Home / Urban / THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan / Bab 30 - Bayangan dan Ancaman- Part I

Share

Bab 30 - Bayangan dan Ancaman- Part I

Author: Aljum'ah R
last update Last Updated: 2025-02-16 13:51:31

Langit malam di Afrika Selatan terbentang luas, bertabur bintang yang bersinar di atas kota Johannesburg. Thomas berdiri di balkon kamar hotelnya, menghirup udara malam yang segar, tetapi pikirannya jauh dari ketenangan yang ditawarkan kota ini. Sudah dua minggu sejak operasi besar-besaran Heptagon menghancurkan Black Dawn di Afrika, tetapi jauh di dalam dirinya, ia tahu bahwa ini bukanlah akhir. Perang yang sebenarnya baru saja dimulai.

Di belakangnya, suara langkah kaki mendekat. Thomas menoleh dan melihat Sebastian N'Dour berdiri dengan tangannya disilangkan di dada, ekspresi wajahnya tetap setenang biasanya.

"Kau seharusnya menikmati malam terakhir di Afrika sebelum kembali ke akademi," ujar Sebastian.

Thomas mengangguk pelan. "Sulit untuk merasa lega ketika kita tahu bahwa ini belum selesai."

Sebastian tersenyum tipis dan mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya sebuah pisau berbilah hitam dengan ukiran tribal khas Afrika. Ia menyerahkannya kepada Thomas.

"Ini sebagai kenang-kenangan. Pisau ini bukan hanya senjata, tapi simbol ketahanan dan keberanian. Kau telah bertarung dengan baik, dan kau pantas memilikinya."

Thomas menerima pisau itu dengan penuh rasa hormat. "Terima kasih, Sebastian."

Sebelum mereka sempat berbicara lebih jauh, dua sosok lain muncul dari dalam ruangan. Eleanor Kane dan Dante Rook berdiri di ambang pintu, ekspresi mereka tidak bisa ditebak.

"Kau sadar, kan, Thomas?" kata Eleanor. "Setelah apa yang terjadi di Afrika, kau akan menjadi target banyak pihak."

Dante mengangguk setuju. "Black Dawn tidak mati sepenuhnya. Orang-orang yang kehilangan sesuatu karena kita akan mencari balas dendam."

Thomas mendengar peringatan mereka dengan saksama. Ia tahu bahwa mereka benar. Setelah operasi ini, dunia bawah tanah tidak akan pernah sama lagi.

Keesokan harinya, sebelum keberangkatan mereka ke akademi, Mr. Savanna mengadakan jamuan perpisahan di salah satu restoran eksklusif di kota. Semua anggota tim utama yang terlibat dalam operasi hadir, menikmati makan malam terakhir sebelum berpisah menuju misi masing-masing.

"Ini bukan hanya kemenangan bagi Heptagon," ujar Mr. Savanna dari ujung meja, suaranya penuh otoritas. "Apa yang kalian lakukan di Afrika akan tercatat dalam sejarah. Namun, jangan pernah lupa bahwa kemenangan selalu datang dengan konsekuensi."

Tatapan Mr. Savanna menyapu seluruh ruangan sebelum akhirnya berhenti pada Thomas. "Dan kau, Thomas. Ini baru permulaan. Dunia akan mulai memperhatikanmu. Berhati-hatilah."

Setelah makan malam berakhir, Thomas menyempatkan diri berjalan-jalan di Johannesburg, menikmati suasana kota yang berbeda dari tempat-tempat yang pernah ia kunjungi. Ia membeli beberapa oleh-oleh untuk teman-temannya di akademi untuk Alex, Diego dan Flynn.

Saat kembali ke hotelnya, Thomas berdiri di balkon sekali lagi, memandangi kota yang bersinar di bawahnya. Malam itu, untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan terakhir, ia membiarkan dirinya merasa damai. Namun, jauh di dalam pikirannya, ia tahu bahwa kehidupannya di Heptagon baru saja dimulai.

Dampak Global dari Operasi Pembersihan Black Dawn

Berita tentang kehancuran Black Dawn di Afrika dengan cepat menyebar ke seluruh dunia. Tidak hanya di kalangan organisasi kriminal, tetapi juga di tingkat pemerintahan dan badan intelijen global.

Dunia Kriminal Bergejolak

Kelompok-kelompok kriminal besar mulai mengambil langkah hati-hati terhadap Heptagon.

Beberapa memilih untuk tunduk dan bersekutu dengan Heptagon, tetapi ada yang mulai merencanakan langkah-langkah untuk menantang mereka.

Kartel narkoba Amerika Latin, mafia Rusia, dan sindikat kejahatan Asia kini berebut untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh Black Dawn.

Efek pada Ekonomi Gelap

Black Dawn sebelumnya menguasai pasar perdagangan senjata dan narkotika di Afrika.

Dengan kehancuran mereka, jalur distribusi kini terbuka bagi siapa saja yang cukup kuat untuk mengambil alih.

Ketidakstabilan ini menarik perhatian sindikat kriminal lainnya, termasuk mereka yang sebelumnya netral.

Reaksi Negara-Negara Besar

Pemerintah beberapa negara Afrika diam-diam mendukung kehancuran Black Dawn, karena mereka juga menganggap kelompok itu sebagai ancaman.

Namun, beberapa negara besar mulai khawatir akan pertumbuhan kekuatan Heptagon.

Diplomat dari beberapa negara mulai mengamati pergerakan Heptagon dengan lebih serius, bertanya-tanya apakah mereka kini menjadi kekuatan yang lebih besar daripada yang bisa dikendalikan.

Perhatian dari CIA, MI6, dan Badan Intelijen Dunia

"Operasi Heptagon di Afrika terlalu besar untuk diabaikan".

Badan intelijen global mulai meningkatkan pengawasan mereka terhadap organisasi ini.

Beberapa agen bahkan dikirim untuk menyusup dan mengumpulkan informasi lebih lanjut tentang struktur dan tujuan Heptagon.

Thomas tidak menyadari dampak sebesar ini sampai ia membaca laporan intelijen di pesawat dalam perjalanan kembali ke akademi. Ia menatap layar tablet di tangannya, membaca daftar negara yang kini memperketat pengawasan terhadap Heptagon. Di antara nama-nama itu, ia melihat sesuatu yang membuatnya merinding.

Ada laporan yang menunjukkan bahwa Black Dawn belum sepenuhnya hancur. Meskipun mereka kehilangan markas utama mereka di Afrika, intelijen menunjukkan bahwa mereka masih memiliki jaringan di Timur Tengah dan Amerika Latin.

Dan lebih buruk lagi, salah satu pemimpin lama mereka, yang seharusnya sudah mati, ternyata masih hidup.

Pesan terakhir dalam laporan itu membuat Thomas semakin waspada:

"Kami masih di sini. Dan kami akan kembali."

Perang belum berakhir.

Langit mendung menyelimuti langit di atas Akademi Heptagon ketika pesawat pribadi yang membawa Thomas dan timnya mendarat di landasan rahasia. Setelah dua minggu di Afrika dan menyaksikan langsung kehancuran Black Dawn, kembali ke akademi seharusnya menjadi hal yang familiar namun tidak bagi Thomas. Setiap langkahnya terasa berbeda, seakan ia telah meninggalkan sebagian dirinya di medan perang.

Saat Thomas, Dante, Jamal, dan Isabelle turun dari pesawat, mereka disambut oleh beberapa petinggi akademi yang menunggu di hanggar. Para siswa yang mengetahui kepulangan mereka berbisik-bisik di kejauhan. Tak ada yang menyambut mereka dengan sambutan meriah, tetapi tatapan penuh rasa hormat dan ketegangan terasa jelas.

"Kau lihat itu?" bisik Jamal dengan senyum tipis sambil melihat ke arah sekelompok siswa yang memperhatikan mereka. "Kita sekarang selebritas di akademi ini."

Isabelle menyesuaikan tasnya di bahu dan menyahut, "Bukan selebritas, tapi legenda hidup."

Dante menghela napas, "Jangan terlena. Di tempat seperti ini, semakin kau terkenal, semakin banyak musuh yang mengincarmu."

Thomas mendengarkan tanpa banyak bicara. Ia menyadari perubahan dalam cara orang-orang melihat mereka. Sebelumnya, mereka hanyalah siswa yang menjalani pelatihan. Sekarang, mereka telah mengalami perang nyata dan kembali dengan lebih banyak pengalaman daripada sebagian besar siswa di akademi.

Setelah melewati pemeriksaan singkat, Thomas berjalan menuju asramanya. Saat ia membuka pintu, ia disambut oleh suara gaduh khas Alex, Diego, dan Flynn.

"Lihat siapa yang kembali dari neraka!" seru Diego sambil tertawa.

Alex yang duduk di atas tempat tidurnya hanya tersenyum tipis. "Gimana rasanya jadi orang penting sekarang, Thomas?"

Flynn yang sedang bermain dengan alat elektroniknya menoleh sejenak. "Aku tidak akan mendengar cerita panjangmu kecuali kau membawakan sesuatu untuk kami."

Thomas tertawa kecil dan mengeluarkan oleh-oleh yang ia beli di Afrika. "Jangan khawatir, aku tidak melupakan kalian."

Ia menyerahkan jam tangan emas khas Afrika kepada Alex, pisau lipat tribal kepada Diego, dan kalung batu obsidian kepada Flynn.

Diego mengamati pisaunya dengan kagum. "Ini luar biasa... tapi apakah ini cukup untuk mengganti fakta bahwa kau sekarang lebih keren dari kami?"

Flynn mengenakan kalungnya dan tersenyum puas. "Kalau kau ingin kami tetap menganggapmu teman lama, setidaknya jangan berubah menjadi tentara tanpa emosi."

---------------->Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 35 - Transformasi Thomas - Part 04

    Ia menghindari pukulan lurus dengan gerakan slipping, memiringkan kepala hanya beberapa inci dari tinju George.Hook kanan datang cepat, tetapi Thomas mengangkat sikunya untuk menangkis, merasakan benturan yang nyaris mematahkan tulangnya.Saat tendangan putar melesat, Thomas melompat mundur, menggunakan momentum George untuk memperhitungkan serangan balasan.Dan di situlah momen itu datang.Saat sikutan George mengarah ke lehernya, Thomas menurunkan tubuhnya, merendah, lalu meluncurkan uppercut langsung ke ulu hati George.DUG!Untuk pertama kalinya, George terdorong mundur.Thomas tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan kecepatan yang ia pelajari dari pertarungan ke-99, ia menyerang balik.Elbow strike ke rahang.Tendangan rendah ke lutut.Sebuah pukulan straight ke arah dada.Namun, George bukan lawan yang mudah. Saat serangan ketiga hampir mengenai, George tiba-tiba berbalik, menggunakan energi Thomas sendiri untuk menjatuhkannya dengan teknik grappling.Thomas terhuyung, teta

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 34 - Transformasi Thomas - Part 03

    Serigala itu tidak sendiri. Ada lima ekor lain yang mengintainya dari balik pepohonan.Thomas tahu bahwa ia harus bertarung.Ia mengambil tongkat besar yang terbakar di ujungnya dan mengayunkannya ke arah serigala pertama. Hewan itu mundur, tetapi lima lainnya bergerak mendekat. Ia tidak bisa melawan mereka semua.Pilihannya hanya satu "Lariiiii."Dengan cepat, ia berbalik dan berlari melewati hutan, napasnya tersengal. Ia melompati akar pohon, menerobos semak-semak, sementara suara cakar-cakar tajam mendekatinya dari belakang. Ia tidak bisa berhenti.Setelah hampir satu menit penuh berlari, ia melihat celah sempit di antara dua batu besar. Tanpa berpikir panjang, ia meluncur masuk dan menekan tubuhnya ke dalam ruang kecil itu. Serigala-serigala itu berhenti di luar, menggeram marah, tetapi tak bisa menjangkaunya.Ia menunggu, menahan napas, hingga akhirnya suara mereka menghilang.Malam itu, ia tidak bisa tidur. Ia menyadari satu hal: tempat ini tidak akan memberinya belas kasihan. J

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 33 - Transformasi Thomas - Part II

    Ia menggoreskan bilahnya ke telapak tangannya sendiri. Darah segar menetes ke dalam gelas kosong di tengah mereka.Tanpa ragu, Flynn mengambil pisau itu dan mengikuti, menyayat telapak tangannya sendiri sebelum meneteskan darahnya ke dalam gelas. "Setiap misi, setiap pertempuran, setiap kejatuhan… kita tetap satu."Alex, dengan tatapan penuh tekad, mengulangi ritual yang sama. "Kita tidak akan pernah berdiri sendirian. Kita adalah satu jiwa dalam empat tubuh."Akhirnya, Thomas mengambil pisau itu, merasakan dinginnya baja di kulitnya sebelum menyayat telapak tangannya sendiri. Darahnya bercampur dengan darah saudara-saudaranya, mengukuhkan sumpah yang lebih kuat dari sekadar kata-kata.Ia mengambil gelas itu, memutarnya pelan sebelum meneguknya. Darah hangat mengalir di tenggorokannya, bukan sebagai simbol kelemahan, tetapi sebagai bukti tak terbantahkan bahwa mereka telah memilih jalan yang sama. Tanpa ragu, gelas itu berpindah ke Alex, lalu ke Diego, dan terakhir ke Flynn. Mereka me

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 32- Transformasi Thomas - Part I

    Setelah berminggu-minggu menjalani latihan intensif di akademi, Thomas mulai merasakan perubahan dalam dirinya. Ia menjadi lebih cepat, lebih kuat, dan lebih waspada. Namun, dalam setiap latihan, ia juga mulai menyadari batasannya. Meskipun telah melalui berbagai skenario pertempuran, Thomas tahu bahwa ia masih jauh dari kata siap untuk menghadapi ancaman Black Dawn yang sesungguhnya.Sebuah komunikasi rahasia terjadi di salah satu markas Heptagon. Mr. Ice, salah satu The Council, telah berbicara dengan George Simbian secara langsung."Anak itu punya potensi," kata Mr. Ice dengan suara dingin khasnya. "Tapi dia belum siap. Jika dia ingin bertahan dalam perang berikutnya, dia harus menjadi lebih dari sekadar prajurit biasa."George menyilangkan tangan. "Kau ingin aku melatihnya secara khusus?""Ya. Tapi aku tidak ingin kau menawarkan diri. Jika Thomas benar-benar siap, dia akan datang kepadamu sendiri."George mengangguk paham. "Baik. Jika dia cukup cerdas untuk menyadari kelemahannya,

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 31 - Bayangan dan Ancaman- Part II

    Thomas tersenyum, tetapi ia tahu ada kebenaran dalam ucapan mereka. Ia memang berubah. Setelah melihat kematian, menyaksikan bagaimana Heptagon mengendalikan dunia kriminal, dan mengalami langsung pertarungan brutal, ia tidak bisa kembali menjadi siswa biasa yang hanya menjalani pelatihan tanpa memahami konsekuensinya.Keesokan harinya, Thomas kembali ke rutinitas akademi tetapi dengan nuansa yang berbeda. Di lapangan latihan, setiap tatapan yang diarahkan padanya terasa berat. Sebagian besar siswa lain melihatnya dengan rasa hormat, beberapa dengan iri, dan yang lain dengan waspada.Tidak seperti biasanya, Saat sesi Latihan kali ini, George Simbian adalah instruktur hari itu menggantikan Antonov, dan dia telah menanti terlebih dahulu dilapangan. "Hayooo….berkumpul lebih cepat, PARA BAJINGAN, kalian fikir kita sedang-piknik". Mendengar teriakan George. para siswa panik, berlari dan segera cepat membentuk barisan. Diego mendengar suara yang tidak asing baginya, spontan menepuk jidatn

  • THE HEPTAGON - Perang di Dalam Bayangan   Bab 30 - Bayangan dan Ancaman- Part I

    Langit malam di Afrika Selatan terbentang luas, bertabur bintang yang bersinar di atas kota Johannesburg. Thomas berdiri di balkon kamar hotelnya, menghirup udara malam yang segar, tetapi pikirannya jauh dari ketenangan yang ditawarkan kota ini. Sudah dua minggu sejak operasi besar-besaran Heptagon menghancurkan Black Dawn di Afrika, tetapi jauh di dalam dirinya, ia tahu bahwa ini bukanlah akhir. Perang yang sebenarnya baru saja dimulai.Di belakangnya, suara langkah kaki mendekat. Thomas menoleh dan melihat Sebastian N'Dour berdiri dengan tangannya disilangkan di dada, ekspresi wajahnya tetap setenang biasanya."Kau seharusnya menikmati malam terakhir di Afrika sebelum kembali ke akademi," ujar Sebastian.Thomas mengangguk pelan. "Sulit untuk merasa lega ketika kita tahu bahwa ini belum selesai."Sebastian tersenyum tipis dan mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya sebuah pisau berbilah hitam dengan ukiran tribal khas Afrika. Ia menyerahkannya kepada Thomas."Ini sebagai kenang-kenan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status