LOGINChapter 107Di Bawahmu, Mengagumimu “Kau ingin aku menjelaskan dengan cara bagaimana?” tanya Marcello lembut, tetapi tatapannya menggoda. Aneesa membelalak, tatapan Marcello seperti ingin menyeretnya ke atas tempat tidur dan rasanya tidak rela merusak suasana, tempat yang tenang, pemandangan yang cantik, dan cuaca yang sejuk seharusnya diisi dengan keromantisan yang sangat berkesan. Aneesa tersenyum nakal dan mengerlingkan matanya seraya melingkarkan lengannya di leher Marcello.“Aku tidak akan meminta penjelasan sekarang,” katanya lalu menatap lautan yang permukaannya berkilauan. “Malam akan segera datang, aku belum melihat seperti apa kamar yang akan kita tempati selama tiga hari di sini.” Marcello menyeringai kemudian tanpa berpikir panjang membopong Aneesa seperti pengantin baru. Dari dek belakang, Marcello melangkah melewati kaca salon lalu menuruni tangga sempit di sisi kanan kapal dan beberapa langkah kemudian mereka tiba di dek bawah—tersembunyi dari hiruk-pikuk, menghadap
Chapter 106Marah pada Marcello“Aku tidak tahu kalau menjadi pembalap F1 adalah jembatan menuju kekayaan yang fantastis,” ucap Aneesa pada Marcello yang sedang mengemudikan Yacht. Marcello yang mengenakan kacamata hitam tersenyum dan menoleh pada Aneesa yang berdiri di sampingnya, sangat dekat hingga nyaris bersentuhan. “Kapan kau membelinya?” tanya Aneesa. “Saat usiaku dua puluh dua tahun, aku membelinya sebagai hadiah ulang tahunku sendiri,” jawab Marcello.Membeli sebuah yacht di usia dua puluh dua tahun dari hasil kerja kerasnya tanpa campur tangan orang tua terdengar sangat hebat, Aneesa merasa Marcello sangat keren. Namun, membeli untuk hadiah ulang tahunnya sendiri membuat Aneesa merasa bersalah, ia belum pernah memberikan hadiah ulang tahun yang berkesan untuk Marcello. “Berapa lama kau belajar mengemudikannya?” tanya Aneesa sembari menepis rasa pahit yang menyusup dalam benaknya.Marcello seperti mengingat-ingat. “Aku tidak ingat, yang jelas tidak butuh waktu lama dan s
Chapter 105Seseorang yang Ingin Dilindungi Aneesa mengenakan gaun berpotongan strapless dengan siluet ramping yang mengikuti lekuk tubuhnya tanpa terlihat berusaha menarik perhatian. Warnanya champagne keemasan pucat berkilau di bawah sorot lampu seolah memantulkan cahaya di setiap langkah yang ia ambil, kainnya halus dan jatuh dengan lipit tipis di bagian pinggang yang memberi kesan anggun dan dewasa. Punggungnya terbuka rendah, sederhana, tanpa hiasan berlebihan seolah memberi kesan dirinya adalah keindahan yang tidak perlu diumumkan.Rambutnya ditata sleek low bun, meninggalkan beberapa helai tipis membingkai wajah. Perhiasannya minim: anting berlian kecil dan sebuah cincin sederhana yang senada dengan kalung yang dikenakannya. Sepatu hak tinggi berwarna nude melengkapi penampilannya membuat langkahnya tampak tenang dan mantap.Ia seorang diri melangkah memasuki red carpet keramaian seolah meredup sesaat, kilatan cahaya kamera menyambutnya, dan wartawan yang berjejer memanggil na
Chapter 104Menagih Hadiah dari Barron “Kau hanya menuduh tanpa bukti,” sahut Aneesa tenang dan sinis.Barron tersenyum miring, tatapannya seperti meremehkan. “Dia sudah mengakui perasaannya padamu?” Ekspresi tenang di wajah Aneesa runtuh, berganti terkejut meskipun hanya sesaat kemudian kembali bersikap tenang. Barron menghela napas kemudian berkata, “Sudah kuduga, si pecundang itu tidak akan berani mengakuinya.” Barron tahu perasaan Marcello padanya? Dan mereka sudah terlibat persaingan? Namun, sejak kapan? Apa setelah ia menemui Barron untuk mengakui kebohongan mereka diam-diam bertemu? Jika benar kemungkinan Barron-lah yang memberitahu Marcello tentang hubungan mereka, pantas saja Marcello mendiamkannya beberapa saat. Rupanya Marcello marah karena itu, mengingatnya bibir Aneesa melengkung membentuk senyum tipis dan benaknya terasa hangat apalagi mengingat momen di Ainsa. Momen-momen sederhana yang bermakna, Marcello menyiapkannya dengan sangat cermat. Strategi mengejarnya bena
Chapter 103MenyudahinyaJam dua siang waktu Los Angeles, Aneesa meninggalkan kabin pesawat seorang diri, sementara Marcello menyusulnya dengan tetap mempertahankan jarak. Aneesa berpenampilan nyaris tidak dikenali orang lain sedangkan Marcello berpenampilan seperti biasa, mengenakan celana jeans dipadukan dengan kaus sederhana ketat yang dilapisi jaket bomber dan sneakers putih polos. Dalam penerbangan, mereka menggunakan fasilitas first class, mereka berada di kabin bersebelahan, terpisahkan oleh sekat yang bisa dibuka setengah sehingga dapat saling memastikan kehadiran satu sama lain dan bisa mengobrol pelan tanpa menarik perhatian siapa pun. Di pintu kedatangan dua pria berpostur tinggi dan mengenakan pakaian serba hitam langsung mendekatinya tanpa mengatakan apa pun, hanya senyum penuh arti seraya sekilas menatap Marcello yang berjalan santai di belakang Aneesa sembari menyeret sebuah koper berukuran kecil kemudian mengarahkan Aneesa ke sebuah mobil Mercedes Benz Sclass berwarna
Chapter 102Menghadapinya Seorang Diri Aneesa menyandarkan kepalanya di lengan Marcello. “Kalak kita akan bersama-sama membuat prestasi, saling mendukung dalam segala hal hingga di ruang belajar kita rak-raknya penuh dengan piala.” Marcello setuju dengan ucapan Aneesa dan berhenti di depan pintu kabin lalu memeluk Aneesa dengan lembut. “Anak-anak kita pasti akan sangat bangga memiliki ibu sepertimu.” “Mereka juga bangga memiliki ayah sepertimu, ayah yang sangat mencintai ibu mereka,” kata Aneesa pelan dan serak, “Marcello, aku ingin keluarga yang harmonis, seperti keluargamu. Ayah dan ibumu penuh cinta, aku ingin anak-anak kita kelak mendapatkan cinta seperti yang kau mendapatkan di keluargamu.” Marcello mengecup kening Aneesa dengan lembut lalu berkata, “Aku bisa tidak menjanjikan kehidupan yang sempurna, tetapi aku pasti akan berusaha sebaik mungkin untuk mewujudkan keinginanmu.” Aneesa mengangguk pelan, di matanya tidak ada keraguan terhadap Marcello. Ia berjinjit seraya melin



![Memantai [Tamat]](https://acfs1.goodnovel.com/dist/src/assets/images/book/43949cad-default_cover.png)



