Home / Urban / THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan / Bab 20 - Misi Pertama- Part I

Share

Bab 20 - Misi Pertama- Part I

Author: Aljum'ah R
last update Last Updated: 2025-02-12 18:00:31

Langit malam di New York terlihat kelabu, dipenuhi kilauan lampu kota yang tidak pernah tidur. Di luar gedung pencakar langit tanpa nama, Mr. Patriot berdiri dengan tenang, menatap ke kejauhan. Rapat rahasia bersama para The Line baru saja berakhir, dan seperti biasa, ia meninggalkan kesan mendalam di setiap peserta yang hadir.

Di sisi lain, jauh dari pusat kota New York, di tengah fasilitas Akademi Heptagon, Thomas dan teman-temannya Alex, Diego, dan Flynn baru saja menyelesaikan sesi pelatihan fisik dan mental yang membuat siapapun akan menjerit. Sisa-sisa rapat itu perlahan menyusup ke dalam kehidupan mereka, meskipun mereka belum mengetahuinya.

Di dalam ruang taktis akademi, George Simbian berdiri di depan meja panjang yang dipenuhi peta dan dokumen rahasia. Matanya yang tajam mengamati setiap detail informasi yang diberikan oleh Claudia Esteban, The Line 107. Ia tahu bahwa ini bukan sekadar masalah kecil. Ini adalah ujian untuk membuktikan apakah lulusan akademi benar-benar siap menghadapi dunia nyata.

Keesokan paginya, alarm keras kembali membangunkan seluruh siswa. Thomas membuka matanya dengan berat, tubuhnya masih terasa pegal akibat latihan hari sebelumnya. Namun, ada sesuatu yang berbeda kali ini.

Mereka semua diarahkan ke aula utama, tempat George Simbian berdiri di atas podium dengan ekspresi serius.

"Dengar baik-baik," katanya dengan nada dingin. "Hari ini, beberapa dari kalian akan menerima misi pertama kalian di luar akademi."

Desas-desus langsung memenuhi ruangan. Beberapa siswa terlihat antusias, sementara yang lain tampak tegang.

George melanjutkan, "Ini bukan ujian simulasi. Ini adalah dunia nyata. Kesalahan sekecil apa pun akan berarti kematian."

Thomas merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. Ia menatap Alex, yang tampak penuh semangat, sementara Diego hanya tersenyum kecil dengan ekspresi percaya diri.

Flynn, yang berdiri di belakang mereka, berbisik, "Sepertinya kita akan dipilih!".

Thomas hanya mengangkat bahu, tetapi jauh di dalam dirinya, ia merasa bahwa sesuatu yang besar sedang menunggu mereka.

Sore harinya, Thomas dan teman-temannya dipanggil ke ruang briefing. Di dalam ruangan itu, George Simbian dan Claudia Esteban sudah menunggu mereka. Peta besar Kosta Rika terpampang di meja, dikelilingi oleh dokumen dan foto.

"Duduk," kata George dengan nada memerintah.

Mereka duduk tanpa banyak bicara, memperhatikan Claudia yang mulai menjelaskan situasinya.

"Kelompok paramiliter ini sudah terlalu jauh," kata Claudia sambil menunjuk beberapa titik di peta. "Mereka tidak hanya mengganggu jalur perdagangan kita, tetapi juga mencoba menghancurkan fasilitas penyimpanan kita di perbatasan."

Ia melanjutkan, "Kami butuh tim kecil untuk menyusup, mengidentifikasi pemimpin mereka, dan menghancurkan operasi mereka dari dalam."

George memandang ke arah Thomas dan teman-temannya dengan tajam.

"Kalian adalah tim yang dipilih untuk misi ini. Ini bukan sekadar ujian. Ini adalah hidup dan mati."

Thomas menelan ludah. Alex terlihat bersemangat, tetapi Diego hanya mengangkat alisnya. Flynn, di sisi lain, tampak lebih fokus dari biasanya.

"Kalian akan menyusup dengan identitas palsu," lanjut George. "Flynn akan menjadi otak digital kalian. Thomas dan Diego akan bertugas di lapangan, sementara Alex akan menjadi penghubung antara kalian dan Flynn."

Claudia menambahkan, "Kelompok ini sangat terorganisir. Jangan pernah meremehkan mereka. Jika kalian gagal, itu berarti kematian."

Persiapan untuk Misi

Malam itu, mereka mulai mempersiapkan diri. Setiap anggota tim menerima identitas baru, lengkap dengan dokumen palsu yang sangat meyakinkan.

Flynn sibuk dengan laptopnya, meretas sistem untuk menciptakan gangguan yang akan membantu penyusupan mereka. Alex mempelajari peta lokasi dengan seksama, sementara Diego memeriksa persenjataan yang mereka terima.

Thomas, yang bertugas sebagai pemimpin lapangan, merenungkan tanggung jawab besar yang ada di pundaknya. Ini adalah misi pertama mereka, dan ia tahu bahwa mereka tidak boleh gagal.

Alex menepuk bahunya. "Hei, jangan terlalu tegang. Kita sudah dilatih untuk ini."

Thomas tersenyum kecil. "Aku tahu. Tapi ini bukan lagi simulasi, Alex. Jika kita gagal, itu bukan hanya kita yang mati."

Perjalanan ke Kosta Rika

Mereka melakukan perjalanan melalui jalur gelap, menghindari perhatian otoritas resmi. Perjalanan itu penuh ketegangan, tetapi mereka berhasil tiba di Kosta Rika tanpa insiden berarti.

Setibanya di sana, mereka menyewa sebuah rumah kecil di pinggiran kota sebagai markas sementara. Flynn segera mulai bekerja, meretas sistem keamanan kamp musuh dan memantau komunikasi mereka.

"Aku butuh waktu untuk menemukan celah," kata Flynn sambil mengetik cepat di laptopnya.

Diego duduk di sofa, membersihkan senjatanya. "Kau punya waktu, Flynn. Tapi jangan terlalu lama."

Alex berjalan mondar-mandir, memeriksa peralatan komunikasi mereka. Sementara itu, Thomas berdiri di dekat jendela, mengamati lingkungan sekitar dengan penuh waspada.

"Kita mulai besok," katanya akhirnya. "Pastikan semuanya siap."

Penyusupan ke Kamp Paramiltier

Hari berikutnya, tim mulai bergerak. Flynn berhasil menciptakan gangguan di sistem keamanan kamp, membuka celah bagi Thomas dan Diego untuk masuk.

Thomas dan Diego bergerak dengan hati-hati, mengenakan pakaian penyamaran yang membuat mereka terlihat seperti anggota kelompok paramiliter. Mereka berhasil melewati beberapa pos penjagaan tanpa dicurigai.

Di luar kamp, Alex tetap menjaga komunikasi, memberikan informasi terbaru kepada mereka melalui alat komunikasi.

"Pos penjagaan berikutnya hanya memiliki dua orang," kata Alex melalui headset. "Kalian bisa melewatinya tanpa masalah."

Namun, saat mereka mendekati pusat kamp, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Salah satu penjaga mulai curiga dan mendekati mereka. Thomas dengan cepat mengambil inisiatif, berbicara dalam bahasa lokal untuk mengalihkan perhatian penjaga.

"Kami baru ditugaskan ke sini," katanya dengan nada tenang.

Penjaga itu tampak ragu-ragu, tetapi akhirnya membiarkan mereka lewat. Diego memberikan isyarat kecil kepada Thomas, mengagumi improvisasinya.

Saat menyusup lebih dalam, mereka menemukan bahwa kelompok paramiliter ini tidak sekuat yang mereka kira. Ada ketegangan internal di antara para anggotanya, terutama mengenai kepemimpinan mereka.

Thomas memanfaatkan ini untuk membangun hubungan dengan beberapa anggota yang tidak puas dengan kebijakan pemimpin mereka saat ini. Ia mendekati seorang anggota bernama Raul, yang tampaknya memiliki masalah dengan pemimpin mereka.

"Aku tahu bagaimana rasanya bekerja untuk seseorang yang hanya peduli pada dirinya sendiri," kata Thomas dengan nada empati.

Raul mengangguk. "Pemimpin kami tidak tahu apa yang dia lakukan. Dia hanya membuat semuanya lebih buruk."

Informasi ini memberi tim keunggulan taktis yang mereka butuhkan untuk merencanakan serangan mereka.

Setelah mengumpulkan cukup informasi, tim mulai menyusun rencana untuk menjatuhkan pemimpin kelompok itu. Flynn menciptakan gangguan besar di sistem komunikasi mereka, sementara Alex memastikan bahwa jalur pelarian mereka tetap terbuka. Thomas dan Diego memimpin serangan langsung ke pusat komando, menghadapi perlawanan sengit dari para penjaga. Pertempuran berlangsung sengit, dengan tembakan yang memekakkan telinga dan ledakan yang mengguncang tanah.

Akhirnya, mereka berhasil menangkap pemimpin kelompok itu dan menghancurkan operasi mereka. Namun, kemenangan itu tidak tanpa pengorbanan. Thomas terluka di bahu, sementara Diego mengalami cedera ringan di kaki. Mereka kembali ke markas sementara dengan tubuh lelah tetapi hati penuh kepuasan. Misi pertama mereka telah selesai, tetapi mereka tahu bahwa ini baru permulaan.

Di akademi, George Simbian menerima laporan dari mereka dengan senyuman kecil. "Kalian telah membuktikan bahwa kalian bukan hanya siswa. Kalian adalah aset."

Namun, di balik pujian itu, ada pesan tersembunyi yang jelas tantangan yang lebih besar sedang menunggu mereka.

----------------->Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 36 - Tim Kematian - Part 01

    Langit mulai berubah menjadi warna jingga saat senja menjelang. Angin dingin berembus melewati lapangan akademi, membawa keheningan yang terasa semakin berat. Di tengah area terbuka itu, Thomas berdiri berhadapan dengan Alex, Diego, dan Flynn tiga sosok yang dulu ia kenal sebagai teman seperjuangan, tetapi kini telah menjadi sesuatu yang lebih. Thomas tidak segera berbicara. Matanya menyapu wajah mereka satu per satu, mencoba menemukan jejak masa lalu di balik perubahan besar yang kini terpampang di hadapannya. Namun, yang ia lihat adalah sesuatu yang lebih kuat, lebih tajam mereka bukan lagi hanya sekadar rekan, mereka adalah saudara dalam peperangan. Alexlah yang pertama melangkah maju, dengan ekspresi percaya diri yang tetap sama seperti dahulu. Namun, ada sesuatu yang berbeda dalam caranya menatap Thomas. Bukan hanya rasa hormat, tetapi juga kebanggaan. "Jadi, kau akhirnya kembali." Suara Alex terdengar mantap, tanpa keraguan sedikit pun. Thomas mengangguk pelan. "Aku tidak pe

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 35 - Transformasi Thomas - Part 04

    Ia menghindari pukulan lurus dengan gerakan slipping, memiringkan kepala hanya beberapa inci dari tinju George.Hook kanan datang cepat, tetapi Thomas mengangkat sikunya untuk menangkis, merasakan benturan yang nyaris mematahkan tulangnya.Saat tendangan putar melesat, Thomas melompat mundur, menggunakan momentum George untuk memperhitungkan serangan balasan.Dan di situlah momen itu datang.Saat sikutan George mengarah ke lehernya, Thomas menurunkan tubuhnya, merendah, lalu meluncurkan uppercut langsung ke ulu hati George.DUG!Untuk pertama kalinya, George terdorong mundur.Thomas tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan kecepatan yang ia pelajari dari pertarungan ke-99, ia menyerang balik.Elbow strike ke rahang.Tendangan rendah ke lutut.Sebuah pukulan straight ke arah dada.Namun, George bukan lawan yang mudah. Saat serangan ketiga hampir mengenai, George tiba-tiba berbalik, menggunakan energi Thomas sendiri untuk menjatuhkannya dengan teknik grappling.Thomas terhuyung, teta

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 34 - Transformasi Thomas - Part 03

    Serigala itu tidak sendiri. Ada lima ekor lain yang mengintainya dari balik pepohonan.Thomas tahu bahwa ia harus bertarung.Ia mengambil tongkat besar yang terbakar di ujungnya dan mengayunkannya ke arah serigala pertama. Hewan itu mundur, tetapi lima lainnya bergerak mendekat. Ia tidak bisa melawan mereka semua.Pilihannya hanya satu "Lariiiii."Dengan cepat, ia berbalik dan berlari melewati hutan, napasnya tersengal. Ia melompati akar pohon, menerobos semak-semak, sementara suara cakar-cakar tajam mendekatinya dari belakang. Ia tidak bisa berhenti.Setelah hampir satu menit penuh berlari, ia melihat celah sempit di antara dua batu besar. Tanpa berpikir panjang, ia meluncur masuk dan menekan tubuhnya ke dalam ruang kecil itu. Serigala-serigala itu berhenti di luar, menggeram marah, tetapi tak bisa menjangkaunya.Ia menunggu, menahan napas, hingga akhirnya suara mereka menghilang.Malam itu, ia tidak bisa tidur. Ia menyadari satu hal: tempat ini tidak akan memberinya belas kasihan. J

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 33 - Transformasi Thomas - Part II

    Ia menggoreskan bilahnya ke telapak tangannya sendiri. Darah segar menetes ke dalam gelas kosong di tengah mereka.Tanpa ragu, Flynn mengambil pisau itu dan mengikuti, menyayat telapak tangannya sendiri sebelum meneteskan darahnya ke dalam gelas. "Setiap misi, setiap pertempuran, setiap kejatuhan… kita tetap satu."Alex, dengan tatapan penuh tekad, mengulangi ritual yang sama. "Kita tidak akan pernah berdiri sendirian. Kita adalah satu jiwa dalam empat tubuh."Akhirnya, Thomas mengambil pisau itu, merasakan dinginnya baja di kulitnya sebelum menyayat telapak tangannya sendiri. Darahnya bercampur dengan darah saudara-saudaranya, mengukuhkan sumpah yang lebih kuat dari sekadar kata-kata.Ia mengambil gelas itu, memutarnya pelan sebelum meneguknya. Darah hangat mengalir di tenggorokannya, bukan sebagai simbol kelemahan, tetapi sebagai bukti tak terbantahkan bahwa mereka telah memilih jalan yang sama. Tanpa ragu, gelas itu berpindah ke Alex, lalu ke Diego, dan terakhir ke Flynn. Mereka me

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 32- Transformasi Thomas - Part I

    Setelah berminggu-minggu menjalani latihan intensif di akademi, Thomas mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Ia menjadi lebih cepat, lebih kuat, dan lebih waspada. Namun, dalam setiap latihan, ia juga mulai menyadari batasannya. Meskipun telah melalui berbagai skenario pertempuran, Thomas tahu bahwa ia masih jauh dari kata siap untuk menghadapi ancaman Black Dawn yang sesungguhnya.Sebuah komunikasi rahasia terjadi di salah satu markas Heptagon. Mr. Ice, salah satu The Council, telah berbicara dengan George Simbian secara langsung."Anak itu punya potensi," kata Mr. Ice dengan suara dingin khasnya. "Tapi dia belum siap. Jika dia ingin bertahan dalam perang berikutnya, dia harus menjadi lebih dari sekadar prajurit biasa."George menyilangkan tangan. "Kau ingin aku melatihnya secara khusus?""Ya. Tapi aku tidak ingin kau menawarkan diri. Jika Thomas benar-benar siap, dia akan datang kepadamu sendiri."George mengangguk paham. "Baik. Jika dia cukup cerdas untuk menyadari kelemahannya,

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 31 - Bayangan dan Ancaman- Part II

    Thomas tersenyum, tetapi ia tahu ada kebenaran dalam ucapan mereka. Ia memang berubah. Setelah melihat kematian, menyaksikan bagaimana Heptagon mengendalikan dunia kriminal, dan mengalami langsung pertarungan brutal, ia tidak bisa kembali menjadi siswa biasa yang hanya menjalani pelatihan tanpa memahami konsekuensinya.Keesokan harinya, Thomas kembali ke rutinitas akademi tetapi dengan nuansa yang berbeda. Di lapangan latihan, setiap tatapan yang diarahkan padanya terasa berat. Sebagian besar siswa lain melihatnya dengan rasa hormat, beberapa dengan iri, dan yang lain dengan waspada.Tidak seperti biasanya, Saat sesi Latihan kali ini, George Simbian adalah instruktur hari itu menggantikan Antonov, dan dia telah menanti terlebih dahulu dilapangan. "Hayooo….berkumpul lebih cepat, PARA BAJINGAN, kalian fikir kita sedang-piknik". Mendengar teriakan George. para siswa panik, berlari dan segera cepat membentuk barisan. Diego mendengar suara yang tidak asing baginya, spontan menepuk jidatn

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status