Share

Bab 7: Keterlibatan Awan Dalam Intrik Politik

Komandan merenung sejenak, mencoba menyusun potongan informasi yang ada di hadapannya. “Apakah ada alasan khusus yang membuat kamu terlibat dalam situasi ini? Ada tekanan dari pihak lain, atau mungkin ada motif tertentu?”

Awan tetap tenang. “Tidak ada alasan atau tekanan, Pak. Saya tidak tahu apa yang menyebabkan saya berada di sini. Dan saya tidak melakukan apa pun yang dapat merugikan siapa pun.”

Keheranan di wajah Komandan semakin mendalam. Masih ada misteri yang perlu dipecahkan sebelum mereka dapat menemukan akar masalah ini. Komandan mengerutkan kening, wajahnya mencerminkan kebingungan.

“Bukankah menurut berkas ini, keluarga Anda memiliki latar belakang penting di masa lalu?” tanya Komandan dengan suara yang penuh keraguan.

Awan tersenyum pahit. “Maafkan saya, Pak, tapi itu tidak benar. Saya hanya seorang anak jalanan, tidak memiliki hubungan dengan keluarga yang mulia.”

Komandan menatap Awan dengan intensitas, mencoba memahami kebenaran di balik kata-kata tersebut. Dia kembali merenung sejenak sebelum akhirnya berkata, “Ada ketidaksesuaian di sini. Kami akan menyelidiki lebih lanjut tentang informasi yang ada. Tapi sekarang, saya perlu tahu kebenaran dari Anda, Awan. Apakah Anda terlibat dalam insiden ini atau tidak?”

Awan tetap tenang, matanya menatap langsung ke mata Komandan. “Saya bersumpah, Pak, saya tidak terlibat dalam apa pun yang dapat merugikan siapapun. Saya tidak tahu bagaimana saya bisa berada di sini.”

Komandan mengangguk, seakan mencoba memahami sisi cerita Awan. Pertanyaan serta ketidakpastian masih menggelayuti ruangan interogasi itu. Menandakan bahwa misteri di balik keterlibatan Awan masih belum terpecahkan sepenuhnya.

Wajah Komandan menjadi semakin suram mendengar penjelasan Awan. Dia memeriksa kembali berkas-berkas di hadapannya. Mencari bukti atau keterangan yang dapat memverifikasi klaim Awan.

“Kamu dituduh melakukan vandalisme di gedung pusat informasi, Awan. Pemimpin partai penguasa marah dan menuntut penyelesaian tuntas atas masalah ini,” ujar Komandan.

Awan tampak terkejut. “Saya tidak melakukan apa-apa, Pak! Saya tidak tahu apa-apa tentang vandalisme di gedung pusat informasi. Saya hanya mencoba bertahan hidup di jalanan. Mengapa saya harus melakukan sesuatu yang bisa merugikan saya sendiri?”

Komandan terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Awan. “Apakah kamu yakin bahwa tidak ada yang menyuruhmu melakukan hal ini, Awan? Apakah kamu mungkin menjadi korban dari rencana seseorang?”

Awan menggelengkan kepala dengan tegas. “Saya benar-benar tidak tahu apa-apa, Pak. Saya tidak punya hubungan dengan partai atau siapa pun.”

Komandan terlihat merenung, mungkin mencoba menyusun potongan-potongan informasi yang ada. “Kami perlu menyelidiki lebih lanjut. Tapi sementara itu, saya memerintahkan untuk menjaga kamu dengan ketat. Kami harus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dalam insiden ini.”

Komandan menatap Awan dengan tegas, menegaskan keterlibatan yang diduga kuat. “Sebaiknya kamu mengakui saja, Awan. Jangan menyembunyikan sesuatu dari kami. Kalau kamu berusaha menyembunyikan sesuatu, kamu akan menyesalinya.”

Awan merasa tekanan dari pernyataan Komandan, tetapi dia tetap kukuh. “Saya tidak melakukan apa-apa, Pak. Saya tidak tahu apa-apa tentang insiden ini. Saya tidak bersalah.”

Komandan mengangkat alisnya dengan skeptis. “Kami memiliki bukti yang menyatakan sebaliknya, Awan. Jika kamu terus menyembunyikan keterlibatanmu, konsekuensinya bisa sangat serius.”

Awan tetap pada pendiriannya. “Saya tidak tahu apa yang terjadi. Saya tidak terlibat dalam vandalisme itu, Pak.”

Suasana di ruangan itu tetap tegang, dan Komandan tampak tidak mempercayai pernyataan Awan. Pemeriksaan lebih lanjut dan pengungkapan kebenaran tampaknya menjadi langkah berikutnya. Guna mengungkap misteri di balik keterlibatan Awan dalam insiden tersebut.

Awan menatap penjaga yang menghina dengan ekspresi marah, tapi tetap kukuh pada pendiriannya. “Saya tidak akan mengakui kesalahan yang tidak saya perbuat. Saya tidak terlibat dalam insiden tersebut,” tegasnya.

Komandan mengangkat tangannya memberi isyarat agar penjaga itu tenang. “Kita butuh fakta dan bukti yang kuat sebelum menuduh seseorang. Mari kita lanjutkan penyelidikan ini dengan objektif dan adil,” ucap Komandan dengan serius.

Awan mengambil napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan emosinya. Dia tahu bahwa situasinya sulit. Tetapi dia tidak ingin mengakui kesalahan yang tidak pernah dia lakukan. Ruangan itu dipenuhi oleh ketegangan, semua orang menunggu perkembangan kasus ini.

Penjaga yang marah melangkah mendekati Awan, menatapnya dengan sinis. “Sudahlah, bocah tengik! Jangan berpura-pura tidak tahu. Kami tahu kamu yang melakukan semua ini,” ucapnya dengan nada merendahkan.

Awan menatap penjaga itu tanpa rasa takut, ekspresi marah tetap terpancar dari matanya. “Saya tidak melakukan apa-apa, dan tidak akan mengakui kesalahan yang tidak saya perbuat. Jangan tuduh saya tanpa bukti yang jelas,” tegasnya.

Penjaga itu tertawa kasar. “Bukti? Kami punya bukti yang cukup untuk menangkapmu dan menghancurkan hidupmu, bocah jalanan!”

Awan merasa semakin terhina, tetapi dia tetap bersikeras pada kebenarannya. “Saya bukanlah dalang dari insiden ini. Jika Anda memiliki bukti, tunjukkanlah. Saya tidak takut menghadapi kebenaran.”

Komandan mencoba meredakan situasi. “Kita butuh penyelidikan yang teliti dan adil. Jangan mengambil langkah-langkah sembarangan. Setiap orang berhak mendapatkan perlakuan yang adil.” Tetapi ketegangan di ruangan itu masih belum hilang, dan semuanya menunggu perkembangan berikutnya.

Komandan memandang serius, menyadari bahwa situasi ini perlu diselesaikan dengan cepat. Sebelum kedatangan pemimpin tinggi negara di Kota Bengawan. “Kapten, urus anak ini. Buat dia bicara jujur. Kita tidak punya waktu, terutama dengan kedatangan Presiden dan pemimpin partai. Keamanan kota ini tidak boleh terancam.”

Kapten memberikan salam hormat dan berkata, “Saya akan menanganinya, Komandan. Kami akan segera mendapatkan kebenaran dari anak ini.”

Sementara Komandan memberikan arahan, kepala penjaga menyambutnya dengan lugas. “Siap, Jenderal. Kami akan menyelesaikan masalah ini dengan cepat dan tanpa gangguan.”

Komandan menambahkan, “Ingatlah, stabilitas keamanan di daerah ini bergantung pada penyelesaian masalah ini. Tidak ada ruang untuk kegagalan.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status