Dua bulan berlalu sejak kejadian itu, Ryo teringat akan kata-kata Elena sebelum dia menghilang entah kemana setelah insiden itu. Ia mulai sedikit gelisah, pikirannya tak fokus saat bekerja, berkali-kali ia kena marah atasannya.
Hari beranjak petang, dia pun berjalan pulang dengan badan yang lunglai. Perkataan Elena tempo hari sukses membebani pikirannya selama beberapa hari terakhir.
"Kalau memang aku di incar, apa alasannya dan mengapa? Apa karena pedang tumpul warisan ayah? Tapi monster itu benar-benar ingin membunuhku." Tubuhnya merinding ketika teringat pemilik mata bengis yang hampir membunuhnya.
"Peduli Setan!" umpatnya dalam hati.
"Jika aku mati, ya sudah habislah aku, tapi setidaknya aku akan bertarung, sebagai terima kasih atas hidup yang aku dapat selama delapan belas tahun ini."
Emosinya semakin menggebu, ia membuka pintu apartemennya dan membantingnya keras.
*
Sirene keras membangunkannya dari tidurnya, lehernya terasa linu ketika ia tersentak bangun di sofa, ia melihat jam tangannya yang menunjukan pukul 8.30 PM.
Sirene berbunyi setelah matahari terbenam, hanya ada satu arti, bencana besar akan terjadi dan masyarakat diperintahkan untuk mengungsi ke bunker bawah tanah.
Ryo langsung kalang kabut membenahi perlengkapan bertahan hidup untuk kemungkinan terburuk. Tak lupa ia membungkus Katana dan fotonya dengan kain hitam.
"Portal level B akan segera terbuka, Badai Awan Magnetik akan terbentuk, warga segera mengungsi ke bunker terdekat di lingkungan anda."
Pemberitahuan itu terus terdengar berulang-ulang dan terdengar di seluruh kota. Dengan teratur warga berbondong-bondong memasuki bunker pengungsian di bawah tanah dipandu oleh personel angkata darat jepang.
Angin berhembus sangat kencang ketika Ryo keluar dari apartemennya, awan hitam pekat mulai terbentuk di atas langit, bergulung-gulung melingkar seperti membentuk sebuah lorong raksasa, yang menghubungkan bumi dan luar angkasa.
Pemandangan mengerikan itu seolah-seolah membuat langit akan runtuh di atas kepala manusia. Sejurus kemudian suara guntur menggelegar sangat keras, kilat menyambar-nyambar dengan ganas, membuat warga panik, para personel angkatan darat dengan susah payah mengatur mereka.
Suara guntur kian keras, kilat menyambar semakin ganas hingga menumbangkan pohon di pinggir jalan.
Sebuah portal dengan diameter puluhan meter terbentuk di tengah gulungan awan yang berputar-putar. Kumparan awan bermuatan ratusan juta volt itu, tak ubahnya sebuah lilitan kawat tembaga yang di aliri listrik, dan portal di tengahnya sebagai konduktornya, menarik semua benda yang terbuat dari logam dengan sangat kuat.
Melihat hal itu, Ryo memegang erat pedang yang ia bungkus dengan kain hitam, tapi ia sama sekali tidak merasakan daya tarikan magnetik terhadap pedangnya.
"Tidak ditarik? Jangan bilang kalau pedang ini terbuat logam non magnetik!"
Ryo semakin frustrasi dengan pedang ditangannya. Bukan hanya tumpul tapi juga terbuat dari logam non magnetik yang notabene adalah golongan logam lunak dalam sistem periodik unsur Bumi.
Belum juga sembuh dari rasa kecewa atas pedang warisannya, sesuatu muncul dari dalam portal dan mendarat ke tanah dengan kecepatan seperti meteor jatuh, ia pun mengumpat penuh rasa putus asa.
Sekuat tenaga ia berlari menuju bunker terdekat sambil menghindari benda-benda yang terangkat ke udara, mobil perlahan di pinggir jalan perlahan terseret, benda-benda yang lebih ringan sudah berputar di udara membentuk topan sampah yang semakin lama membesar.
Boom!!!
Tanah bergetar hebat ketika akhirnya sesuatu dari portal mendarat di tanah, auman sangat keras terdengar, hingga menimbulkan gelombang kejut yang memecahkan kaca, manusia malang yang lansung terkena gelombang kuat itu lansung tumbang. Tak terkecuali, Ryo, telinganya berdenging hingga ia sulit untuk berdiri.
"Disini Alpha Team, Sea's Abyss level B elit, mendarat di tengah jalan, segera kirim bantuan, akhhh!!!"
Suara radio terputus begitu saja, para personel sangat familiar dengan suara rekan mereka yang tercekik di radio menandakan rekan mereka sudah mati.
"Sialan!" umpat komandan operasi mengenakan topi beret dengan dua bintang. Satu monster level B dengan perlengkapan seadanya tentu sebuah bunuh diri jika mengirim bantuan.
Perlahan sosok Sea's Abyss Level B elit menampakan diri dari balik asap, matanya merah menyala dengan hembusan dari hidungnya dapat terlihat dengan jelas, ia meloncat ke udara, membumbung tinggi seperti terbang dengan bebas, dentuman keras terdengar ketika ia mendarat. Monster itu sudah berhadapan langsung di depan Ryo yang sedari tadi mencoba untuk berdiri di bantu oleh personel angkatan darat.
"Baiklah! Cukup sudah! Aku sedah lelah berlari!" Ryo berteriak ke arah monster di depannya.
Rasa marah, kesal, takut, bercampur menjadi satu. Ia mengacungkan pedangnya ke arah mahluk bengis bertubuh tinggi besar itu, tingginya hampir lima meter, berjalan dengan dua kaki, ototnya kekar disertai kulit bersisik tebal.
Ryo mencoba untuk tenang, merasakan kembali sensasi ketika Elena menetralkan Anomali Dimensi, ia mengacungkan pedangnya ke arah musuh.
Namun, tindakannya justru memprovokasi mahluk itu dan membuatnya mengaum keras.
Dua personel pangkat rendah di samping lari terkencing-kencing menyalamatkan diri. Lakukan atau mati, hanya itu yang ada di pikiran Ryo, ia tak bergeming sedikitpun. Ia memegang erat gagang pedangnya, anehnya ia bisa merasakan aliran energi aneh dari dalam pedang. Seakan menjawab keinginan masternya, pedang itu mengeluarkan aura hitam pekat menyelubungi seluruh tubuh Ryo.
"Release!"
Gelombang kejut yang terbentuk dari aura hitam itu, merebak dengan sangat kuat dan menghempaskan musuh Ryo hingga seratus meter.
Gelombang hitam itu terus melebar dan melebar, hingga mencapai awan hitam pekat yang bergulung-gulung dilangit, lampu-lampu jalan yang mati karena gangguan magnetik hidup kembali satu per satu. Benda-benda dari logam berjatuhan dari langit. Tubuh Ryo terasa sangat lemas setelah mengeluarkan energi yang sangat besar dan ia pun tersungkur. Sekuat tenaga ia mencoba untuk tetap sadar.
Kebangkitan seorang Rifter!
Mereka menyadari fenomena tersebut, tapi kali ini, mereka merasakan hentakan energi yang sangat besar, melihat keberaniannya, para tentara mengokang senapan mereka dan menembaki monster dengan peluru spesial dari logam adamantium ditembakan dan menghujam tubuh monster itu bertubi-tubi. Monster itu berhasil ditaklukan, para tentara bersorak sorai atas kemenangan mereka.
Akan tetapi belum berakhir, portal belum tertutup, satu mahluk keluar dari portal, kini semua orang dapat merasakan tekanan energi yang sangat kuat dari tubuh monster yang baru keluar dari portal, tubuhnya lebih tinggi dan berjalan lebih tegap, membawa tombak trisula berwarna perak di tangan kanannya.
"Manusia! Kau harus ikut denganku, hidup atau mati," ucapnya dengan suara menggema di udara dan menunjuk ke arah Ryo.
"Sialan, sekarang Rank A low-tier, Lindungi Rifter yang baru terbangkitkan itu! Kerahkan semua kendaraan tempur! Lindungi aset umat manusia ini!"
Komandan dengan topi beret hitam bintang 2, berteriak melalui radio. Pintu bunker persenjataan bawah terbuka, 2 tank dan puluhan kendaraan taktis, berkonvoi dari arah selatan dan menembaki, mahluk Sea's Abyss rank A low tier itu.
"Kalian membuang waktuku," dia segera melompat ke tengah konvoi kendaraan tempur itu dan mendobrak garis pertahaan pasukan dalam sekejap.
Mereka semua paham, tanpa bantuan Rifter Rank A, mahluk ini tak bisa dihentikan. Semuanya kehilangan harapan mereka.
Di tengah ke putus-asaan itu, suara pesawat jet berdengung keras di langit, menembakan missile dengan kecepatan hingga mencapai lima mach dan menghantam mahluk Sea's Abyss.
Serangan kejutan dari pesawat jet warna putih misterius itu sukses menjatuhkan mahluk itu, tapi masih belum cukup mahluk itu masih mencoba berdiri. Pesawat jet itu naik 180 derajat ke udara, dan menukik kebawah dengan kecepatan luar biasa, lalu berbelok horizontal terbang rendah dengan kecepatan supersonik, seseorang melompat keluar dari pesawat jet yang melaju lebih cepat dari suara itu.
Memanfaatkan momentum kecepatan, orang itu melesat sangat cepat dan menghujam mahluk itu dengan sangat keras, kekuatan benturannya sangat kuat, hingga mahluk itu terlempar ratusan meter jauhnya.
Perempuan dengan berpakaian serba putih berdiri ditengah jalan, rambut panjangnya berkelebat ketika mendekati Ryo. Komandan pasukan mengenal emblem yang disematkan di mantel panjang di bagian punggungnya, lambang burung gagak putih, berkilap keperakan.
"White Raven? Rifter elit White Raven sampai datang jauh-jauh hanya untuk membereskan masalah ini? Pantas saja, tak ada satu pun Rifter jepang yang mau ikut campur masalah ini."
Matanya tetap terpaku ke arah sosok yang mengenakan busana serba putih itu. "Mengerahkan Rifter elit hanya untuk menyelamatkan pria muda itu? Gila, siapa sebenarnya dia?"
Komandan itu terus menerus bertanya pada diri sendiri. Baru pertama kali selama berkarir di militer ia melihat langsung Rifter Elit, kekuatan mereka benar-benar bisa melampaui akal.
"Wah, wah, sepertinya seorang Rifter baru saja terbangkitkan malam ini," ujar perempuan itu sembari berkacak pinggang di hadapan Ryo. Pinggulnya yang indah semakin terlihat menggoda dengan celana jeans pendek sepaha dan atasan tank top ketatnya.
"Elena? Entah mengapa aku tak terkejut," balas Ryo sambil bersusah payah berdiri ketika mendengar suara yang ia kenal.
"Di sini lah aku, maaf sedikit terlambat, ada sedikit urusan di Cina."
"Pembohong, aku dapat merasakan kau sedang mengorbit ketika aku melepaskan energi pedang ini, lalu kau turun ke atmosfir ketika keadaan memburuk, iya 'kan?"
Elena tertawa geli, "Benar sekali! Aku penasaran apa yang akan terjadi, tapi kau malah terpojok, maka dari itu aku membantu."
"Haha, Maaf selalu merepotkanmu, tapi bisakah kau menutup portal sebesar itu?"
"Tak masalah."
Elena hanya menjentikan jari, dan lima Rifter Elit mengenakan topeng gagak segera muncul di sampingnya dengan berlutut satu kaki, dengan santai ia menunjuk ke arah portal besar di langit dan lima orang tadi langsung terbang ke udara, membuang tubuh monster-monster ke dalam portal dan menutupnya hanya dalam hitungan menit.
Para Rifter Elit Jepang yang diam-diam mengamati keadaan, di puncak gedung-gedung berdecak kagum melihat kinerja mereka.
"Bisa melayang di udara, Rank A elit, dengan tingkat kultivasi Sky Realm, bisa memerintah Rifter sekaliber mereka dengan santainya, Elena Katyushka, memang pantas disebut yang terkuat dari generasi ini." Seorang Rifter Jepang dengan muka berkeriput mengamati dengan tenang.
"Inikah kekuatan White Raven? Gila, benar-benar gila! Mengurus monster seperti itu, tak ubahnya membuang sampah di pinggir jalan." Rifter Jepang dengan penampilan lebih muda menggelengkan kepalanya.
"Sepertinya sudah selesai urusan kita disini, jadi bagaimana pendapatmu? Kekuatanmu sudah terbangkitkan, orang-orang dari Asosiasi Rifter Jepang melihatmu dari atas sana dengan air liur mereka yang menetes," ujar Elena dengan menunjuk ke arah gedung tinggi tempat dua orang Rifter jepang itu mengamati.
"Ahh entahlah, semuanya begitu mendadak, bahkan tubuhku serasa mati rasa dari ujung kepala hingga ujung kaki."
"Jadi apa pilihanmu? Aku terserah, aku hanya melaksanakan perintah dari Ibuku, bahkan ia sampai memaksaku menggunakan surat perintah resmi, bahkan aku menggunakan mantel kebesaranku,"
"Kalau begitu, bisakah aku bertemu dengan Ibumu? Untuk membicarakan hal-hal ini dan itu, aku juga butuh penjelasan banyak hal."
"Hmmm, bahkan Presiden Amerika harus menggelontorkan jutaan dollar demi bertemu dengan Ibu, tapi karena ini atas permintaannya sendiri, bisa di atur."
"Baiklah, kita sepakat?" ajak Ryo untuk bersalaman.
"Sepakat," balas Elena sambil meraih tangannya. "Baiklah, sepertinya sudah jelas sekarang, Komandan, aku serahkan pembersihan wilayah ini kepadamu, dan untuk Asosiasi Rifter Jepang, jika ada keluhan kalian bisa turun dan berhadapan denganku."
Dengan memanipulasi hukum ruang, ia menggemakan gelombang suaranya ke segala arah dan bisa terdengar dari jarak yang jauh. 2 Rifter jepang yang mengamati di atas gedung, menghilang ke dalam bayangan tanpa jejak.
"Aku akan menunggumu di bandara, jam 12 siang kita berangkat, dan jangan sampai terlambat," ujar Elena sambil lalu dan menghilang seperti kabut malam.
Fajvdkdjsksnsvsksvdks nk dhs hsbd sibs subshs. Zjbsid. Ksbd is. Ksnd snsjbs sjbs sis hsbd dis s dj a a a a and is s a if dma a. Did a a. Skf sna a andk s a a DK s a akd a ankd. Dkd dnsk dksk d dka. Skd. Ska d. Dka d. Ddkdka. Djsksn dks s. Akf s amnd. Dkand. Dka d. Dksns d DK a s s d dbfifif. I'd d d DK ddjox d did d d ks d d do d d d dkd d zkzhbz skx zuwieb e xkz s zk sosbs so dndks dks d s sks s sksnd. K
Chapter 10Moonless Night (2)"Ryo! Awas!" Elena berteriak keras ketika satu sosok itu melesat ke arah Ryo dengan kecepatan luar biasa. Tak ada suara, hanya kilatan perak seperti petir yang menghujam Bumi.Suara debuman sangat keras terjadi ketika sosok itu mendarat dan melumpuhkan Alpha Helhound di bawah kakinya. Beruntung, Ryo dapat menghindar di detik terakhir dan terhempas keras, seperti boneka kain yang ditendang dengan sekuat tenaga."Oh? Kau bisa menghindar rupanya, permainan pedang yang bagus, tapi maaf yang satu ini adalah buruanku," ucap sosok pria itu dengan nada sombong.Tubuhnya tidak terlalu tinggi, mengenakan jaket kulit panjang hingga menutupi paha, berwarna merah darah. Pedang besar dengan hiasan tengkorak di gagangnya bertengger di punggungnya. Rambutnya putih keperakan dengan sclera mata berwarna hitam.Elena menyadari siapa pria itu dan segera melejit k
Chapter 9Moonless Night (1)Hari hampir gelap, awan kelabu mulai berarakan dari arah laut. Elena dan Ryo memutuskan untuk mencari tempat berteduh sebelum badai turun dan menyulitkan pergerakan mereka. Mereka bisa saja menembus malam yang diguyur hujan deras dan deraian angin kencang, namun dengan ancaman para Magical Beast yang mengintai dari dalam kegelapan, sudah tentu menjadi pertimbangan.Mereka menemukan rest area tak jauh dari jalan, area parkir yang luas sangat ideal untuk bertarung musuh yang banyak sekaligus.Ryo dan Elena turun dari Dreadnaught masing-masing dan mengedarkan pandangan ke sekitar mereka.Elena mengaktifkan kemampuan True Sight dan memeriksa jika ada suatu kejanggalan."Aku akan mengecek perimeter, kau siapkan perlengkapan dan coba temukan generator utama, berdoalah kumpulan besi berkarat itu masih berfungsi," tukas Elena.
Ryo dan Elena berkendara ke selatan, melewati perbukitan lembah dengan vegetasi lebat. Jalanan beraspal penuh lubang dan ditumbuhi berbagai macam tumbuhan semak mereka lewati dengan mudah berkat teknologi suspensi aktif Dreadnaught.Terkadang mereka harus berhenti menyingkirkan barikade jalan yang melintang. Bangkai-bangkai kendaraan roda empat ditumpuk dan disusun sedemikian rupa untuk menahan agresi. Jejak bisu peperangan yang menghancurkan seluruh negeri.Geraman Magical Beast dan teriakan hewan primata sayup terdengar jauh di dalam hutan. Keputusan Elena untuk melintasi jalan membuahkan hasil. Walaupun jarak yang harus ditempuh menjadi lebih jauh, itu lebih baik dari pada bertemu Magical Beast dan bertarung sia-sia.Akhirnya, mereka keluar dari kawasan lembah. Jalan raya besar membentang di hadapan mereka, dan berbelok ke arah barat. Sisi kiri jalan dilindungi oleh tanggul yang menahan gelombang
Matahari mulai menyingsing dari ufuk timur, burung-burung dengan bentuk aneh mulai berkicau di atas pohon. Suasana hutan menjadi lebih hidup dengan suara hewan primata yang saling bersahutan dan keluar dari sarang pohon mereka.Jika bukan karena Magical Beast yang telah termutasi, hutan itu sangat indah dengan keanekaragaman flora dan faunanya.Ryo terbangun dan melihat Elena sudah merebus air di perapian."Pagi," sapa Ryo seraya duduk di samping Elena. "Apa rencana kita hari ini?"Elena membalas dengan senyuman sembari menuangkan air yang masih mengepul ke dalam dua cangkir berisi kopi. Lalu menampilkan hologram topografi hutan sejauh seratus kilometer persegi. Alat itu berbentuk piringan bundar sebesar kepalan tangan dengan sebuah lensa di tengahnya."Aku sudah mencoba menghubungi satelit untuk memindai seluruh area pulau ini, namun tak ada hasil seperti ada suatu
Ryo mengikuti arahan Ki Semar dan berjalan ke selatan. Jalur yang terjal, curam dan berpasir terkadang membuat kakinya melesak ke dalam pasir. Belum lagi batuan vulkanik yang bisa saja tergelincir jika Ryo tidak memerhatikan langkah.Sinar matahari yang menyengat kulit dan kadar oksigen yang tipis membuat Ryo kewalahan mengatur napas, walaupun sudah memakai baju pelindung khusus yang sudah disiapkan oleh Ryo di ruang spatial WristNect miliknya.Setelah hampir lima jam dia berjalan, akhirnya ia sampai area tanah lapang yang landai, semilir angin sejuk dari atas gunung memudahkan dia untuk mengatur napas. Jam hologram yang ada di lengan bajunya menunjukan kadar oksigen di dalam tubuhnya kembali ke angka normal. Waktu menunjukan hampir jam dua belas tepat dan matahari sedang berada di puncak langit. Ia masih ingat petunjuk dari Ki Semar untuk berjalan lurus ke arah selatan dan menutup mata.Ryo berjala