共有

Bab 21- Misi Pertama- Part 02

作者: Aljum'ah R
last update 最終更新日: 2025-02-12 18:01:29

Kembali ke Akademi

Langit pagi di Akademi Heptagon terlihat cerah saat Thomas, Alex, Diego, dan Flynn turun dari helikopter yang membawa mereka kembali dari Kosta Rika. Wajah mereka tampak kelelahan, tetapi ada rasa puas dan bangga yang tidak bisa disembunyikan.

Di depan hangar, Claudia Esteban (The Line 107) sudah menunggu mereka. Wanita itu mengenakan setelan putih elegan dengan senyum penuh arti di wajahnya. George Simbian berdiri di sisinya, seperti biasa dengan ekspresi tegas tanpa emosi.

"Selamat datang kembali," kata Claudia dengan nada lembut. "Kalian berhasil menyelesaikan misi yang tidak mudah."

George mengangguk kecil. "Hasilnya memuaskan. Tapi jangan terlalu besar kepala. Ini baru permulaan."

Thomas dan teman-temannya hanya menjawab dengan anggukan hormat. Meski sudah lelah, mereka tahu bahwa apa pun yang dikatakan oleh dua pemimpin ini tidak boleh dianggap remeh.

Claudia memberi isyarat kepada mereka untuk mengikutinya. "Kami telah menyiapkan jamuan kecil untuk kalian. Anggap ini sebagai apresiasi atas kerja keras kalian."

Mereka dibawa ke sebuah ruang makan eksklusif di dalam akademi yang biasanya hanya digunakan oleh para pemimpin. Meja panjang penuh dengan hidangan mewah: daging sapi wagyu, salmon asap, anggur kelas atas, dan berbagai makanan penutup yang menggiurkan.

Claudia duduk di ujung meja, mempersilakan mereka untuk duduk. "Makanlah. Kalian layak mendapatkannya."

Diego langsung mengambil sepotong steak dengan senyum lebar. "Ini adalah makanan terbaik yang pernah aku lihat sejak masuk akademi."

Flynn menambahkan sambil mengunyah pelan, "Aku bahkan lupa bagaimana rasanya makan seperti manusia normal."

Alex tertawa kecil. "Mungkin ini salah satu cara mereka membuat kita tetap patuh."

Thomas hanya tersenyum tipis, tetapi ia tetap fokus pada suasana di sekitarnya. Ia tahu bahwa Claudia tidak hanya ingin mengucapkan selamat.

Setelah beberapa menit, Claudia meletakkan gelas anggurnya dan menatap mereka dengan serius.

"Aku harus mengatakan, kalian telah membuktikan diri sebagai tim yang luar biasa."

Ia bersandar sedikit ke belakang, memperhatikan ekspresi mereka. "Aku memiliki rencana besar untuk kalian setelah lulus dari akademi. Jika kalian tertarik, aku ingin merekrut kalian ke dalam tim inti saya di Kosta Rika."

Alex menatapnya dengan mata berbinar. "Serius? Itu terdengar luar biasa."

Namun sebelum percakapan berlanjut, George Simbian yang duduk di sudut ruangan tiba-tiba berbicara dengan nada tajam.

"Claudia, kau melangkah terlalu jauh."

Ruangan langsung sunyi. Claudia memandang George dengan ekspresi santai, tetapi ada sedikit ketegangan di matanya.

"Aku hanya memberikan mereka tawaran, George. Tidak ada salahnya, bukan?"

George berdiri dari kursinya, menatap langsung ke arah Thomas dan timnya.

"Belum saatnya mereka memikirkan masa depan di luar akademi. Fokus mereka sekarang adalah menyelesaikan pelatihan."

Thomas dan teman-temannya saling bertukar pandang, merasa sedikit canggung di antara dua pemimpin ini.

Akhirnya, Claudia mengangkat bahu dan tersenyum kecil. "Baiklah. Aku akan menunggu hingga saatnya tiba."

George menatap mereka sekali lagi sebelum meninggalkan ruangan. "Nikmati makanannya. Besok kalian kembali ke rutinitas biasa."

Ketika George keluar, suasana menjadi lebih santai. Claudia menatap Thomas dengan pandangan menggoda. "Jadi, kamu Thomas, ya?" tanyanya dengan nada yang lebih santai, tetapi ada kilatan tertentu di matanya.

Thomas mengangguk ragu. "Iya, Bu."

Claudia tersenyum lebar. "Kalau aku menawarkan sesuatu yang lebih menarik daripada misi, apa kau akan menerimanya?"

Thomas mengernyit, bingung dengan maksudnya. Claudia kemudian mendekat sedikit, masih dengan senyum menggoda di wajahnya.

"Bagaimana jika tawarannya adalah tidur bersamaku malam ini? Apa kau mau, Thom?"

Sejenak, ruangan menjadi sunyi. Wajah Thomas memerah seketika. Alex hampir menjatuhkan gelasnya, sementara Diego tersedak steak yang sedang dikunyahnya. Flynn hanya memandang Claudia dengan mulut ternganga.

Claudia tertawa keras melihat reaksi mereka. "Kalian harus lebih santai. Aku hanya bercanda."

Namun, cara Claudia menatap Thomas membuatnya merasa bahwa mungkin itu bukan sepenuhnya lelucon. Ia mencoba mengalihkan pandangan ke makanannya, tetapi rasa malu masih terlihat jelas di wajahnya.

"Dia tampan, bukan?" kata Claudia sambil melirik ke arah Alex dan Diego. "Kalian pasti tahu, Thomas punya karisma yang unik."

Alex, yang mulai memulihkan dirinya dari keterkejutan, menjawab dengan nada menggoda. "Tentu saja, Bu. Tapi sayangnya, dia terlalu sibuk menyelamatkan dunia untuk memikirkan hal lain."

Claudia tertawa lagi. "Baiklah, baiklah. Aku tidak akan menggoda kalian lagi. Makanlah. Kalian butuh energi untuk pelatihan besok."

Claudia berdiri dan bersiap akan meninggalkan ruangan, sebuah amplop dikeluarkan dari dalam Branya lalu diletakkan dimeja makan.

"ambil ini sebagai bonus dan… jangan sampai pria kaku itu tahu, wajah tampan kalian pasti akan babak belur. Byee"

Claudia berjalan dan meninggalkan ruangan.

Mata diego terbelalak melihat amplop yang ada dimeja makan. "setelah kita membagi isinya tolong berikan saya amplopnya aroma surgawi menempel pada amplop itu"

Alex, Thomas dan Flynn tertawa puas melihat tingkah Diego.

Kembali ke Pelatihan

Keesokan harinya, Thomas dan teman-temannya kembali ke jadwal pelatihan mereka. Setelah euforia misi pertama mereka, rutinitas ini terasa seperti kembali ke kenyataan.

Di pagi hari, mereka berlari melintasi lapangan dengan beban di punggung mereka. Instruktur mereka, Sergei Antonov, terus berteriak memacu semangat mereka.

"Kalian pikir misi itu adalah puncaknya? Tidak! Itu hanya awal! Jika kalian ingin bertahan hidup di luar sana, kalian harus menjadi lebih kuat dari ini!"

Diego, yang selalu punya komentar lucu, berbisik kepada Thomas sambil berlari, "Aku mulai merindukan kamp paramiliter itu."

Thomas tertawa kecil, tetapi ia segera kembali fokus pada lariannya. Ia tahu bahwa pelatihan ini adalah bagian penting dari perjalanan mereka.

Saat sesi pelatihan selesai, mereka menuju ke kantin untuk istirahat. Di sinilah suasana mulai terasa berbeda.

Murid-murid lain menatap mereka dengan penuh rasa ingin tahu. Desas-desus tentang misi mereka sudah menyebar, dan banyak yang ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Seorang siswa bernama Ryan, yang dikenal sebagai salah satu siswa terbaik dalam pelatihan fisik, mendekati mereka sambil membawa nampan makanannya.

"Hei, Thomas," katanya dengan nada santai tetapi penasaran. "Jadi, apa yang sebenarnya kalian lakukan di luar sana?"

Thomas hanya tersenyum kecil. "Misi rahasia. Kau tahu, aku tidak bisa membicarakannya."

Ryan mendecak. "Ayolah, sedikit saja. Kami semua di sini ingin tahu."

Alex memotong dengan nada bercanda. "Dia tidak bisa memberitahu karena itu termasuk menghitung berapa banyak nyamuk yang menggigit kita."

Tawa kecil terdengar dari meja mereka. Namun, seorang siswa perempuan bernama Sofia, yang dikenal memiliki keterampilan analisis yang tajam, menyipitkan matanya ke arah mereka.

"Aku mendengar kalian bekerja untuk The Line 107 Itu bukan sembarang misi, kan?"

Diego tertawa sambil mengambil gigitan besar dari rotinya. "Aku hanya di sana untuk menikmati pemandangan. Kosta Rika sangat indah, kau tahu."

Namun, Sofia tidak teralihkan. "Apa pun yang kalian lakukan, itu pasti lebih besar dari yang kalian katakan."

Flynn akhirnya angkat bicara, menatap Sofia dengan senyum tipis. "Sofia, kalau aku memberitahumu, aku harus memastikan kau tidak keluar dari akademi hidup-hidup."

Seluruh meja tertawa, tetapi Sofia hanya menggeleng sambil tersenyum kecil. "Baiklah, aku akan membiarkan kalian dengan rahasia kalian."

Percakapan itu berakhir dengan suasana yang lebih santai. Thomas menyadari bahwa misi mereka tidak hanya mengubah cara mereka dilihat oleh orang lain, tetapi juga memperkuat hubungan mereka sebagai tim.

Mereka tahu bahwa perjalanan ini masih panjang, tetapi untuk saat ini, mereka menikmati momen kebersamaan di tengah tekanan besar yang terus menghantui mereka.

Dan jauh di dalam hatinya, Thomas tahu bahwa masa depan mereka di Heptagon akan penuh dengan tantangan yang jauh lebih besar.

この本を無料で読み続ける
コードをスキャンしてアプリをダウンロード

最新チャプター

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 36 - Tim Kematian - Part 01

    Langit mulai berubah menjadi warna jingga saat senja menjelang. Angin dingin berembus melewati lapangan akademi, membawa keheningan yang terasa semakin berat. Di tengah area terbuka itu, Thomas berdiri berhadapan dengan Alex, Diego, dan Flynn tiga sosok yang dulu ia kenal sebagai teman seperjuangan, tetapi kini telah menjadi sesuatu yang lebih. Thomas tidak segera berbicara. Matanya menyapu wajah mereka satu per satu, mencoba menemukan jejak masa lalu di balik perubahan besar yang kini terpampang di hadapannya. Namun, yang ia lihat adalah sesuatu yang lebih kuat, lebih tajam mereka bukan lagi hanya sekadar rekan, mereka adalah saudara dalam peperangan. Alexlah yang pertama melangkah maju, dengan ekspresi percaya diri yang tetap sama seperti dahulu. Namun, ada sesuatu yang berbeda dalam caranya menatap Thomas. Bukan hanya rasa hormat, tetapi juga kebanggaan. "Jadi, kau akhirnya kembali." Suara Alex terdengar mantap, tanpa keraguan sedikit pun. Thomas mengangguk pelan. "Aku tidak pe

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 35 - Transformasi Thomas - Part 04

    Ia menghindari pukulan lurus dengan gerakan slipping, memiringkan kepala hanya beberapa inci dari tinju George.Hook kanan datang cepat, tetapi Thomas mengangkat sikunya untuk menangkis, merasakan benturan yang nyaris mematahkan tulangnya.Saat tendangan putar melesat, Thomas melompat mundur, menggunakan momentum George untuk memperhitungkan serangan balasan.Dan di situlah momen itu datang.Saat sikutan George mengarah ke lehernya, Thomas menurunkan tubuhnya, merendah, lalu meluncurkan uppercut langsung ke ulu hati George.DUG!Untuk pertama kalinya, George terdorong mundur.Thomas tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan kecepatan yang ia pelajari dari pertarungan ke-99, ia menyerang balik.Elbow strike ke rahang.Tendangan rendah ke lutut.Sebuah pukulan straight ke arah dada.Namun, George bukan lawan yang mudah. Saat serangan ketiga hampir mengenai, George tiba-tiba berbalik, menggunakan energi Thomas sendiri untuk menjatuhkannya dengan teknik grappling.Thomas terhuyung, teta

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 34 - Transformasi Thomas - Part 03

    Serigala itu tidak sendiri. Ada lima ekor lain yang mengintainya dari balik pepohonan.Thomas tahu bahwa ia harus bertarung.Ia mengambil tongkat besar yang terbakar di ujungnya dan mengayunkannya ke arah serigala pertama. Hewan itu mundur, tetapi lima lainnya bergerak mendekat. Ia tidak bisa melawan mereka semua.Pilihannya hanya satu "Lariiiii."Dengan cepat, ia berbalik dan berlari melewati hutan, napasnya tersengal. Ia melompati akar pohon, menerobos semak-semak, sementara suara cakar-cakar tajam mendekatinya dari belakang. Ia tidak bisa berhenti.Setelah hampir satu menit penuh berlari, ia melihat celah sempit di antara dua batu besar. Tanpa berpikir panjang, ia meluncur masuk dan menekan tubuhnya ke dalam ruang kecil itu. Serigala-serigala itu berhenti di luar, menggeram marah, tetapi tak bisa menjangkaunya.Ia menunggu, menahan napas, hingga akhirnya suara mereka menghilang.Malam itu, ia tidak bisa tidur. Ia menyadari satu hal: tempat ini tidak akan memberinya belas kasihan. J

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 33 - Transformasi Thomas - Part II

    Ia menggoreskan bilahnya ke telapak tangannya sendiri. Darah segar menetes ke dalam gelas kosong di tengah mereka.Tanpa ragu, Flynn mengambil pisau itu dan mengikuti, menyayat telapak tangannya sendiri sebelum meneteskan darahnya ke dalam gelas. "Setiap misi, setiap pertempuran, setiap kejatuhan… kita tetap satu."Alex, dengan tatapan penuh tekad, mengulangi ritual yang sama. "Kita tidak akan pernah berdiri sendirian. Kita adalah satu jiwa dalam empat tubuh."Akhirnya, Thomas mengambil pisau itu, merasakan dinginnya baja di kulitnya sebelum menyayat telapak tangannya sendiri. Darahnya bercampur dengan darah saudara-saudaranya, mengukuhkan sumpah yang lebih kuat dari sekadar kata-kata.Ia mengambil gelas itu, memutarnya pelan sebelum meneguknya. Darah hangat mengalir di tenggorokannya, bukan sebagai simbol kelemahan, tetapi sebagai bukti tak terbantahkan bahwa mereka telah memilih jalan yang sama. Tanpa ragu, gelas itu berpindah ke Alex, lalu ke Diego, dan terakhir ke Flynn. Mereka me

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 32- Transformasi Thomas - Part I

    Setelah berminggu-minggu menjalani latihan intensif di akademi, Thomas mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Ia menjadi lebih cepat, lebih kuat, dan lebih waspada. Namun, dalam setiap latihan, ia juga mulai menyadari batasannya. Meskipun telah melalui berbagai skenario pertempuran, Thomas tahu bahwa ia masih jauh dari kata siap untuk menghadapi ancaman Black Dawn yang sesungguhnya.Sebuah komunikasi rahasia terjadi di salah satu markas Heptagon. Mr. Ice, salah satu The Council, telah berbicara dengan George Simbian secara langsung."Anak itu punya potensi," kata Mr. Ice dengan suara dingin khasnya. "Tapi dia belum siap. Jika dia ingin bertahan dalam perang berikutnya, dia harus menjadi lebih dari sekadar prajurit biasa."George menyilangkan tangan. "Kau ingin aku melatihnya secara khusus?""Ya. Tapi aku tidak ingin kau menawarkan diri. Jika Thomas benar-benar siap, dia akan datang kepadamu sendiri."George mengangguk paham. "Baik. Jika dia cukup cerdas untuk menyadari kelemahannya,

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 31 - Bayangan dan Ancaman- Part II

    Thomas tersenyum, tetapi ia tahu ada kebenaran dalam ucapan mereka. Ia memang berubah. Setelah melihat kematian, menyaksikan bagaimana Heptagon mengendalikan dunia kriminal, dan mengalami langsung pertarungan brutal, ia tidak bisa kembali menjadi siswa biasa yang hanya menjalani pelatihan tanpa memahami konsekuensinya.Keesokan harinya, Thomas kembali ke rutinitas akademi tetapi dengan nuansa yang berbeda. Di lapangan latihan, setiap tatapan yang diarahkan padanya terasa berat. Sebagian besar siswa lain melihatnya dengan rasa hormat, beberapa dengan iri, dan yang lain dengan waspada.Tidak seperti biasanya, Saat sesi Latihan kali ini, George Simbian adalah instruktur hari itu menggantikan Antonov, dan dia telah menanti terlebih dahulu dilapangan. "Hayooo….berkumpul lebih cepat, PARA BAJINGAN, kalian fikir kita sedang-piknik". Mendengar teriakan George. para siswa panik, berlari dan segera cepat membentuk barisan. Diego mendengar suara yang tidak asing baginya, spontan menepuk jidatn

続きを読む
無料で面白い小説を探して読んでみましょう
GoodNovel アプリで人気小説に無料で!お好きな本をダウンロードして、いつでもどこでも読みましょう!
アプリで無料で本を読む
コードをスキャンしてアプリで読む
DMCA.com Protection Status