Mendekati masa peralihan musim, suhu udara di Lembang bisa mencapai 13 derajat celcius akhir-akhir ini.
Terlebih saat malam hari tiba maka cuaca akan terasa sangat dingin.
Tak ada bedanya dengan pagi ini.
Bahkan awan mendung sudah menggelayut di langit sejak kedatangan Gibran dan Mirella ke tempat itu malam tadi.
Pagi ini tak ada cahaya matahari yang menyinari kota Bandung, yang ada hanya kabut tebal dan awan hitam yang bergulung-gulung di langit.
Gibran semakin merapatkan selimutnya.
Diliriknya sekilas ke arah seseorang yang masih tertidur pulas di sampingnya.
Perlahan, Gibran merubah posisi tidurnya menyamping, menghadap Mirella hingga posisi mereka jadi berhadapan.
Wajah Mirella yang begitu dekat membuat Gibran leluasa menatapnya.
Lelaki itu tak menyangka jika Miminya bisa menjelma menjadi seorang wanita cantik seperti
"Apa tawaranmu untuk menikah denganku dahulu masih berlaku? Aku sudah cantik sekarang. Aku tidak perduli dengan semua kekurangan yang kamu miliki. Yang aku tahu, aku mencintaimu... Sejak dulu..."Gibran sempat tertegun beberapa saat sampai akhirnya lelaki itu berkata, "kalau memang kamu mencintaiku, kenapa kamu terus menghindariku kemarin-kemarin?" balas Gibran cepat.Kali ini gantian Mirella yang terdiam."Jawab Mimi!" ucap Gibran tidak sabaran.Kepala Mirella yang tadinya tertunduk perlahan mendongak, menatap lurus bola mata Gibran."Sejak berita mengenai pernikahanmu dengan Gaby tersiar di berbagai media massa dan aku mengetahuinya, aku sadar, detik itu juga semua harapanku pupus. Hancur berkeping-keping. Lagi pula, siapa aku ini? Aku hanya seorang wanita hina yang kotor. Tidak seharusnya aku bermimpi terlalu tinggi,"
Lenguhan panjang terdengar saling bersahutan tatkala kedua insan manusia yang saling bertindihan di atas ranjang itu sama-sama mencapai pelepasannya.Sorot terang cahaya lampu kamar memantulkan sinar dari tubuh mereka yang berkeringat.Gibran mendekap tubuh Mirella semakin kuat seiring dengan siksaan kenikmatan yang menguasai dirinya. Miliknya sudah semakin dalam terbenam di bawah sana menghadirkan sensasi kenikmatan tiada tara.Ini pengalaman pertama dalam hidup Gibran.Pengalaman yang mungkin tak akan terlupakan seumur hidupnya di kala dia tahu bagaimana rasanya berhubungan intim dengan lawan jenis.Mirella telah memberinya sesuatu yang tak pernah Gibran dapatkan dari wanita lain.Wanita mana pun.Yakni, ketulusan hati dan cinta yang sebenarnya."Aku mencintaimu, Mimi..." bisik Gibran dengan napas terengah-engah. Tubuhnya ambruk di atas
"Cukup, buat Gaby berada dalam bahaya, maka Theo pasti akan keluar," ucap Mirella saat itu.Gaby mengerutkan kening. "Apa hubungannya Theo sama gue?" tanyanya cepat tanpa merubah posisi duduknya. Gaby menatap Mirella dengan tatapan yang menunjukkan ketidaksukaan yang nyata."Karena Theo menyukaimu, Gaby," jawab Mirella setelahnya dengan tatapan yang masih tertuju lurus ke wajah Gaby.Gaby tertawa hambar. "Darimana lo tahu? Theo sering curhatkah sama lo?" tanya Gaby meremehkan, dia tidak percaya dengan apa yang dikatakan Mirella. Hal itu terdengar seperti sebuah lelucon baginya."Aku dan Theo tidak dekat. Aku tahu hal itu karena aku pernah mendengar pembicaraan antara Theo dengan Freddy," beritahu Mirella selanjutnya.Tawa Gaby surut bahkan senyuman di wajah cantiknya sirna dalam sekejap. Sepertinya, Mirella ini memang serius dengan apa yang dia katakan tentang Theo, pikir Gaby membatin.
Awalnya, Gibran hanya berniat untuk mengantar Reno ke kamar tamu, tapi ternyata, Reno malah mengajaknya untuk berbincang-bincang sejenak.Malam itu, ditemani dua cangkir kopi panas, Reno dan Gibran mengobrol di pendopo taman belakang Villa."Kita perlu melakukan sesuatu Gib," ucap Reno memecah kesunyian di antara mereka."Untuk?" tanya Gibran setelah menyesap kopinya."Untuk memancing Theo keluar," balas Reno cepat."Jujur ya Ren, gue sebenernya nggak setuju dengan ide Mirella untuk membuat Gaby berada dalam bahaya demi memancing Theo keluar. Mana ada sih suami yang mau istrinya berada dalam bahaya?" tutur Gibran meluapkan kekhawatirannya.Reno berusaha memaklumi.Keduanya kembali larut dalam pikiran masing-masing.Hingga setelahnya Gibran teringat sesuatu."Dua hari setelah lo sama Frans adu jotos di kampus, Frans dat
"Jangan pergi..." bisik Gaby memohon.Hingga setelahnya, tangis Gaby pecah dihadapan Gibran.Wanita itu melepas cekalan tangannya dan menutup wajahnya dengan kedua tangan. Bahunya berguncang hebat karena tangis yang semakin merebak. Kepala Gaby tertunduk dalam.Gaby menyesal.Dia benar-benar menyesal telah berbuat jahat pada Gibran selama ini.Gibran mendekat dan meraih tubuh Gaby ke dalam pelukannya.Gaby tidak menolak. Dia justru membalas pelukan Gibran lebih erat. Membenamkan dalam-dalam wajahnya di balik dada Gibran."Ma-af..." gumam Gaby dengan suara parau. Deraian air matanya terus mengalir seolah tak mau berhenti. Sepertinya, ini bukan waktu yang tepat untuk Gaby mengatakan tentang Mirella pada Gibran terlebih Gaby memang tidak memiliki bukti apapun yang menunjukkan indikasi jahat Mirella terhadap dirinya. Gibran pasti tidak akan mempercayainya. Jad
"Aku tahu caranya," kata Gaby. "Bagaimana?" Gibran bangkit dari pangkuan Gaby dan menunggu Gaby melanjutkan kalimatnya. "Tadi, aku sudah menghubungi mantan-mantanku yang kebetulan tinggal di Indonesia saat ini. Aku ingin mengadakan reuni kecil-kecilan bersama mereka, di apartemenku..." ucap Gaby memberitahukan rencananya pada Gibran yang langsung disambut dengan gelengan kepala oleh lelaki itu. Kenyataan bahwa Gaby masih Virgin cukup membuat Gibran terkejut. Tapi dengan alasan yang telah dikemukakan Gaby kepadanya malam ini, pun tentang cerita rahasia masa lalu yang Gaby ungkap setelah sebelumnya berhasil dia simpan rapat-rapat dari dunia, cukup membuat Gibran percaya dengan pengakuan itu. Terlebih dengan keberadaan Theo di sekitar Gaby selama ini. "Aku nggak setuju, Gab! Itu terlalu beresiko. Aku tau siapa mereka, aku nggak mau kamu sampai kenapa-napa," kata Gibran menyampaikan rasa
Pagi harinya, Gaby bangun lebih dulu dari pada Gibran. Percakapan panjang yang terjadi antara dirinya dengan Gibran semalam, terasa membekas di hati Gaby.Walau menyakitkan, tapi Gaby berusaha untuk menerima apa yang menjadi keputusan Gibran dengan lapang dada. Gaby tahu kalau sejak dulu, Gibran bukan tipikal lelaki pengobral cinta.Sosok Gibran di mata Gaby adalah sosok lelaki yang bertanggung jawab dan memegang teguh janji yang telah dia ucapkan.Gibran itu tipe laki-laki setia bukan pengkhianat cinta.Jika kini Gibran memutuskan untuk memilih Mirella, itu hak Gibran. Gaby tidak memiliki secuil pun alasan untuk melarang apalagi marah atas tindakan Gibran.Siapa yang menanam benih, maka dia pula yang akan menuainya.Gaby sudah melukai perasaan Gibran, membuat lelaki itu kecewa hingga akhirnya Gaby pula yang harus menuai akibat dari perbuatannya, yaitu kehilangan kesempata
Gaby dan Gibran keluar dari kamar dengan penampilan fresh sehabis mandi.Mereka hendak sarapan.Untungnya cuaca pagi ini tidak semendung kemarin. Meski hanya mengintip malu-malu, tapi setidaknya ada sedikit sinar matahari yang menyinari Lembang pagi ini.Hal itu membuat Gaby dan Gibran semakin bersemangat untuk menyambut hari.Mereka terus saja bercengkrama menuju meja makan yang ternyata, sudah dihuni lebih dulu oleh dua orang lain.Yakni Reno dengan Mirella.Senyuman di wajah Gaby dan Gibran yang terus terkembang membuat Reno jadi terheran-heran. Itu tandanya, sepasang suami istri ini sudah akur? Secepat itu?"Wah, kehabisan sarapan kayaknya kita Gab?" ucap Gibran yang mengambil posisi duduk di sebelah Mirella sementara Gaby duduk di sebelah Reno."Bener tuh, porsi makan Renokan banyak," timpal Gaby sambil cekikikan.