung Zayver dengan tatapan tak percaya. Zayver menyuruh Arsana membersihkan diri lalu tidur setelah makan malam. Lelaki itu tidak melakukan apa pun padanya, hanya mengobati luka lecet di kaki Arsana dan pergi begitu saja. ****Pada keesokan harinya, Arsana telah kembali bekerja.Berangkat pada pagi hari, seperti biasanya menjadi guru relawan, lalu pergi ke studio foto setelah pulang mengajar pada siang hari. Setelah tiba di studio Arsana masuk ke dalamnya, tetapi untuk saat ini Arsana masih menutup rolling door di tokonya. Ada sesuatu yang harus Arsana kerjakan. Arsana mulai masuk ke sebuah ruangan yang seharusnya dijadikan kamar tidur, tetapi karena tidak tinggal di sana–sehingga Arsana merubahnya me
“Zayver,” Arsana meminta Zayver untuk berhenti. Arsana terlalu penasaran dengan darah yang ada di tangannya. Jika itu darah miliknya tidak mungkin Arsana tidak merasakan sakit. “Diamlah! Dan ikuti permainanku.” bentak Zayver“tapi-” Lagi-lagi Zayver membungkam Arsana dan melepaskan semua yang menempel di tubuh Arsana. Arsana menautkan keningnya, melihat Zayver tak seperti biasanya. Zayver tidak melepaskan pakaian hitam yang kini sedang dipakainya. Apa yang terjadi dengannya?Arsana terus bertanya-tanya, menatap ke arah dada Zayver tetapi sialnya baju hitam itu tidak bisa memperlihatkan apa yang ingin Arsana lihat. Arsana menjulurkan tangannya hendak menyentuh dada Zayver. Bless! “Ah!” Zayver telah lebih dahulu menghentakkan beda yang telah mengeras itu ke dalam milik Arsana. Zayver mencengkram erat tangan Arsana yang ingin menyentuhnya. Dalam keadaan terluka, Zayver berusaha keras untuk menyembunyikan luka gores yang disebabkan oleh pisau. Zayver tidak ingin Arsana mengeta
"Aku sudah memberitahumu, kau melupakannya ciuman dariku. Sekarang pergilah!" titah Zayver, memberikan sebuah kunci mobil ke tangan Arsana, setelah selesai mencium bibir Arsana. Arsana melihat kunci mobil, matanya membesar melihat kunci mobil yang Arsana tahu jika mobil yang diberikan Zayver adalah mobil anti peluru."Zayver ini—" perkataan Arsana terpotong dengan ucapan Zayver."Pakai mobil ini dan jangan pulang melewati jam yang aku tentukan. Untuk beberapa hari ini, aku harus kembali pulang. Ada urusan kantor yang harus aku selesaikan di sana, dan aku akan kembali ke sini lagi setelah selesai. Jadi aku tidak akan mengajakmu pulang. Kita akan tinggal cukup lama di sini."Arsana seperti mendapatkan lotre, inilah kesempatan yang Arsana tunggu. Arsana memasang wajah tanpa ekspresi apa pun, walaupun di dalam hatinya ingin sekali berjingkrak-jingkrak karena Zayver akan pulang ke kotanya terlebih dahulu."Jadi, aku sendirian di sini?" Arsana berpura-pura seolah-olah tidak mau ditinggal s
Arsana masih sibuk berada di ruangan rahasia, bahkan studio foto tidak dibuka olehnya. Arsana masih berusaha mencari bukti yang harus di dapatkannya. Mata Arsana tiba-tiba tak sengaja melihat burger yang ada di samping laptop dengan gambar burger yang ada di laptopnya. Gambar burger yang di laptopnya adalah burger pertama saat di restoran dan burger yang di sampingnya saat ini adalah burger kedua. Arsana melihat burger yang ada di dalam laptop tersebut sangat berbeda dengan yang dibawa pulang olehnya. “Ternyata mereka punya dua bahan utama? mengapa aku baru kepikiran sekarang.” monolog Arsana, sambil terus menatap burger yang ada di dalam laptopnya. Burger itu terlihat pucat keabu-abuan, sedangkan daging sapi yang ada di dalam burger kedua terbuat dari daging sapi asli.Arsana tersenyum senang, tidak sia-sia seharian berada di ruang rahasia nya. ****Arsana telah tiba di vila milik Zayver, mata Arsana membulat melihat apa yang ada di hadapannya saat ini.“Arsana!” Matteo terkejut