Share

Bab 2

Serra: *Mengirim Foto 

   [Aku menemukan celana yang aku inginkan! Senangnya..]

   Serra mengirimkan foto celana yang dia beli, celananya celana panjang, berwarna maroon pensil, dan terdapat rombe-rombe di bagian bawah celana.

   [Untung saja aku tidak kehabisan seperti bulan kemarin.] Dia juga mengirim emoticon berpelukan. 

   Liliana: dia mengirimkan emoticon bergambar wajah terkagum. [Hmm. Jika nanti kehabisan lagi, kau hanya tinggal menunggunya. Apa susahnya?]

   Serra tidak membalas pernyataan dari Liliana, dia hanya mengirimkan emoticon bergambar wajah yang mengeluarkan asap dari telinga. 

   Adeline: [Dimana kamu membelinya?]

   

   Serra: [Di Toko Oive dekat rumah bibiku.]

   Adeline: [Pasti harganya sangat mahal ya, kan?]

   Serra: [Tidak, ini hanya sembilan ribu peso.]

   [Tapi, apakah ini cocok denganku?]

   Adeline: [Coba pakai, lalu foto dan kirim fotonya ke sini.]

   Serra: [Ok, tunggu sebentar!]

   Aku: [Kau membuang-buang waktu dan uangmu hanya untuk satu celana ini?]

   Liliana: [Dia memang sudah tidak waras.]

   Serra: [Kau tahu? Aku menantikan ini dari 3 bulan yang lalu! Dan ketika Perusahaan Oive meluncurkan produk baru, aku sangat bersemangat!] 

   Serra sangat menyukai Oive salah satu brand terkenal di kota kami, pakaian yang dia miliki dari mulai atasan baju, celana, rok, cardigan, bahkan pakaian dalam pun bermerk Oive. Dia juga mengoleksi sepatu dan tas Harganya pun diatas lima ribu peso untuk satu barang. 

   Orang tua nya sangat kaya, jadi tidak heran jika Serra membeli barang mahal tetapi, dia sering dimarahi orang tuanya saat membeli barang terlalu banyak. 

   Ketika dimarahi orang tuanya, Serra akan pergi dari rumah dan menginap beberapa hari di rumahku. Orang tua nya akan menelepon, meminta ku untuk membujuk Serra untuk pulang. Jujur ini sangat merepotkan bagiku.

   Serra: [Liliana, aku memang sudah tidak waras, puas ka!?]

   Aku: [Ya, ya, ya, aku tahu.]

   Liliana hanya membalasnya dengan mengirimkan emoticonorang, yang sedang tertawa terbahak - bahak memegangi perut. 

   Serra: *Mengirim Foto

   

   Dia mengirimkan foto dirinya, dimana dia berdiri didepan cermin dengan memakai celana barunya tersebut. [Bagaimana cocok tidak untukku?]

  

   [Aku ingin memakainya, untuk kuliahku minggu depan.]

  

   [Tolong penilaian nya..]

   Adeline: [Bagus, kau terlihat sedikit feminim.]

   Serra: [Terima kasih..]

   Liliana: [Jujur, celananya sangat amat bagus tapi, jika kau yang memakainya tidak seorangpun akan melirikmu.]

   Aku: [Lumayan.]

   Serra: [Aku tidak peduli dengan perkataan mu Lilien.]

   Liliana kembali mengirim emoticon orang yang sedang tertawa terbahak - bahak memegangi perut. 

   Aku: [everyone..]

   [Aku bermimpi hal yang sama lagi.]

   Serra: [Apa kau sudah pergi ke dokter?]

   Aku: [Aku tidak ada waktu untuk pergi ke dokter.]

   Liliana: [Aku curiga. Mungkin saja, kau merindukan kami.]

   Aku: [Aku tidak merindukan kalian.]

   Aku juga mengirimkan emoticon orang yang sedang mengumpat di balik dinding. 

   Adeline: [Itu hanya mimpi biasa, tidak perlu khawatir.]

   Serra: [Itu bukan mimpi biasa, Adeline!]

   [Allea, aku menyarankan mu harus pergi ke dokter.]

   Adeline: [Serra, kenapa menurutmu itu bukan mimpi biasa?]

   Serra: [Setiap dia bermimpi, itu akan berakhir dengan kepala yang sakit. Ini jelas sekali, ada masalah dengan kepalanya!]

   [Jika dia tidak pergi ke dokter, aku takut dia akan mengalami sakit kepala yang lebih parah.]

   Sejujurnya, aku juga takut jika aku bermimpi hal yang sama kembali. Aku akut kepalaku akan merasakan sakit lebih parah. 

   Adeline: [Serra, semua mimpi itu hanya bunga tidur, tidak ada yang perlu dikhawatirkan. 

   [Mungkin yang membuat kepalanya sakit, saat dia tidur kepalanya tidak sengaja terbentur dengan benda, atau mungkin saja kepalanya menyentuh lantai dengan posisi badan berada di kasur. Disa jadi, 'kan?]

   [Berbeda lagi, jika dinding kamarnya tiba-tiba roboh atau dia tertindih oleh mobil yang nyasar dari atap kamarnya.]

   [Itu yang harus dikhawatirkan, karena dia akan skakmat ditempat!]

   Aku terkesima dengan apa yang di ketik oleh Adeline tapi, aku ingin tertawa saat dia mengetik kata "Skakmat".

   Serra: [Aku mengerti, tapi aku hanya khawatir pada nya. Masa tidak boleh?]

   Aku: [Adeline.. pendapatmu ada benarnya juga!]

   [Terima kasih telah mengkhawatirkan aku Serra.]

   Aku mengirimkan dua emoticonbergambar orang yang sedang menyebarkan love.

   Liliana: [Tunggu! Bukankah mimpi yang dialami Allea, pernah kita lakukan waktu sekolah?]

   Adeline: [Benarkah?]

   Liliana: [Bukankah kita pernah ke lotteCebu sekali?]

   Aku: [Aku tidak ingat sama sekali.]

   Serra: [Aku juga tidak ingat, kapan itu terjadi?]

   Liliana: [Kalian semua tidak ingat? Kenapa hanya aku saja yang ingat?]

   

   [Abaikan saja! Kita ganti topik lain!]

   Apa yang diketik Liliana mungkin ada benarnya juga, kalau aku bersama tiga sahabatku pernah ke lotte Cebu. Namun, aku tidak ingat sama sekali tentang itu semua, bahkan ingatan ku tentang masa sekolah terlihat samar-samar. 

   Adeline: [Allea, kau tidak perlu khawatir sama mimpimu, ok?]

   [Jangan dipikirkan, jika dipikirkan hanya menambah beban di kepalamu.]

   Aku: [Tentu saja!]

   Jika aku terus memikirkan mimpi itu, akan membuat kepalaku menjadi pusing dan akan menghilangkan konsentrasi otak ku saat bekerja. Kau harus fokus Allea! Fokus!

   Ketika aku ingin membalas pesan di grup dan ingin mengirimkan emoticon bergambar wajah tersenyum, tiba-tiba ponsel ku beralih ke panggilan masuk. Ada telepon dari pacarku. 

   Aku terkejut dan hampir membuat ponselku jatuh ke wajahku. 

   Aku pun terdiam sejenak selama tiga detik memandangi layar ponsel, terlihat nama yang sedang menelponku "Bernardo", terdapat juga emoticon love berwarna hitam di samping nama nya. 

   "Kamu seperti permen kapas yang mencair sepanjang hari dihatiku." Suara dari nada dering ponselku. 

   Nada dering ini hanya terdengar saat Bernardo menelepon. Aku juga memasang nada dering untuk orang tuaku, ketiga sahabatku dan rekan kerjaku.  

   Aku sengaja memasang nada dering yang berbeda untuk mereka, supaya aku dapat mengenali orang yang menelponku. 

   Aku bukan tipe orang yang suka mengangkat telepon dari orang lain. Kecuali, situasinya sedang mendesak.

   Aku pun mengangkat telepon dari Bernardo. Terdengar suara di seberang sana, "Selamat pagi, Nona cantik."

   Hampir setiap pagi, dia meneleponku dan ucapan pertama nya selalu seperti itu. Apakah semua pria seperti ini kepada kekasihnya?

   "Apakah kau pergi bekerja hari ini?"

   Aku tersenyum dan berkata, "Selamat pagi juga.." Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum, ketika berbicara dengan nya melalui telepon, maupun secara langsung. 

   "Ya, aku bekerja."

   "Mau ku antar?"

   "Tidak usah. Jaraknya 'kan dekat."

   Sejujurnya, aku ingin sekali diantarkan Bernardo, ketika berangkat kerja tetapi, jarak rumahku ke kantor tempatku bekerja sangat dekat. Aku hanya perlu berjalan kaki, sekitar sepuluh menit untuk sampai kesana.  

   "Baiklah, aku sedang dijalan menuju tempat bekerja. Aku akan mengabarimu nanti."

   "Hati-hati dijalan." 

   "Ya." 

   Aku berpacaran dengan Bernardo baru dua tahun. Dia merupakan teman satu sekolah ku, saat masih sekolah menengah, tapi kami beda kelas.

Banyak yang bilang bahwa dia pria yang dingin terhadap wanita tetapi, menurutku tidak dingin sama sekali. Jika sedang bersamaku, dia akan bermanja ria, merengek seperti anak kecil, dan tidak ingin melepaskan tanganku dari genggaman tangan nya.

   Aku pernah menyuruh Adeline berpura-pura menjadi orang lain, mengiriminya pesan, menggoda, dan mengajak nya berkencan. 

   Awalnya, aku berpikir bahwa Bernardo akan menanggapi. Namun dugaanku salah, Bernardo tidak menanggapinya, bahkan dia memblokir Adeline. 

   Sebelum Bernardo menutup teleponnya, dia berkata padaku," Jangan lupa sarapan."

  Tentu saja! aku tidak akan membiarkan cacing-cacing di perutku bernyanyi. 

    Setelah itu, aku menutup ponsel dan menaruhnya di sampingku. Mataku tertuju pada jam dinding yang berada tepat di samping televisi. 

   Jam itu menunjukkan pukul enam lewat tiga puluh menit. Aku pun terdiam sebentar selama satu menit, memandangi jarum jam yang terus berjalan. 

   Ponselku bergetar lagi, aku tidak menghiraukan nya. Aku tengah berpikir, setelah beranjak dari kasur, aku harus melakukan beberapa hal. 

 Pertama, merapikan tempat tidur dan mengembalikan posisi bantal ketempat semula. kedua, mematikan lampu. Ketiga, membuka gorden. Keempat, mematikan air conditioning. kelima, ambil handuk dan pergi mandi. Keenam, berangkat kerja. 

 Aku melakukan itu semua, ketika ingin beraktivitas seperti bekerja atau hal lain nya. Aku juga membuat catatan kecil yang ditempelkan di dinding untuk kegiatanku setiap hari. Di hari kerja maupun hari libur. 

   Disatu sisi, aku melakukan itu semua karena, aku harus mandiri hidup di Kota Quezon dan jauh dari kedua orang tuaku. 

   Orang tuaku berada di Kota Cebu, yang jaraknya sekitar delapan ratus kilometer dari Kota Quezon. 

   Sekarang, aku harus mengumpulkan semua niat dan tenagaku untuk beranjak dari kasur, tapi rasanya aku tidak ingin pergi dari kasurku. Aku merasa badan ku sudah terpasang magnet yang begitu kuat. 

   "Aku tidak boleh bermalas-malasan!" gumamku. 

   Perlahan, aku mulai membangunkan tubuhku dari posisi terlentang menjadi posisi duduk. Oke! Saat nya beranjak dari kasur!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status