Share

Elena Katyushka

Ia menghela nafas, "Baik, akan ku lakukan."

"Hmm bagus, untuk itu ... kau harus menjadi mahasiswa di akademi ini. Ada serangkaian tes, latihan dan orientasi yang wajib kau lalui, Sebastian akan menjelaskan semuanya besok pagi," ucap Katya dengan melayangkan sebuah gelang berwarna biru kepada Ryo.

Salah satu kemampuan dasar seorang Rifter; Telekinesis, tanpa usaha berarti Katya dengan santainya melayangkan gelang itu di udara.

"WristNect? Aku sudah punya satu."

"Yang satu ini berbeda dari yang dibuat massal untuk kebutuhan masyarakat, bahkan lebih mutakhir dari versi yang di miliki militer, Tahan di segala cuaca ekstrim, terhubung langsung dengan satelit, dan ada ruang spatial untuk menyimpan berbagai barang di dalamnya," potong Elena.

Dengan santai Elena memperagakan cara kerja WristNect dan mengeluarkan perlengkapan tempurnya dari dalam gelang kebiruan itu. Cahaya hologram kebiruan mematerilisasi dan dematerilisasi benda fisik dengan hukum ruang.

"Woahhh! Aku sudah baca banyak tentang teori Ruang Spatial tapi baru kali ini melihatnya langsung. Materi fisik dari suatu benda dipecahkan, disusun ulang, dan diubah kedalam bentuk digital," terang Ryo dengan bersemangat.

"Kau bersemangat sekali, Akan aku jelaskan sedikit, gelang itu akan menjadi pemandu sekaligus pengamatmu, sistem A.I di dalamnya akan merancang semua jadwal pelajaranmu dan menilai semua aspek."

"Jadi ... dengan A.I yang menilai kau tidak perlu repot untuk berurusan dengan banyak guru, entah baik atau buruk semuanya tergantung padamu."

"Hebat sekali ... tapi tunggu, apa privasiku tetap terjaga?" tanya Ryo sembari mengutak-atik gelang itu dan menggeser ke kanan-kiri layar hologramnya.

"Hahaha! Tenang saja! Bahkan jika kau bercumbu dengan kuda sekalipun sistem tidak peduli, karena sistem hanya merekam kegiatan belajar dan menilai. Tapi ... jika ada sesuatu yang genting dan mengancam nyawamu, sistem akan otomatis memberikan sinyal darurat dan HQ akan segera mengirim bantuan."

"Jadi merekam kondisi fisik juga?" tanya Ryo.

"Yep, tepat! Sistem akan membaca pola kondisi fisikmu."

Ryo berpikir sejenak menimbang-nimbang situasi di hadapannya itu.

"Tapi, ada beberapa kondisi, yang ingin aku ajukan kepada anda," kata Ryo dengan wajah serius.

"Katakanlah," sahut Katya.

"Pertama, aku tidak ingin identitasku disebar luaskan. Kedua, kalau bisa aku ingin tinggal di kamar asrama saja, akan repot jika publik tahu aku punya hubungan dekat dengan anda. Ketiga, jangan memaksaku untuk mendapat nilai terbaik, walaupun aku bisa, tapi aku tak suka menjadi sorotan, sebagai gantinya, aku bisa mengerjakan tugas tambahan untuk memenuhi kualifikasi sebagai pewaris."

"Itu saja? Aku bisa mengabulkan semua kondisi yang kau ajukan jika kau mau, tapi ya sudah kalau itu saja mau mu, besok Sebastian akan mengantarmu berkeliling dan menunjukan kamar asramamu, Upacara Penerimaan Mahasiswa Baru dilaksanakan seminggu lagi, pastikan kau mempersiapkan diri," Katya menyesap Wine, sembari melirik ke arah Sebastian, ia pun mengangguk paham yang tuannya maksud.

"Terima kasih," kata Ryo mengangguk puas.

Untuk beberapa saat mereka terdiam dan menikmati hidangan mereka, tapi sejurus kemudian Katya meletakan garpu dan pisau dagingnya, membunyikan piringnya untuk menarik perhatian.

"Ah iya! Aku baru ingat, Ryuji masih ada satu lagi wasiat Ryuji sebelum dia pergi," Katya menjeda makannya, melihat ke atas dan mengusap dagunya. "Dia bilang, 'Jika anakku, Ryo sudah dewasa, nikahkan dia dengan putrimu, tak apa jika mereka tak mau, aku tak memaksa' begitu katanya,"

Elena dan Ryo hampir saja menyemburkan Wine mereka dari hidung, para pelayan terkaget dan cepat-cepat membersihkan pakaian mereka berdua.

"IBU! Apa aku tak salah dengar!" pekik Elena sembari mengelap mulutnya. Wajahnya yang putih merona merah hingga telinganya.

"Tunggu-tunggu, aku pikir ayahku punya hubungan dengan anda, dan Elena adalah putri kalian," Ryo tak kalah terkejut mendengarnya.

"Haha, aku juga tak percaya dia mengatakannya, tapi itu lah yang dia katakan, itu terserah kalian, aku tak ikut campur masalah asmara. Dan satu lagi, Ryuji dan aku memang dekat, tapi kami tidak memiliki hubungan asmara seperti itu, karena hubungan kami jauh lebih dalam dari sekedar itu."

"Baiklah aku mengerti, dengan kata lain ayahku sudah mengatur semua sejak awal, dia memang peramal yang hebat," ujar Ryo masih tak percaya.

"Ryuji, dasar kakek tua itu! Aku tak percaya masih saja memperlakukanku seperti anak kecil,"

"Hahaha," Katya bergelak tawa panjang, rona wajah bahagianya terlihat jelas. Para pelayan terkagum dan tak percaya, master mereka yang selalu berwajah anggun dan serius itu bisa tertawa lepas layaknya seorang Ibu yang makan malam dengan keluarganya.

"Maaf mengganggu, ada tamu penting yang datang," ucap seorang pelayan pria sambil mendadak masuk tergopoh-gopoh menghampiri Sebastian dan membisikan sesuatu.

Sebastian mendadak berwajah masam ketika mendengar kabar dari bawahannya. Ia pun lansung membisikan sesuatu ke telinga Katya. Keningnya langsung mengerut ketika mendengar pesan dari Kepala Pelayannya itu.

"Makan malam yang menyenangkan, tapi aku minta maaf, ada tamu penting yang harus aku temui sekarang, aku tinggalkan kalian berdua, selamat malam," dia beranjak dari kursinya dengan wajah seriusnya, semua orang bertanya-tanya tamu seperti apa yang bisa membuat raut wajah Katya seperti itu.

Elena langsung merasakan hawa kehadiran seseorang yang sangat kuat, bahkan ia sendiri merinding dibuatnya, "Alucard?! Ada urusan apa dia datang kemari?! Jangan bilang?!" ia menatap Ryo yang masih menyelesaikan piringnya.

"Ayo ikut aku, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu," ucapnya sembari menarik tangan Ryo.

Ryo kebingungan, "Kemana? Ada apa sebenarnya?"

"Ikut saja, ayo," paksanya.

Mereka berdua berjalan dengan cepat melalui koridor ruangan seperti labirin ini, dan tibalah mereka di ruangan paling ujung di lantai 3. Hanya ada satu warna di dalam ruangan itu; Putih, dari lantai marmer,semua perabotan, kasur, sprei semuanya serba putih.

"Eh tunggu dulu, jangan bilang kalau ini adalah kamar mu." Ia sedikit ragu untuk masuk.

"Memang iya, kenapa? Kau tidak pernah masuk kamar perempuan?"

"Iya begitulah," balas Ryo dengan senyum canggung.

"Dasar Perjaka Tulen!" ejek Elena. "Sudah masuk saja, aku tau kau pasti punya segudang pertanyaan di tengkorak kecilmu itu, Ibu ada urusan dan aku sudah tak tahan memakai setelan ketat ini, duduklah."

Tanpa ada rasa ragu atau canggung, Elena dengan santai melepas setelannya serta membuka lemari baju dan mengenakan gaun tidur transparan warna putih. Benar-benar tak bersikap layaknya seorang putri dari keluarga terkaya di Washington. Sontak membuat Ryo benar-benar canggung dan melayangkan pandangannya ke jendela.

"Apakah semua pria baik hati selalu kaku di depan wanita? Mau Vodka?" ucap Elena sembari menuangkan Vodka di gelas kecil.

"Aku sudah setengah mabuk, aku takut tidak bisa berjalan keluar dari sini." Tolak Ryo dengan nada yang halus.

"Haha, tidur saja disini denganku." goda Elena.

"Aku bisa terbunuh jika Ibu mu mendapati aku tidur denganmu."

"Pfftt Hahaha! Selera humormu tak buruk." Elena tertawa hingga hamper menyemburkan setengah gelas Vodkanya. "Jadi? Apa pertanyaanmu?"

"Hmm.. Tentang ayahku, sepertinya kau tahu banyak, terakhir aku bertemu dengannya 8 tahun lalu."

Sambil berjalan memandang suasana malam dari jendela, Elena menghela nafas panjang dan duduk menyilangkan satu kakinya di samping Ryo, mengingat masa lalunya dengan menatapi gelas kristal di jemari lentiknya.

"Ryuji menghilang, tapi dia masih hidup di angkasa luas, apa kau tahu? Ryuji adalah seorang ahli bela diri dan pertapa yang jenius. Dia bebas hidup dimana pun, pria tua itu sudah hidup bahkan sebelum White Raven di bangun."

"Hah! Sebenarnya ayahku itu mahluk ras apa?" tanya Ryo dengan wajah terkejut.

"Dia manusia pastinya, tapi dia istimewa, dia menguasai seni bela diri kuno. Dengan kemampuannya dia bisa menyatukan kekuatan elemen dan kekuatan hukum alam di dalam tubuhnya, menempa dan menyusun ulang setiap sel tubuhnya. Rumor mengatakan ia telah hidup sejak sebelum era Kiamat Kecil."

"Sepertinya aku sedikit paham, sama seperti saat kita menggunakan seluruh kemampuan otak?"

"Hampir benar tapi praktisi bela diri tidak memaksakan kinerja otak, melainkan memaksa kehendak alam dan mengendalikannya." lanjut Elena dengan menuangkan gelas keduanya.

"Apa kau juga bisa mengusainya? Kau sangat kuat ketika bertarung."

"Ya kurang lebih begitu, kemampuan mendasar seorang Rifter adalah untuk memanipulasi hukum ruang dan waktu, hukum yang mendasari segala hukum yang ada di semesta."

"Woahh hebat sekali! Jadi begitu Rifter bisa menjadi sangat kuat." katanya dengan antusiasme tinggi yang bahkan melebihi nafsu birahinya ketika seorang wanita hanya mengenakan gaun malam tanpa bra duduk disampingnya.

"Butuh kerja keras dan latihan yang melibihi nalar manusia, menerima sebuah mukzijat berarti kau harus bisa membuat mukzijat itu menjadi nyata, itulah tugas Rifter."

"Aku mengerti, ada satu pertanyaan lagi, tapi mungkin ini akan menyinggungmu." Tanya Ryo dengan hati-hati.

"Tanyakan saja, aku tak keberatan." balas Katya dengan sedikit lirikan mata.

"Siapa ayahmu?"

"Apa kau begitu penasaran?" balas Elena dengan tatapan yang mendadak tajam.

"Ya." jawab Ryo singkat dan bersungguh-sungguh.

"Aku tak punya Ayah, bahkan aku tidak di lahirkan dari rahim Ibu, aku hanyalah sebuah Kloning dari seorang Vampir Legendaris Katya Katyushka, seratus tahun yang lalu! Seharusnya aku menjadi Katya Katyushka yang kedua, tapi semesta tak mengijinkan itu terjadi, dan aku mendapatkan Jiwa dan Pikiran milikku sendiri!, kau sudah tau sekarang, kau boleh keluar."

Mendengar pernyataan itu, Ryo tak sanggup berkata-kata lagi, dan dia menyadari bahwa dunia tak sesederhana itu di kepala Ryo, tanpa mengatakan apa pun lagi Ryo menunduk ke arah Elena meminta maaf dan hendak meninggalkan ruangan. Elena sadar akan perkataannya yang mungkin melukai perasaan Ryo

"Tunggu, maaf aku tak bermaksud berkata seperti itu," ucap Elena dengan mencengkram pergelangan tangan Ryo.

"Aku tau tapi tetap saja aku yang salah,"

"Jangan pergi, kau aku maafkan jika tetap tinggal."

Ryo menghela nafas panjang melihat tingkah Elena, dia masih tak percaya wanita dengan darah Vampir di depan matanya bertingkah layaknya gadis remaja.

"Wanita memang sulit di mengerti." gumam Ryo dalam hati. Dengan ragu-ragu ia menyentuh tangan Elena, Elena melepaskan cengkramannya dan menyandarkan kepalanya di bahu Ryo.

"Apa kau kesepian? Selama seratus tahun?" tanya Ryo seraya mengalungkan tangannya di leher Elena.

"Sangat." jawab Elena membenamkan wajahnya di dada Ryo.

Tak ada kata lagi di antara mereka berdua, hanya saling memeluk dan mencoba untuk saling memahami bahasa hati masing-masing. Ryo berdegup kencang dan sesekali menghilangkan pikiran kotornya, namun Elena seperti tidak mempermasalahkan itu dan justru memeluk semakin erat.

"Apa kau mau melakukannya denganku?" tanya Elena dengan mengusap dada Ryo.

"Aku tidak ingin melalukannya dengan gadis yang sedang kesepian, dan tidak mencintaiku, maka dari itu malam ini aku hanya menemani kau."

"Terima kasih, kau pria pertama yang menganggapku seperti itu."

"Perempuan tetaplah perempuan, entah dari Ras apapun dan bagaimanapun bentuknya,"

"Hmm? haha Apa kau tetap mau berpelukan seperti ini dengan perempuan berlendir lengket dari ras Sea Abyss?" goda Elena sembari mengusap dan menciumi leher Ryo

"Kalau itu aku menolak haha, aku yakin akan menjadi santapan untuk mereka, aku beruntung aku berpelukan dengan ras Vampir yang sangat menawan sepertimu." balas Ryo dengan menatap wajah Elena.

"Ohh." mata Elena kian sayup, dan merebahkan tubuh Ryo.

"Elena? Kau tidur?" Melihat Elena yang sudah tertidur pulas di dadanya. "

Baru kali ini aku tahu Vampir mengantuk di malam hari dan bisa berjalan di siang hari, dia memangsangat manusiawi," gumam Ryo, ia pun pasrah dan membiarkan Elena tertidur di dekapannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status