Share

Bab 6: Persimpangan Antara Kebenaran dan Kepalsuan

Dalam pantauan ketat itu, Darto muncul. Dengan sikap tenang, ia mendekat.      

“Kenapa kalian berdiri di depan pintu?” tanyanya, suaranya seperti angin sejuk yang menusuk ketidakpastian.

Kami hanya mencari angin, Pak," jawab Ermono.

Darto menatap Ermono, seakan mencoba membaca setiap ekspresi yang terpantul di wajahnya. “Kalian hanya mencari angin?” ulang Darto, suaranya mengejek. “Saya di sini sudah puluhan tahun, jangan pikir kalian bisa menyembunyikan sesuatu dariku.”

Ermono dan Purwo saling berpandangan, menyadari bahwa Darto tidak mudah dikelabui. Meskipun suasana tegang memenuhi sel, Darto tidak kehilangan sikap tegasnya. Ia mendekati Ermono, memandanginya dengan penuh pengetahuan tentang tingkah laku para tahanan.

“Bocah itu tidak seperti yang lain, ya?” goda Darto, mencoba menggali informasi lebih lanjut. “Saya tahu ketika ada yang mencoba menyembunyikan sesuatu. Jadi, apa yang sedang terjadi?”

Ermono terdiam, mencoba merumuskan jawaban yang tidak akan membocorkan terlalu banyak rahasia. Darto, bagaimanapun, bukanlah orang yang mudah ditemui oleh trik percakapan. Ia mengetahui di balik setiap kata yang diucapkan, ada kebenaran yang tengah disembunyikan. 

“Kalian mungkin berpikir bahwa dengan merahasiakan sesuatu, kalian melindungi bocah itu,” ujar Darto . “Namun, percayalah, kadang-kadang kebenaran adalah satu-satunya hal yang bisa melindungi seseorang.”

Purwo dan Ermono, kendati merasa tertekan, merasakan ada kebijaksanaan di balik kata-kata Darto. Ia bukan sekadar penjaga penjara biasa. Darto seolah membawa beban pengetahuan dan pemahaman yang lebih di balik jeruji besi.

“Kalian mengkhawatirkan bocah itu, ya?” pertanyaannya menusuk tajam. Purwo dan Ermono hanya diam dan saling berpandangan. Terperangah oleh kecerdasan tajam Darto yang tak terduga.

Darto melanjutkan, “Kalian harus tahu bahwa bocah itu terlibat dalam masalah besar. Masalah yang tidak bisa dianggap enteng. Polisi dan otoritas lain ingin menggali informasi dari mulutnya.”

Suasana di koridor itu semakin tegang. Ermono dan Purwo merenung, mencerna informasi yang baru mereka dengar. Darto, seperti membaca ekspresi mereka, menambahkan. “Saya mengerti kekhawatiran kalian, tapi kalian harus tahu bahwa situasinya rumit. Apa yang terjadi padanya bisa menjadi kunci untuk sesuatu yang lebih besar.”

Purwo dan Ermono menyadari bahwa langkah mereka akan membawa masalah yang lebih besar. Pagi itu, Darto, penjaga penjara yang tampil dengan kedalaman dan ketegasan. Telah membuka pintu pada sesuatu yang lebih besar dari sekadar kekhawatiran seorang teman.

Darto melirik ke lorong panjang, langkah-langkah keras penjaga penjara terdengar seperti gema ancaman. “Bocah itu mungkin dalam bahaya, dan kalian harus tahu cara melindunginya.”

Dalam ruang interogasi, seorang jenderal duduk di meja dengan tumpukan berkas di hadapannya. Sorot matanya tajam, meneliti setiap detail dalam berkas-berkas itu. Pintu ruangan diketuk dengan keras, dan seorang penjaga memasuki ruangan.

“Selamat pagi, Komandan. Izinkan saya masuk membawa tahanan untuk dihadapkan kepada Bapak,” kata penjaga dengan tegas.

“Silakan masuk,” jawab Komandan tanpa mengangkat mata dari berkas yang sedang dibacanya.

Beberapa penjaga masuk ke dalam ruangan, membawa seorang tahanan kecil yang terikat. Awan, begitu nama tahanan itu, terlihat kurus dan lemah. Dia memiliki tatapan mata yang kosong, seolah-olah dunianya telah hancur.

“Silahkan duduk,” perintah Komandan kepada Awan.

Namun, Awan membisu, sepertinya tidak memperhatikan perintah tersebut. Sebuah gelombang emosi yang tidak terucap muncul di dadanya, tetapi dia tidak bergerak.

“Nak, duduklah!” perintah Komandan lagi, kali ini dengan nada lebih tegas.

Awan masih tetap diam, seakan-akan dunianya sendiri telah runtuh. Salah satu penjaga yang sudah mulai kehilangan kesabaran mendekat. Dengan kasar mendorong Awan agar duduk menghadap Komandan.

Awan terhuyung, tetapi akhirnya duduk di depan Komandan. Dengan tatapan mata tanpa rasa takut atau penyesalan. Ruangan itu dipenuhi oleh keheningan tegang, memperkuat ketegangan yang sudah ada sejak awal.

Komandan tetap tersenyum, tetapi ekspresinya mulai berubah menjadi keheranan yang mendalam. Dia menatap Awan yang tetap diam, tanpa mendapatkan jawaban atas pertanyaannya.

“Ini sangat tidak mungkin,” ucap Komandan dengan nada heran. “Kenapa kamu harus melakukan sesuatu yang seharusnya tidak kamu lakukan, Awan?”

Awan masih terdiam, tidak menunjukkan tanda-tanda keinginan untuk menjawab pertanyaan Komandan. Sebuah ketidakpastian menggelayuti ruangan itu, menciptakan suasana yang semakin tegang.

Komandan meletakkan berkas yang sedang dibacanya dan menatap Awan dengan serius. “Kamu tahu bahwa tindakanmu akan memiliki konsekuensi, bukan? Kami tidak main-main di sini,” kata Komandan dengan suara yang tegas.

Namun, Awan tetap tidak bersuara. Tatapannya masih kosong, seolah-olah tidak terpengaruh oleh ancaman atau peringatan apapun. Keputusasaan terasa di udara, menciptakan aura misteri di sekitar Awan.

Wajah Komandan semakin dipenuhi kebingungan ketika mendengar jawaban Awan yang menyangkal keterlibatannya.

“Apa yang kamu maksud, Pak?” tanya Awan dengan suara yang tenang, namun ekspresinya tetap datar.

Komandan memicingkan matanya, mencoba memahami situasi. “Saya memiliki bukti yang menyatakan sebaliknya, Awan. Jangan berusaha untuk menyembunyikan kenyataan,” ucap Komandan dengan tegas, mencoba menguji reaksi Awan.

Awan tetap tenang. “Saya tidak tahu apa yang Anda bicarakan, Pak. Saya tidak melakukan apa-apa,” tandasnya dengan mantap.

Komandan kembali meninjau berkas-berkas di mejanya. Suasana ruangan terasa semakin tegang, diisi oleh ketidakpastian dan pertanyaan yang belum terjawab.

Komandan kembali meneliti berkas-berkas di mejanya, mencari informasi tentang latar belakang Awan. Matanya menyusuri setiap detail, mencoba mencari pemahaman. Mengapa seseorang dengan latar belakang seperti Awan dapat terlibat dalam situasi ini.

“Kamu memiliki latar belakang yang mulia dan penting di masa lalu, Awan,” ucap Komandan.

Awan hanya mengangguk singkat, tetapi wajahnya tetap datar. “Saya tidak mengerti maksud Bapak. Saya tidak terlibat dalam hal apa pun,” tambahnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status