All Chapters of TRAGEDI 98, PERUBAHAN SEORANG PEMUDA: Chapter 1 - Chapter 10
19 Chapters
Bab 1: Antara Keadilan dan Ketidakpastian
Negeri Seribu Pulau kini dilanda krisis ekonomi dan politik. Kota Bengawan, yang menjadi simbol ketenangan dan kekayaan budaya, kini menghadapi cobaan sulit. Gelombang krisis merambah dari ibukota, memasuki setiap jalan dan gang, menggoyahkan kehidupan warganya. Di tengah gejolak ini, aksi massa dan perlawanan anti-pemerintah muncul sebagai harapan. Di sudut warung di depan kantor pusat informasi, Awan duduk menikmati makan siangnya. Beberapa orang tiba tiba muncul. Orang bertubuh kurus dan tinggi memanggil pelayan untuk memesan kopi. “Hai pak, buatkan kami kopi!” serunya Pelayan, dengan senyuman ramah, menjawab, “Siap, pak!” Sayup-sayup terdengar percakapan, gedung pusat informasi menjadi target aktivis demokrasi. Dari pembicaraan tersebut, diketahui bahwa pria-pria ini agen intelijen. Pertukaran pandang singkat antara Awan dan agen intelijen menciptakan konflik yang misterius. Setelah beberapa saat, rombongan itu meninggalkan tanpa meninggalkan jejak. Awan, yang terus mengama
Read more
Bab 2: Terperangkap dalam Kegelapan
Setelah kepergian mobil tentara, beberapa warga mulai mendekat, mencoba mencari tahu. Ada yang memberikan pertolongan kepada teman-teman Awan. Namun banyak juga yang mencibir, menganggap bahwa Awan mencari mati menentang pemerintah. Trenggono, yang tetap teguh pada prinsipnya, berdiri di depan warga-warga yang mencibir. Dia berbicara dengan tegas, “Kami tidak akan tinggal dim melihat kezaliman! Awan tidak bersalah, dan kami akan membuktikannya. Jangan hanya berbicara tanpa tahu fakta.” Warga-warga itu terkejut dengan keberanian Trenggono. Mereka saling pandang, tidak tahu harus berkata apa. Trenggono melanjutkan, “Jika kalian tidak percaya, mari kita adu jotos! Aku akan membuktikan bahwa Awan tidak bersalah!” Warga-warga itu hanya bisa diam, tidak berani menanggapi tantangan Trenggono. Mereka sadar bahwa Trenggono adalah pemuda yang tangguh dan tidak mudah ditakuti. Tiba-tiba, suasana tegang di antara warga terasa memuncak. Beberapa dari mereka yang mencibir Awan menjadi terdiam,
Read more
Bab 3: Pemberontakan di Dalam Sel
Namun, kejutan menyelimuti Awan ketika beberapa sosok laki-laki muncul di depannya. Mereka menyapa Awan dengan ramah, menciptakan kelegaan di tengah ketegangan. Pemimpin kelompok tersebut, dengan wajah serius, bertanya. “Selamat malam, nak. Kenapa anak sebelia kamu bisa masuk di sini?” Awan menjawab dengan jujur, “Saya tidak tahu.” Merasa heran dan bingung. Pemimpin kelompok menghela nafas, “Mereka berulah lagi, rupanya.” Gumamnya, mencerminkan kekecewaan terhadap situasi yang mungkin sudah sering mereka alami. “Siapa namamu, nak?” tanya pemimpin kelompok dengan wajah serius. Awan menjawab, “Namaku Awan.” Pemimpin kelompok menatapnya sejenak sebelum mengangguk. “Namaku Purwo,” kata seorang pria yang berdiri di samping pemimpin kelompok. Purwo memberi sapaan sambil tersenyum ramah. “Ermono,” katanya sambil memperkenalkan diri. Awan merasa sedikit lega mengetahui nama-nama mereka. “Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Kenapa saya dibawa ke tempat seperti ini?” tanya Awan, mencoba
Read more
Bab 6: Persimpangan Antara Kebenaran dan Kepalsuan
Dalam pantauan ketat itu, Darto muncul. Dengan sikap tenang, ia mendekat. “Kenapa kalian berdiri di depan pintu?” tanyanya, suaranya seperti angin sejuk yang menusuk ketidakpastian. Kami hanya mencari angin, Pak," jawab Ermono. Darto menatap Ermono, seakan mencoba membaca setiap ekspresi yang terpantul di wajahnya. “Kalian hanya mencari angin?” ulang Darto, suaranya mengejek. “Saya di sini sudah puluhan tahun, jangan pikir kalian bisa menyembunyikan sesuatu dariku.” Ermono dan Purwo saling berpandangan, menyadari bahwa Darto tidak mudah dikelabui. Meskipun suasana tegang memenuhi sel, Darto tidak kehilangan sikap tegasnya. Ia mendekati Ermono, memandanginya dengan penuh pengetahuan tentang tingkah laku para tahanan. “Bocah itu tidak seperti yang lain, ya?” goda Darto, mencoba menggali informasi lebih lanjut. “Saya tahu ketika ada yang mencoba menyembunyikan sesuatu. Jadi, apa yang sedang terjadi?” Ermono terdiam, mencoba merumuskan jawaban yang tidak akan membocorkan terla
Read more
Bab 7: Keterlibatan Awan Dalam Intrik Politik
Komandan merenung sejenak, mencoba menyusun potongan informasi yang ada di hadapannya. “Apakah ada alasan khusus yang membuat kamu terlibat dalam situasi ini? Ada tekanan dari pihak lain, atau mungkin ada motif tertentu?”Awan tetap tenang. “Tidak ada alasan atau tekanan, Pak. Saya tidak tahu apa yang menyebabkan saya berada di sini. Dan saya tidak melakukan apa pun yang dapat merugikan siapa pun.”Keheranan di wajah Komandan semakin mendalam. Masih ada misteri yang perlu dipecahkan sebelum mereka dapat menemukan akar masalah ini. Komandan mengerutkan kening, wajahnya mencerminkan kebingungan.“Bukankah menurut berkas ini, keluarga Anda memiliki latar belakang penting di masa lalu?” tanya Komandan dengan suara yang penuh keraguan.Awan tersenyum pahit. “Maafkan saya, Pak, tapi itu tidak benar. Saya hanya seorang anak jalanan, tidak memiliki hubungan dengan keluarga yang mulia.”Komandan menatap Awan dengan intensitas, mencoba memahami kebenaran di balik kata-kata tersebut. Dia kembali
Read more
Bab 4: Dalam Pelukan Kegelapan, Berkobarlah Semangat Pemberontakan
Melihat Awan, beberapa tahanan mulai terprovokasi dan menghajar penjaga tersebut. Awan duduk santai, memperhatikan keributan yang terjadi di sel. Sementara itu, Purwo dan Ermono berusaha menghentikan kebrutalan para tahanan. “Berhenti, kalian!” teriak Purwo lantang, mencoba menghentikan kekerasan yang terjadi. “Jangan sampai penjaga ini tewas, atau nasib kalian akan berakhir tragis.” Namun, beberapa tahanan tidak menghiraukan peringatan Purwo dan terus menyerang. Situasi semakin kacau, penjaga lain yang mendengar segera datang untuk menyelamatkan rekan mereka. Awan yang awalnya santai langsung disergap oleh beberapa penjaga. Meskipun berusaha melawan, akhirnya ia dilumpuhkan. Awan yang telah berhasil dikendalikan oleh penjaga, kemudian dibawa ke sel bawah tanah. Di sana, Awan mengalami serangkaian penyiksaan yang sadis dan kejam. Tubuhnya yang telah lelah dan terluka membuatnya semakin rentan terhadap siksaan tersebut. Meskipun demikian, semangat perlawanan Awan tidak pernah padam
Read more
Bab 5: Bayangan Kemanusiaan di Penjara
Darto, penjaga berkulit gelap dan bertubuh tambun, sosok yang menonjolkan kehumanisan. Meskipun pekerjaannya memerlukan ketegasan, Darto tetap mendekati para tahanan dengan sikap empatik. Usianya yang sudah mencapai lima puluhan tahun memberinya pengalaman dan kebijaksanaan. Pada pandangan pertama, orang mungkin menilai Darto dari penampilannya. Namun, di balik eksterior tersebut, Darto memiliki hati yang lembut. Ia sering memahami beban yang diemban oleh para tahanan dan berusaha memberikan dukungan. Sikap humanis Darto tercermin dalam tindakannya membawa makanan dan kepeduliannya terhadap para tahanan. Ia melihat Awan yang tidak mau makan, tahu bahwa anak ini dalam tekanan yang besar. Darto berusaha memberikan sedikit kemanusiaan dalam situasi yang sulit. Darto juga memiliki kebijaksanaan untuk memahami nuansa di antara para tahanan. Meskipun menjalankan tugasnya dengan tegas. Dirinya tidak segan untuk menunjukkan kepeduliannya dan mendengarkan mereka. Darto melihat Awan yang te
Read more
Bab 8 : Sel Bawah Tanah
Kepala penjaga memberikan hormat dan bergerak cepat untuk mengurus Awan. Ruangan itu kembali ditinggalkan dalam keheningan, tetapi ketegangan tetap menggelayuti udara. Semuanya menunggu hasil dari interogasi cepat yang akan menentukan jalannya peristiwa mendatang.Kepala penjaga, setelah berbicara dengan Komandan, mendekati Awan dengan sikap yang lebih tenang. “Nak, kamu sebaiknya segera bekerja sama dengan kami. Dengan usia kamu yang masih sangat muda, kamu bisa mendapatkan keringanan hukuman. Jangan biarkan dirimu berakhir tragis karena melawan.”Awan, meskipun masih merasa marah dan tidak bersalah, merenung sejenak. Dia tahu bahwa situasinya sulit. Kata-kata kepala penjaga menyiratkan kemungkinan konsekuensi yang lebih buruk jika dia terus melawan.“Saya tidak melakukan apa-apa, Pak. Saya tidak mau mengakui kesalahan yang tidak saya perbuat,” jawab Awan dengan tegas.Kepala penjaga menggeleng. “Kamu mungkin tidak tahu seberapa besar tekanan yang sedang terjadi di sini, nak. Kami in
Read more
Bab 9: Melacak Harapan di Tengah Badai
Sersan Jamal dan dua kopralnya berjalan ke arah Awan. Mereka mengepung Awan dan menatapnya dengan tatapan tajam. “Hai, bocah,” kata Sersan Jamal. “Kamu takut?” Awan menatap Sersan Jamal dengan tatapan berani. “Aku tidak takut,” katanya. Sersan Jamal tersenyum sinis. “Oh, ya?” katanya. “Lalu mengapa kamu terlihat seperti pengecut?” Kopral Joko dan Kopral Bayu tertawa. Mereka kemudian menarik kaki Awan dan memaksanya duduk di kursi. “Ayo, mengaku saja,” kata Sersan Jamal. “Kamu tidak akan bisa lolos.” Awan menggelengkan kepala. “Aku tidak bersalah,” katanya. Sersan Jamal meninju perut Awan dengan keras. Awan meringis kesakitan, tetapi dia tidak menyerah. “Ayo, mengaku saja,” kata Sersan Jamal lagi. “Atau kamu akan merasakan sakit yang lebih parah lagi.” Kopral Joko menampar pipi Awan. Awan kembali meringis kesakitan, tetapi dia tetap diam. Sersan Jamal menarik kursinya dan duduk di atasnya. Dia meletakkan kakinya di atas jempol kaki Awan dan menekannya dengan keras. Awan berte
Read more
Bab 10: Misi Beresiko
Suasana di dalam kantor terasa tegang ketika Jenderal Budi memasuki ruangan tersebut. Kapten Haris langsung memberi hormat kepada Jenderal yang berpengaruh besar tersebut. "Kapten, aku titipkan anak ini padamu."ucap Jenderal Budi dengan suara serius. Kapten Haris mengangguk tegas sebagai tanda penerimaan tugas baru ini. "Baik, Jenderal. Saya akan mengawasinya dengan ketat," jawab Kapten Haris, menyatakan kesiapannya. Jenderal Budi, yang tampak serius, memberikan instruksi lebih lanjut kepada Kapten Haris. Kapten, Awan masih terlalu muda. Jangan terlalu keras padanya, kata Jenderal Budi. Kapten Haris mengangkat alis, menunjukkan rasa penasaran dan ketidaksetujuan pada saat yang bersamaan. “Perlakuan apa yang dimaksud, Jenderal?” tanya Kapten Haris. Jenderal Budi, dengan ketenangan yang meyakinkan, menjelaskan lebih lanjut. "Dia sedang menghadapi masa-masa sulit. Saya tidak ingin perlakuan yang berlebihan terhadapnya. Biarkan dia berpikir dan memahami keadaannya," papar Jende
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status