Sebastian menyeringai, “Sebagai tentara bayaran yang ingin bergabung dengan kelompok mereka. Jika kalian bisa mendapatkan kepercayaan mereka, kalian akan bisa mengungkap siapa yang menarik tali di balik layar.”
Dante menghela napas. “Aku sudah melakukan banyak penyamaran, tapi kelompok ini terkenal sulit ditembus. Ini tidak akan mudah.”
Thomas, yang mendengarkan dengan serius, akhirnya berbicara. “Apa peran khusus kita masing-masing?”
Sebastian menatapnya dengan penuh penilaian sebelum akhirnya menjelaskan:
Dante akan menjadi kontak utama dengan pemberontak, karena keahliannya dalam infiltrasi.
Jamal akan bertindak sebagai ahli strategi perang gerilya, menyusun rencana untuk mengakses jaringan mereka.
Isabelle akan bertindak sebagai negosiator, mengamankan posisi mereka di dalam kelompok tersebut.
Thomas akan menjadi eksekutor lapangan, seseorang yang akan membuktikan bahwa mereka layak untuk diterima.
Thomas menelan ludah. Tugasnya sangat berat. Jika dia gagal, seluruh tim bisa terbongkar.
Menyusup ke Basis Pemberontak
Malam itu, mereka memulai perjalanan menuju markas pemberontak. Mereka berangkat dalam kendaraan yang sudah diubah agar tampak seperti kelompok tentara bayaran sungguhan.
Saat mereka tiba di perbatasan kamp pemberontak, mereka disambut oleh sekelompok pria bersenjata dengan wajah garang. Salah satu dari mereka, seorang pria bertubuh besar dengan bekas luka di wajahnya, menatap mereka dengan curiga.
“Siapa kalian?”
Dante, yang telah mengambil peran sebagai pemimpin tim, menjawab dengan tenang. “Kami mendengar kalian sedang mencari prajurit baru. Kami punya keterampilan dan senjata, dan kami ingin bekerja untuk kalian.”
Pria itu menyipitkan matanya. “Kami tidak menerima orang luar begitu saja.”
Jamal melangkah maju. “Kami sudah bekerja untuk kartel di Kolombia, dan kami tahu cara bertahan hidup di zona perang. Kami tidak butuh alasan untuk berjuang, kami hanya butuh uang.”
Si pria masih tampak ragu. “Kalian harus membuktikan diri.”
“Bagaimana caranya?” tanya Isabelle dengan nada santai.
Pria itu menyeringai kejam. “Duel. Jika kalian benar-benar prajurit, buktikan kemampuan kalian.”
Dante mengangguk, tapi sebelum dia sempat menawarkan dirinya, Thomas melangkah maju.
“Aku yang akan melakukannya.”
Timnya menatapnya dengan heran, tetapi Thomas sudah mengambil keputusan. Jika ia ingin diterima dalam tim ini, ia harus membuktikan dirinya sejak awal.
Seorang petarung dari pihak pemberontak maju ke depan. Ia tinggi, berotot, dan memiliki tatapan haus darah.
“Siap mati, bocah?”
Thomas tidak menjawab. Ia hanya menarik napas dalam dan bersiap.
Pertarungan dimulai dengan cepat. Pria itu langsung menyerang dengan pukulan keras, tetapi Thomas berhasil menghindar dan membalas dengan tendangan cepat ke tulang rusuknya.
Sorakan terdengar dari kerumunan, tetapi lawannya tidak goyah. Ia menyerang kembali dengan brutal, mendaratkan pukulan telak ke wajah Thomas.
Thomas terhuyung, tetapi ia tidak jatuh. Darah mengalir dari sudut bibirnya, tetapi matanya tetap fokus.
Ia mengubah strategi, menggunakan kecepatan dan kelincahannya untuk menghindari serangan besar lawannya. Setiap celah yang muncul, ia manfaatkan untuk menyerang titik lemah pria itu.
Akhirnya, setelah pertarungan sengit selama beberapa menit, Thomas melihat celah. Ia menghindari pukulan lawannya, lalu melompat dan menghantam dagu pria itu dengan sikutnya.
Pria itu ambruk, tidak mampu bangkit lagi.
Kerumunan terdiam. Pria yang tadinya meremehkan Thomas kini memandangnya dengan ekspresi terkejut.
Pemimpin pemberontak yang mengawasi duel itu akhirnya bersuara.
“Selamat datang di dalam kelompok kami.”
Thomas menghela napas lega, tetapi ia tahu bahwa ini baru permulaan. Di tempat ini, kesalahan sekecil apa pun bisa berarti kematian.
Ancaman The Heptagon
Setelah Thomas berhasil memenangkan duel, ia dan timnya diterima di dalam kelompok pemberontak sebagai tentara bayaran baru. Malam itu, mereka diberikan akses ke dalam kamp utama, di mana mereka bisa melihat lebih dekat bagaimana kelompok ini beroperasi.
Dante, Jamal, dan Isabelle tetap waspada. Mereka tahu bahwa keberhasilan menyusup hanyalah langkah pertama, sekarang tantangan sebenarnya dimulai.
Saat makan malam bersama para pemberontak, Thomas memperhatikan bahwa beberapa dari mereka memiliki senjata yang tidak biasa. Senjata yang mereka gunakan bukan tipe yang biasa didapatkan oleh kelompok pemberontak lokal.
“Lihat itu,” bisik Thomas kepada Isabelle, menunjuk ke salah satu tentara yang sedang membersihkan senjatanya.
“Itu FN SCAR, senjata standar yang biasanya digunakan oleh unit khusus di Eropa. Bagaimana mereka bisa mendapatkannya?”
Jamal mengangguk setuju. “Ini bukan hanya penyelundupan biasa. Mereka memiliki akses ke persenjataan kelas dunia.”
Dante yang sejak tadi diam akhirnya berbicara. “Kita harus mencari tahu siapa pemasok mereka. Jika mereka tidak mendapatkan ini dari Heptagon, berarti ada organisasi lain yang mendanai mereka.”
Malam itu, saat Thomas sedang mengelilingi kamp untuk mengenal lebih jauh wilayah operasi mereka, ia mendengar percakapan mencurigakan di salah satu tenda pertemuan. Ia bergerak mendekat, memastikan dirinya tidak terlihat, lalu mengintip dari celah kain.
Di dalam, seorang pria dengan wajah tertutup syal berbicara kepada pemimpin pemberontak. “Kami sudah mengirimkan lebih banyak persediaan. Pastikan kalian tetap menekan wilayah Heptagon di Afrika.”
“Apa rencana selanjutnya?” tanya pemimpin pemberontak.
“Jangan khawatir. Jika kalian terus melanjutkan serangan ini, Heptagon akan kehilangan kendali mereka di wilayah ini. Ini hanyalah permulaan.”
Thomas menahan napas. Mereka bukan hanya kelompok pemberontak biasa, tetapi alat bagi kekuatan lain yang berusaha menggulingkan Heptagon.
Perangkap & Pengkhianatan
Keesokan harinya, Thomas segera melaporkan temuannya kepada timnya.
“Mereka bukan hanya pemberontak. Mereka bekerja untuk seseorang yang memiliki rencana lebih besar untuk menyingkirkan Heptagon dari Afrika.”
Dante menggelengkan kepala. “Aku sudah menduga ini. Mereka memiliki sumber daya terlalu besar untuk kelompok pemberontak biasa.”
Isabelle menatap Thomas serius. “Kita harus menghubungi Sebastian dan memberi tahu dia.”
Namun, sebelum mereka bisa bertindak, terjadi kekacauan di dalam kamp. Sirene tanda bahaya berbunyi, dan suara tembakan terdengar di seluruh penjuru.
Jamal menarik Thomas ke belakang tembok. “Sial! Mereka tahu kita ada di sini!”
Dante melihat ke arah tenda utama, di mana pemimpin pemberontak tampak berbicara dengan seseorang melalui radio. “Kita sudah ketahuan. Mereka menjebak kita!”
Tanpa peringatan, sekelompok tentara bayaran bersenjata lengkap menyerbu kamp dari luar, menembaki setiap orang tanpa pandang bulu.
Thomas dan timnya segera berlindung di belakang kendaraan lapis baja. Peluru beterbangan di atas kepala mereka.
“Siapa mereka?!” teriak Thomas sambil mengisi ulang magazin senjatanya.
Jamal menatap ke arah musuh yang datang. “Itu bukan tentara lokal. Mereka adalah pasukan bayaran profesional!”
Isabelle segera mengambil radio daruratnya. “Sebastian! Kamp diserang! Mereka tahu kita ada di sini!”
Suara Sebastian terdengar di radio. “Bertahanlah! Aku akan mengirim bantuan!”
Namun, Thomas tahu mereka tidak bisa hanya menunggu. Mereka harus keluar dari tempat ini sebelum mereka dikepung sepenuhnya.
“Kita harus keluar dari sini. Sekarang.”
Dante mengangguk, lalu memberikan isyarat kepada tim untuk bergerak. Mereka berlari menembus medan pertempuran, melewati mayat-mayat yang bergelimpangan.
Jamal menembak seorang tentara musuh yang mencoba menghalangi jalan mereka. “Kita hampir sampai ke gerbang utama!”
Namun, sebelum mereka bisa mencapai pintu keluar, sebuah ledakan besar mengguncang tanah, membuat mereka terpental ke belakang. Thomas terjatuh keras, kepalanya terbentur tanah. Penglihatannya mulai buram.
Dalam keadaan setengah sadar, ia melihat seorang pria bertopeng mendekatinya. Pria itu menatapnya dengan tatapan penuh penghinaan sebelum akhirnya berkata:
“Kalian tidak seharusnya ada di sini.”
Lalu semuanya menjadi gelap.
Thomas terbangun dengan rasa sakit di seluruh tubuhnya. Ia berada di dalam kendaraan lapis baja yang bergerak dengan kecepatan tinggi.
Di sebelahnya, Isabelle sedang membalut luka di lengannya, sementara Dante duduk dengan wajah penuh amarah.
“Apa yang terjadi?” tanya Thomas dengan suara serak.
Jamal menjawab dengan nada frustrasi. “Kita nyaris mati, itu yang terjadi. Untungnya, Sebastian mengirim tim penyelamat tepat waktu.”
Thomas menggelengkan kepalanya, berusaha mengingat. “Siapa pria bertopeng itu?”
Dante menatapnya serius. “Kita tidak tahu, tetapi dia bukan orang sembarangan. Dia mengendalikan pasukan bayaran yang menyerang kamp.”
Saat mereka tiba di markas Sebastian, suasana semakin tegang. Sebastian sudah menunggu mereka dengan ekspresi gelap.
“Apa yang terjadi?” tanyanya dengan nada dingin.
Dante melangkah maju. “Kita telah menemukan bukti bahwa ada organisasi lain yang mendanai kelompok pemberontak. Mereka mencoba menyingkirkan Heptagon dari Afrika.”
Sebastian menghela napas. “Ini lebih buruk dari yang kukira.”
Thomas menggertakkan giginya. “Apa langkah kita selanjutnya?”
Sebastian menatapnya tajam. “Kita akan memburu mereka. Tapi untuk saat ini, kalian harus beristirahat. Besok, kita mulai perburuan ini.”
Thomas menatap ke luar jendela markas, melihat padang pasir luas di kejauhan. Ia tahu bahwa pertempuran ini belum selesai. Ini baru permulaan dari sesuatu yang jauh lebih besar.
Langit mulai berubah menjadi warna jingga saat senja menjelang. Angin dingin berembus melewati lapangan akademi, membawa keheningan yang terasa semakin berat. Di tengah area terbuka itu, Thomas berdiri berhadapan dengan Alex, Diego, dan Flynn tiga sosok yang dulu ia kenal sebagai teman seperjuangan, tetapi kini telah menjadi sesuatu yang lebih. Thomas tidak segera berbicara. Matanya menyapu wajah mereka satu per satu, mencoba menemukan jejak masa lalu di balik perubahan besar yang kini terpampang di hadapannya. Namun, yang ia lihat adalah sesuatu yang lebih kuat, lebih tajam mereka bukan lagi hanya sekadar rekan, mereka adalah saudara dalam peperangan. Alexlah yang pertama melangkah maju, dengan ekspresi percaya diri yang tetap sama seperti dahulu. Namun, ada sesuatu yang berbeda dalam caranya menatap Thomas. Bukan hanya rasa hormat, tetapi juga kebanggaan. "Jadi, kau akhirnya kembali." Suara Alex terdengar mantap, tanpa keraguan sedikit pun. Thomas mengangguk pelan. "Aku tidak pe
Ia menghindari pukulan lurus dengan gerakan slipping, memiringkan kepala hanya beberapa inci dari tinju George.Hook kanan datang cepat, tetapi Thomas mengangkat sikunya untuk menangkis, merasakan benturan yang nyaris mematahkan tulangnya.Saat tendangan putar melesat, Thomas melompat mundur, menggunakan momentum George untuk memperhitungkan serangan balasan.Dan di situlah momen itu datang.Saat sikutan George mengarah ke lehernya, Thomas menurunkan tubuhnya, merendah, lalu meluncurkan uppercut langsung ke ulu hati George.DUG!Untuk pertama kalinya, George terdorong mundur.Thomas tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan kecepatan yang ia pelajari dari pertarungan ke-99, ia menyerang balik.Elbow strike ke rahang.Tendangan rendah ke lutut.Sebuah pukulan straight ke arah dada.Namun, George bukan lawan yang mudah. Saat serangan ketiga hampir mengenai, George tiba-tiba berbalik, menggunakan energi Thomas sendiri untuk menjatuhkannya dengan teknik grappling.Thomas terhuyung, teta
Serigala itu tidak sendiri. Ada lima ekor lain yang mengintainya dari balik pepohonan.Thomas tahu bahwa ia harus bertarung.Ia mengambil tongkat besar yang terbakar di ujungnya dan mengayunkannya ke arah serigala pertama. Hewan itu mundur, tetapi lima lainnya bergerak mendekat. Ia tidak bisa melawan mereka semua.Pilihannya hanya satu "Lariiiii."Dengan cepat, ia berbalik dan berlari melewati hutan, napasnya tersengal. Ia melompati akar pohon, menerobos semak-semak, sementara suara cakar-cakar tajam mendekatinya dari belakang. Ia tidak bisa berhenti.Setelah hampir satu menit penuh berlari, ia melihat celah sempit di antara dua batu besar. Tanpa berpikir panjang, ia meluncur masuk dan menekan tubuhnya ke dalam ruang kecil itu. Serigala-serigala itu berhenti di luar, menggeram marah, tetapi tak bisa menjangkaunya.Ia menunggu, menahan napas, hingga akhirnya suara mereka menghilang.Malam itu, ia tidak bisa tidur. Ia menyadari satu hal: tempat ini tidak akan memberinya belas kasihan. J
Ia menggoreskan bilahnya ke telapak tangannya sendiri. Darah segar menetes ke dalam gelas kosong di tengah mereka.Tanpa ragu, Flynn mengambil pisau itu dan mengikuti, menyayat telapak tangannya sendiri sebelum meneteskan darahnya ke dalam gelas. "Setiap misi, setiap pertempuran, setiap kejatuhan… kita tetap satu."Alex, dengan tatapan penuh tekad, mengulangi ritual yang sama. "Kita tidak akan pernah berdiri sendirian. Kita adalah satu jiwa dalam empat tubuh."Akhirnya, Thomas mengambil pisau itu, merasakan dinginnya baja di kulitnya sebelum menyayat telapak tangannya sendiri. Darahnya bercampur dengan darah saudara-saudaranya, mengukuhkan sumpah yang lebih kuat dari sekadar kata-kata.Ia mengambil gelas itu, memutarnya pelan sebelum meneguknya. Darah hangat mengalir di tenggorokannya, bukan sebagai simbol kelemahan, tetapi sebagai bukti tak terbantahkan bahwa mereka telah memilih jalan yang sama. Tanpa ragu, gelas itu berpindah ke Alex, lalu ke Diego, dan terakhir ke Flynn. Mereka me
Setelah berminggu-minggu menjalani latihan intensif di akademi, Thomas mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Ia menjadi lebih cepat, lebih kuat, dan lebih waspada. Namun, dalam setiap latihan, ia juga mulai menyadari batasannya. Meskipun telah melalui berbagai skenario pertempuran, Thomas tahu bahwa ia masih jauh dari kata siap untuk menghadapi ancaman Black Dawn yang sesungguhnya.Sebuah komunikasi rahasia terjadi di salah satu markas Heptagon. Mr. Ice, salah satu The Council, telah berbicara dengan George Simbian secara langsung."Anak itu punya potensi," kata Mr. Ice dengan suara dingin khasnya. "Tapi dia belum siap. Jika dia ingin bertahan dalam perang berikutnya, dia harus menjadi lebih dari sekadar prajurit biasa."George menyilangkan tangan. "Kau ingin aku melatihnya secara khusus?""Ya. Tapi aku tidak ingin kau menawarkan diri. Jika Thomas benar-benar siap, dia akan datang kepadamu sendiri."George mengangguk paham. "Baik. Jika dia cukup cerdas untuk menyadari kelemahannya,
Thomas tersenyum, tetapi ia tahu ada kebenaran dalam ucapan mereka. Ia memang berubah. Setelah melihat kematian, menyaksikan bagaimana Heptagon mengendalikan dunia kriminal, dan mengalami langsung pertarungan brutal, ia tidak bisa kembali menjadi siswa biasa yang hanya menjalani pelatihan tanpa memahami konsekuensinya.Keesokan harinya, Thomas kembali ke rutinitas akademi tetapi dengan nuansa yang berbeda. Di lapangan latihan, setiap tatapan yang diarahkan padanya terasa berat. Sebagian besar siswa lain melihatnya dengan rasa hormat, beberapa dengan iri, dan yang lain dengan waspada.Tidak seperti biasanya, Saat sesi Latihan kali ini, George Simbian adalah instruktur hari itu menggantikan Antonov, dan dia telah menanti terlebih dahulu dilapangan. "Hayooo….berkumpul lebih cepat, PARA BAJINGAN, kalian fikir kita sedang-piknik". Mendengar teriakan George. para siswa panik, berlari dan segera cepat membentuk barisan. Diego mendengar suara yang tidak asing baginya, spontan menepuk jidatn