Share

Part 3

Seminggu telah berlalu, sejak hari dimana Fiona bertransmigrasi ke dalam tubuh Nathalie. Sekarang dia sudah terbiasa dipanggil dengan nama Nathalie. Dia juga sudah membiasakan diri dengan keberadaan Duke William dan Nathan.

Nathalie saat ini berumur delapan belas tahun. Di Florenza, ia di cap sebagai Lady arogan yang sering berbuat sesukanya. Itulah yang menjadi alasan mengapa dia tidak mempunyai satupun teman. Namun kendati demikian, Nathalie tetap saja menjadi pusat perhatian berkat kecantikan serta gaya busananya yang elegan.

Banyak putra bangsawan yang menaruh hati padanya, bahkan ada yang secara terang-terangan menyatakan perasaan pada Nathalie. Tapi semuanya akan berakhir dengan penolakan keras dari Lady Medison tersebut. Namun ada satu orang yang tidak pernah jera, walau sudah ditolak berkali-kali oleh Nathalie.

Namanya Sean Armstrong. Tuan muda dari bangsawan pemilik kebun anggur terluas di Florenza serta bangsawan terkaya di Florenza itu tidak pernah kapok ditolak oleh Nathalie.

Seperti saat ini, mereka, Nathan, Nathalie dan Dion Bruce, sahabat Nathan. Tengah menyaksikan Sean yang datang ke kediaman Medison dengan membawa sebuah jepit rambut berbentuk bunga, dengan berlian merah muda yang berada tepat di tengahnya.

Nathalie menganga takjub melihat jepit rambut tersebut. "Ini sangat indah," pujinya.

Sean tersenyum, menampakkan lesung pipinya. Kemudian ia memasangkan jepit rambut itu di kepala Nathalie. "Wahh ... Kau benar-benar cantik, Nathalie," puji Sean berdecak kagum. Dia tak habis pikir, kenapa pujaan hatinya itu makin hari semakin cantik saja?

Nathalie melihat pantulan dirinya di kaca kecil yang selalu ia bawa kemana-mana, lalu tersenyum puas. Jepit rambut itu sangat cocok bersanding dengan rambut kuning keemasan nya.

"Menurut mu berapa harga jepit rambut itu?" bisik Dion kepada Nathan. Sedari tadi mereka berdua hanya diam menonton.

"Aku tidak yakin," ucap Nathan. Kemudian dia mencondongkan tubuhnya kearah Dion. "Tapi sepertinya jika dijual akan cukup untuk membeli sepuluh orang budak."

"Ck, ck, ck," Dion geleng-geleng kepala. Sean benar-benar dibuat gila oleh Nathalie.

Sean kembali mendekati Nathalie, "jadi, apa sekarang kita resmi berkencan?" tanyanya dengan mata penuh harap.

Nathalie mengalihkan matanya pada Sean. "Tidak!" katanya.

"Pfttt ... Hahaha." tawa Dion pecah. "48 kali. Kau catat baik-baik," ejeknya.

"Diam kau!" hardik Sean menatap kesal Dion.

Bukannya diam, Dion malah tersenyum mengejek. Hingga membuat Sean ingin melemparkan sepatunya kewajah Dion. Namun Emily datang dengan membawa minuman serta kudapan untuk mereka berempat. Alhasil Sean mengurungkan niatnya.

"Sudah kuduga," batin Nathan menatap miris Sean. Nathan tak habis pikir, kenapa ada manusia seperti Sean di dunia ini. Sudah sering ditolak, tapi tetap tidak jera. Sekedar informasi, Sean sudah ditolak sebanyak 47 kali oleh Nathalie. Dan ini yang ke 48 kalinya. Memangnya apa yang dia lihat dari kembarannya itu, sudah cerewet, menyebalkan pula.

"Tapi kau sudah menerima jepit rambut yang kuberikan," ucap Sean setengah merengek. Senyum yang tadi terukir diwajahnya sekarang berganti dengan wajah memelas. Oh, ayolah! Sean sangat tergila-gila pada Nathalie.

"Aku menerima jepit rambut darimu, bukan menerima cintamu," tutur Nathalie. Dia kembali memperhatikan jepit rambut yang bertengger indah di kepalanya.

"Tapi tetap sa-" perkataan Sean terpotong tatkala Nathalie menatapnya tajam.

"Jika tidak ikhlas memberikannya, yasudah, aku pulangkan!" ujar Nathalie garang. Tangannya sudah akan melepaskan jepit rambut itu, namun ditahan oleh Sean.

"Untukmu saja. Aku ikhlas," ucap Sean cepat. "Lagipula, tidak ada yang cocok memakai jepit rambut itu selain kau," imbuhnya.

Nathalie tersenyum miring mendengar ucapan Sean. "Baguslah jika kau tahu itu."

Seperti biasa, ia selalu mendapatkan apa yang ia mau. Lagipula jika Sean tidak jadi memberikan jepit rambut itu padanya, Nathalie tetap akan memiliki jepit rambut yang sama. Dia hanya tinggal minta ayahnya untuk membelikan. Pasti akan langsung dibelikan, tak peduli berapa harganya.

"Ngomong-ngomong, kemana saja kau belakangan ini? Kau terlihat sibuk," tanya Nathan pada Sean. Sekaligus mengubah topik pembicaraan.

"Ya, aku memang sibuk. Sibuk mencari jepit rambut edisi terbatas ini untuk Nathalie dan juga sibuk mempersiapkan kebutuhan untuk belajar di akademi Lancaster," balas Sean menghela nafas.

"Kan masih lama," celetuk Nathalie mengambil segelas jus jeruk yang tadi diantar oleh Emily.

Tiga hari yang lalu Duke William berkata telah mendaftar Nathan dan Nathalie ke akademi Lancaster. Yakni akademi paling bergengsi di Florenza dan juga tempat di mana Gavin dan Nathalie bertemu untuk pertama kalinya. Nathalie jadi gugup sendiri, mengingat bahwa sosok Nathalie berpaling dari putra mahkota hanya demi Gavin, yang notabene nya hanyalah seorang pangeran. Pasti pangeran Gavin memiliki sesuatu yang sangat menarik hati seorang Lady Nathalie, yang bahkan putra mahkota pun tidak memilikinya.

"Satu minggu lagi. Jadwalnya dipercepat," sahut Dion.

"Ukhuk ... Ukhuk ...." Nathalie tersedak mendengarnya.

"Lie, kau tidak apa-apa?" tanya Sean mengelus punggung Nathalie.

"Kalian tidak tahu?" tanya Dion ke Nathan.

Nathan menggeleng. "Ayah belum mengatakannya," jelas Nathan. Dia tidak se terkejut Nathalie.

"Kenapa bisa dipercepat?" tanya Nathalie.

"Entahlah. Mungkin agar bisa libur di musim dingin mendatang," ujar Dion mengedikkan bahu.

Nathalie menghela nafas pasrah. Itu artinya satu minggu lagi dia akan bertemu pangeran Gavin.

°°°

Dihadapan Nathalie, terdapat lima orang pelayan yang masing-masing memegang satu gaun di tangan mereka. Kelima gaun itu merupakan keluaran terbaru minggu ini, serta dibuat oleh perancang terbaik di Florenza. Stoknya juga terbatas.

Nathalie jadi bingung mau pilih gaun yang mana. Semua gaunnya sama-sama elegan dan memiliki nilai plus masing-masing. Terlebih lagi, semuanya sesuai dengan selera Nathalie.

"Nathan, menurut mu mana yang paling bagus?" tanya Nathalie kepada Nathan yang tengah menatapnya malas.

"Entahlah!" sahut Nathan ketus.

Setelah kejadian Nathalie yang jatuh dari jembatan, Duke William jadi super protektif padanya. Nathalie tidak diizinkan bepergian atau melakukan sesuatu tanpa pengawasan seseorang. Seperti saat ini, Nathan disuruh Duke William untuk menemani Nathalie ke butik. Katanya dia tidak tenang jika Nathalie pergi hanya dengan pengawal saja.

"Ayolah Nathan! Aku bingung mau pilih yang mana," ucap Nathalie terdengar frustasi.

Nathan menghela nafas kasar. "Jangan sok miskin! Beli saja kelimanya!" Jujur saja, Nathan lebih suka disuruh berburu hewan buas, daripada disuruh menemani Nathalie membeli gaun di butik.

Nathalie menepuk jidatnya sendiri. Kenapa dia bisa lupa, bahwa sekarang dia adalah anak orang kaya. "Bungkus semuanya," titahnya yang langsung dibalas dengan senyum lebar oleh kelima pelayan tadi. Tidak sia-sia mereka berdiri hampir satu jam.

Nathan mendengus, "kenapa tidak dari tadi," batinnya. Kemudian dia bangkit. "Kutunggu di luar," katanya, lalu melongos pergi.

Tak lama, Nathalie keluar dengan lima kantong berisi gaun ditangannya. Nathan meraih kelima kantong tersebut lalu meletakkannya di kereta kuda. Nathan juga mengulurkan tangannya untuk membantu Nathalie naik ke kereta kuda.

"Thank you brothers," ucap Nathalie meraih uluran tangan Nathan.

"Lagi-lagi kau mengucapkan kata aneh itu." Akhir-akhir ini Nathan sering mendengar Nathalie mengucapkan kata-kata yang tidak ia mengerti. Apa benturan di kepala kembarannya itu sangat keras? Hingga mengakibatkan otaknya sedikit bergeser. Makanya dia sering bicara melantur.

"Kau saja yang tidak tahu artinya," cibir Nathalie.

Nathan tak lagi menjawab. Bicara dengan Nathalie hanya akan menguras energinya. Lebih baik dia tidur sambil menunggu kereta kuda ini sampai ke kediaman.

"Ada apa di sana?" tanya Nathalie yang melihat ada kerumunan tak jauh dari kereta kuda mereka.

Nathan membuka matanya lalu mengikuti arah pandang Nathalie. "Entahlah," sahutnya. Lalu kembali memejamkan mata.

Namun sedetik kemudian, Nathan merasa kereta kuda ini berhenti. "Mau kemana kau?" tanyanya pada Nathalie yang ternyata telah turun dari kereta kuda.

Tak ada sahutan. Nathalie hanya melambaikan tangan lalu melenggang pergi ke arah kerumunan tersebut.

"Jangan lama-lama!" Teriak Nathan.

Nathalie menyelipkan tubuhnya diantara kerumunan. Tepat ditengah kerumunan tersebut, terlihat seorang yang berpakaian seperti penjaga istana tengah menempelkan sebuah kertas di papan pengumuman.

"Pengumuman apa itu?" tanya seseorang.

"Ini pengumuman pemilihan putri mahkota yang akan diadakan tiga pekan lagi," tutur penjaga tersebut yang sukses membuat jantung Nathalie berdegup kencang.

"Tenang Nathalie. Kau hanya perlu jaga hatimu saja. Maka kau akan berumur panjang," gumam Nathalie menenangkan diri.

Nathalie keluar dari kerumunan tersebut, namun indra pendengarannya tak sengaja mendengar pembicaraan dua orang wanita yang berdiri tak jauh darinya.

"Aku yakin, Lady dari bangsawan Johanes lah yang akan menjadi putri mahkota," tutur salah seorang wanita.

"Ck, ck, ck, ... Kau tidak dengar rumornya? Lady Jennifer lah yang akan menjadi putri mahkota. Pemilihan ini hanya sekedar formalitas saja," sahut orang disebelahnya.

"Kalian salah total," gumam Nathalie tersenyum mengejek. Ada sedikit perasaan bangga dalam hatinya, mengingat kelak dia akan menjadi wanita paling berkuasa di Florenza. Tapi saat ingat putra mahkota lah yang memberi perintah agar ia minum racun, Nathalie jadi bergidik.

"Meoong ... " tiba-tiba terdengar suara kucing dari arah kakinya

Nathalie melihat ke arah bawah. Di sana ia melihat seekor anak kucing tengah menatapnya dengan tatapan polos. Nathalie yang melihatnya jadi merasa gemas. Di kehidupan modernnya pun, ia sangat menyukai makhluk berbulu yang satu ini.

Nathalie berjongkok, lalu mengelus kepala anak kucing tersebut. "Apa kau juga penasaran siapa yang akan menjadi putri mahkota?" tanyanya pada anak kucing tersebut. "Asal kau tahu saja, akulah yang akan menjadi putri mahkota."

"Meoong ... " kucing tersebut mengeong, seakan paham apa yang dikatakan Nathalie.

Nathalie terkekeh pelan. "Kucing pintar," pujinya.

Nathalie ingin membawa kucing ini ke kediaman Medison. Dia yakin, ayahnya tidak akan marah jika dia membawa anak kucing ini pulang.

"Karena sekarang aku akan berumur panjang dan kelak akan menjadi ratu Florenza, maka kau akan kuangkat menjadi kucing kerajaan."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status