Selang beberapa waktu kemudian, Permaisuri Yan Xu melahirkan anak keduanya, seorang putri. Pihak Istana merayakan pesta yang sangat meriah selama tiga hari tiga malam lamanya. Mereka juga mengundang para pembesar dan orang-orang penting dari tiap-tiap negeri bagian untuk menghadiri pesta tersebut.
“Inilah kesempatan yang sangat baik, Tuan Sun. Anda beserta Yang Mulia Xing Long dapat ikut bersama-sama kami ke Istana Han,” Amanet berujar dengan bersemangat.
Tuan Fomenko ikut berujar, “Jadi begini rencana kami, Tuan Sun. Kita masuk ke Istana Han, dan dengan suatu cara kita pancing agar Kaisar Han keluar dari wilayah amannya dan perlindungan para pengawalnya, seorang diri. Sampai di suatu tempat di mana kita telah menyiapkan pasukan dalam jumlah besar yang mampu menghabisinya dalam sekejap.
He Xian mengangguk-angguk. “Tapi kurasa akan jauh lebih baik bila kita menyamar sebagai pembesar dari negeri lain.
Xing Long terdiam sebentar. “Dia... orang yang sangat sulit. Sejujurnya, aku sangat heran ada orang yang bisa bertahan hidup dengan menyimpan chi seperti itu.” Alis He Xian berkerut. “Maaf Guru, murid tak mengerti...” Xing Long hanya menggeleng sepintas dan mengalihkan pandangan dari He Xian yang hanya bisa melongo. Di saat bersamaan, ia lekas memasukkan kepalan tangannya yang kini basah oleh keringat dingin ke dalam saku, juga berusaha mati-matian menjaga keseimbangan kedua kakinya yang mulai goyah karena bergetar hebat. Ya, ia tak akan bisa menjelaskan pada siapapun, seberapa mengerikannya chi yang terpancar dari Ming Shi. Chi tersebut pula sangat aneh - tidak sepenuhnya hitam, tapi juga tidak putih. Abu-abu. Chi yang kotor - serta berkekuatan dashyat pula ganas. Dan tiada seorangpun di ruangan ini yang mem
Ming Shi berkelit dengan santai. He Xian menyabetkan pedangnya, Ming Shi kembali berkelit ke kanan. Mimik wajahnya nampak meremehkan. “Cuma segini kemampuanmu, Tuan Sun? Ya ya ya, memang anjing selamanya tak akan pernah melebihi tuannya. Tapi rasanya ini agak kelewatan, ya? Rasanya kau dulu tidak sebodoh ini. Atau guru barumu malah memberimu contoh yang tidak benar?” “Jangan menghina Guru! Ini tidak ada hubungan dengannya!” Di saat bersamaan Xing Long ikut menyerang. “He Xian, tenangkan dirimu! Gunakan ilmu pengendalian-chi yang telah kita latih di Lembah Kedamaian itu!” He Xian mengatupkan bibirnya. Ia memusatkan pikiran untuk membentuk aliran energi, dan pola serangannya pun berubah. Akan tetapi alih-alih menunjukkan perkembangan, pertahanan Ming Shi seakan tak tertembus. Ia masih saja dengan mudahnya berkelit ke sana kemari, dan sekarang mulai m
Baru sedetik ia menarik kekang kudanya, dari dalam hutan keluar ratusan prajurit siap mengepungnya. Ming Shi terhenyak. Cepat-cepat dibelokkannya laju kudanya. Para prajurit mengikutinya. “Percuma saja kau kabur, Kaisar Han! Kau takkan bisa lolos!” memimpin di depan, Amanet berseru penuh kemenangan. Ming Shi memacu kudanya tanpa tahu arah mana yang sedang ia tempuh. Bahkan ia tidak peduli akan ke mana ia berlari, saat ini nyawanya lebih penting dari segalanya. Yang ia tahu, ia kini tengah melintasi area pedesaan yang tampak miskin, dengan jumlah tanaman dan pohon-pohon lebat yang lebih banyak dibandingkan rumah-rumah sederhana di sana. Dan secara tiba-tiba, ia mendapatkan sebuah ide. Dipacunya si kuda menembus rerimbunan pohon yang sangat lebat. Ia celingukan kiri-kanan. Di dekatnya ada tiga sampai empat rumah gubuk kecil. Sembari mengendap-endap, ia mengintip satu persatu jendela g
Mereka pun masuk ke dalam. Istana itu tidak besar dan megah, sama sekali tak bisa dibandingkan dengan istana miliknya, namun ia memiliki daya tarik tersendiri. Aula istana tempat sang Ratu bertakhta juga sama sekali tidak megah, alih-alih demikian ia tampak sangat menarik, dengan sang Ratu duduk di pusat ruangan. Melihat kedatangan Ming Shi, sang Ratu diikuti orang-orang lainnya berdiri dan menghaturkan hormat, “Selamat datang di Negeri Qi, Tuan yang Terhormat. Sungguh suatu kehormatan bagi kami dapat menerima kedatangan Anda di sini.” Masa mereka telah mengetahui identitas diriku? Ming Shi pun membalas penghormatan mereka. “Juga merupakan sebuah kehormatan besar bagi saya dapat bertemu dengan Paduka Ratu. Negeri Qi sangat indah, sangat damai dan tenteram, dan pula dipenuhi dengan cerdik cendekia yang pandai dan berbakat...” Ya, tentu saja mereka sangatlah pandai bila mereka benar
Berkat petunjuk dari Tuan Liang Junnan - lianxizhe Negeri Qi - Ming Shi tidak menemui kesulitan menemukan jalan pulang ke Han. Tetapi tidak berarti bila telah menemukan jalan pulang lantas tidak akan ada satupun masalah menghadangnya. Gangguan tersebut datang saat ia baru saja keluar dari perbatasan negeri Qi pada malam hari, dan tanpa sengaja bertemu dengan gerombolan besar pasukan Negeri Sutta. Lebih celaka lagi, pasukan itu dipimpin oleh Raja Detrin Songtsen yang sangat terkenal dengan keberanian serta ekstrimismenya. Ming Shi mengenal Detrin Songtsen, dan tentu saja Detrin Songtsen mengenal Ming Shi. Dan mereka berdua kini tengah dalam posisi berhadap-hadapan. Sebuah posisi yang sangat sulit bagi Ming Shi untuk melarikan diri. Detrin Songtsen mengamati Ming Shi dengan saksama. Ia menyeringai, “Jadi, Paduka Penguasa Han yang Agung yang menghilang tanpa sebab tempo lalu itu ternyata malah berada di sini. Padah
“Tidak mungkin...” Ming Shi merasakan suaranya berubah parau. “Kau... Zhang Li Sha...” Si wanita membuang wajahnya ke arah yang berlawanan. Ming Shi lekas meraih pundaknya, memaksanya berbalik memandang dirinya. “Memang benar... kau memang Zhang Li Sha! Wajahmu masih sama seperti lima belas tahun yang lalu...” Wanita yang ternyata adalah Li Sha itu kini menunduk dalam-dalam. “Sungguh suatu kehormatan besar Paduka masih mengingat hamba...” Ming Shi tergugu. Ia memandang wanita yang lima belas tahun yang lalu telah meninggalkan kesan masa lalu teramat dalam baginya. Berbagai perasaan berkecamuk menguasai pikirannya. Marah, benci, sedih, sakit hati... seharusnya ia melakukan sesuatu terhadap wanita itu untuk membalaskan seluruh sakit hatinya. Alih-alih demikian, sesuatu seakan menahannya. Ia pun hanya bisa memandang dalam diam wajah yang telah dewasa namun masih nampak polos bagaikan anak
Rasa sakit yang amat sangat memutus seluruh indera He Xian, ia seolah terpenjara dalam dunia gelap gulita, meski samar-samar ia masih dapat mengetahui apa yang terjadi di dunia nyata. Sesekali, ia mendengar suara beberapa orang, berbicara sepatah dua patah di dekatnya. “ ... sangat gawat... lukanya sangat parah...” “ ... bila ia cepat mendapat pertolongan, mungkin nyawanya bisa diselamatkan...” “ ... He Xian! Kau tak boleh mati!...” Selanjutnya tidak ada lagi yang bisa didengarnya, karena ia telah kehilangan kesadarannya. Entah sudah berapa lama ia pingsan, ia tak tahu. Sampai akhirnya, ketika ia membuka kelopak matanya, dilihatnya sinar mentari pagi tengah membias ke wajahnya. Karena silau, ia mengerjap-ngerjapkan matanya. “He Xian! Syukurlah, kau akhirnya siuman!” Min-Hwa menghampirinya,
“Memang sangat sulit. Tidak apa, kau bisa mencobanya lagi.” He Xian menarik nafas dalam-dalam beberapa kali, pun kembali memejamkan mata dan melakukan semadi. Kilas-kilas balik tersebut kembali mengganggu pikirannya. He Xian mencoba tidak mengacuhkannya. Tapi bukannya menghilang, kilasan-kilasan itu malah semakin banyak. Dan bahkan mulai tampak adegan lain yang - ia tahu itu belum tentu nyata - namun sangat mengganggu pikirannya. Adegan tersebut memperlihatkan ayahnya dan ibunya tengah berlutut meminta pengampunan dari Ming Shi, namun kaisar muda itu malah menyuruh pengawalnya mencambuk dan mencabik-cabik tubuh mereka. Mereka menjerit-jerit kesakitan, dan Ming Shi hanya berkata, “Lebih keras! Supaya mereka menderita dulu sebelum mati!”.... “He Xian! Bukankah sudah kubilang untuk menjernihkan pikiranmu? Kenapa kau malah memikirkan kebencian yang lebih daripada sebelumnya?” He Xian