Share

Part 2

Fiona menggeliatkan tubuhnya yang terasa kaku. Mungkin karena terlalu lama berbaring, pikirnya. Perlahan dia membuka matanya, samar-samar dia melihat banyak ornamen-ornamen kuno namun terkesan mewah terukir di langit-langit ruangan ini.

"Sejak kapan ruangan UKS berubah jadi begini?" gumamnya masih dengan setengah kesadaran.

Seingatnya tadi dia pingsan saat dihukum. Lalu di gendong oleh si murid pindahan yang bernama Justin. Mengingatnya membuat Fiona ingin cepat-cepat bangun untuk sekedar mengucapkan terimakasih.

Krieeeet ... Pintu terbuka. Masuklah seorang gadis yang diperkirakan seumuran dengannya. Namun yang membuat Fiona bingung, kenapa gadis tersebut memakai pakaian ala-ala maid yang sering ia lihat di Televisi.

Gadis itu mendekat. "Lady Nathalie ... akhirnya anda sadar juga," serunya terlihat senang.

Fiona mengangguk-anggukkan kepalanya. Namun sedetik kemudian dia tersadar, "Tunggu ... barusan dia memanggilku Lady Nathalie?"

Fiona mendudukkan dirinya. "Kau barusan memanggil apa? Lady Nathalie?" tanyanya dengan kening berkerut.

Gadis tadi memandang Nathalie dengan tatapan yang sulit diartikan, matanya juga berkaca-kaca. Tak lama setelahnya terdengar isakan kecil keluar dari mulut gadis tersebut.

Fiona jadi gelagapan. Dia tidak tahu alasan gadis di hadapannya ini menangis. "A-apa aku ada salah padamu?" tanya Fiona hati-hati.

Gadis tadi menggeleng kuat. "Lady tidak salah. Aku lah yang salah karena tidak becus menjaga Lady."

"Apa maksudmu?" tanya Fiona. Dia benar-benar dibuat bingung oleh sikap gadis yang berada dihadapannya ini.

"Lady jatuh dari jembatan. Itu gara-gara aku lalai menjaga Lady," ujar gadis tersebut menatap Fiona sedih.

Kali ini Fiona lah yang menggelengkan kepalanya. "Kau salah orang. Aku bukan orang yang kau maksud."

"Dokter bilang Lady hilang ingatan."

Apa-apaan ini. Fiona masih ingat jelas, bahwa tadi kepalanya mendadak pusing dan perutnya terasa nyeri. Karena itulah dia pingsan. Bukan karena jatuh dari jembatan. "Biar aku tegaskan, namaku Fiona. Aku bukan Lady yang bernama ... siapa tadi kau bilang? Nathalie?"

Fiona turun dari ranjang. Ia ingin keluar dari ruangan aneh ini. Namun matanya tak sengaja menatap kearah kaca meja rias yang terletak tak jauh dari ranjang tempatnya berada. Di sana terlihat gadis putih pucat dengan rambut berwarna kuning keemasan dan juga bola mata berwarna zamrud.

Kaget? Tentu saja kaget. Fiona langsung berdiri dan mendekati kaca meja rias tersebut. Dia tidak percaya akan apa yang dia lihat sekarang ini, sesekali dia  juga mengucek matanya. Mana tahu dia salah lihat. Namun, bayangan itu tetap sama. Itu adalah wajahnya, tapi tidak dengan rambut dan juga bola matanya.

Fiona reflek mundur. "I-itu ... Bukan mata dan rambutku."

Gadis tadi menghampirinya. "Ada apa Lady? Apa ada yang sakit? Aku akan panggil Dokter."

Gadis tadi akan melangkah pergi, namun Fiona mencekal tangannya. "Kau bilang namaku Nathalie?"

Mendengar nama Nathalie, Fiona jadi teringat dengan novel yang ia baca semalam. Pikirannya sudah kemana-mana. Tidak mungkinkan dia masuk kedalam dunia novel.

Gadis itu mengangguk. "Nathalie Clarissta Medison. Putri Duke William Medison," jelasnya.

Tidak salah lagi, itu adalah nama pemeran utama wanita dari novel yang ia baca semalam. Wajah Fiona pucat pasi, kakinya juga terasa lemas. "Itu tidak mungkin!"

"Lady!" pekik gadis tadi panik saat Fiona tiba-tiba terduduk lemas.

Di akhir cerita, tokoh Nathalie akan dijatuhi hukuman mati dengan minum racun karena berselingkuh dengan pangeran Gavin, adik iparnya sendiri.

"Kenapa bisa jadi begini? Aku tak mau mati!" gumam Fiona takut.

°°°

"Seperti yang aku katakan sebelumnya, Lady Nathalie mengalami hilang ingatan. Ini akibat kepalanya terbentur batu didasar sungai," jelas pria paruh baya yang diketahui  adalah seorang dokter kepada pria paruh baya yang Fiona yakin adalah ayah Nathalie, Duke William.

Duke William menatapnya sendu. "Kau benar-benar melupakan Ayah?" tanyanya lirih, seraya mengusap lembut pucuk kepala Fiona. Posisinya sekarang tengah duduk di tepi ranjang, sedangkan Fiona tengah berbaring karena barusan di periksa oleh dokter.

Fiona tidak tahu harus menjawab apa. Lidahnya terasa kelu bahkan untuk mengucapkan barang sepatah kata. Alhasil, dia hanya diam membisu seraya mengamati perubahan ekspresi pria paruh baya yang masih terlihat tampan diusianya.

"Apa tidak ada cara agar ingatan Nathalie bisa kembali pulih?"

"Maaf. Aku tidak bisa memastikan ingatan Lady Nathalie akan pulih. Tapi aku akan berusaha melakukan yang terbaik agar ingatannya kembali normal," ujar dokter tersebut.

"Putri ku yang malang." Terdengar isakan kecil keluar dari mulut Duke William.

"Jangan bersedih," ucap Fiona pelan. Ia tidak tega melihat pria paruh baya yang berstatus sebagai ayah Nathalie ini bersedih.

Duke William yang mendengarnya lantas menatap Fiona sendu. "Bagaimana Ayah tidak bersedih melihat putri kesayangan Ayah terluka? Rasanya ingin mati saja saat mendengar kabar kesayangan Ayah jatuh dari jembatan. Haruskah Ayah hancurkan jembatan itu?" tanyanya.

Fiona tersenyum kecil mendengar jawaban sangat dramatis dari Ayah Nathalie ini. Baginya itu terlalu berlebihan. "Tidak perlu— Ayah." Canggung sekali rasanya memanggil Duke William dengan sebutan ayah.

Di dalam novel pun juga dijelaskan betapa sayangnya Duke William ini kepada Nathalie. Bahkan saat Nathalie akan dijatuhi hukuman minum racun, ayahnya ini meminta agar dialah yang menggantikan hukuman Nathalie. Namun tentu saja ditolak oleh semua orang. Dan saat Nathalie telah tiada, Duke William juga mengakhiri hidupnya dengan minum racun, sama seperti Nathalie. Tak tahan akan kesedihan ditinggal sang putri.

Mengingatnya membuat Fiona jadi kembali khawatir. Fiona tidak ingin mati muda. Dia juga tidak ingin Duke William bunuh diri karenanya. Oleh karena itu, Fiona bertekad akan mengubah takdirnya sendiri.

"Karena sekarang aku adalah Nathalie, maka tidak akan kubiarkan nasib sial itu menimpaku." Tekadnya bersungguh-sungguh.

°°°

Fiona memandangi langit malam dari jendela kamarnya, lebih tepatnya kamar Nathalie. Pikirannya tengah berkecamuk tentang apa yang terjadi pada dirinya di kehidupan aslinya dan apa yang terjadi kepada Nathalie, di mana dia sekarang. Apakah jiwa Nathalie yang asli tengah berada ditubuhnya? Lalu sampai kapan mereka akan bertukar tubuh, dan bagaimana caranya agar bisa kembali?

Tadi Emily— nama gadis yang berpakaian maid dan merupakan pelayan pribadi Nathalie, telah menjelaskan padanya tentang apa yang terjadi. Nathalie terjatuh dari jembatan yang berada di tengah alun-alun kota. Di bawah jembatan tersebut mengalir sungai yang airnya hanya sebatas pinggang namun deras dan berbatu. Dikatakan bahwa kepala Nathalie terhempas kebatu, oleh karena itulah dia hilang ingatan. Untung saja ada Lady Eshe dari keluarga bangsawan Jennifer yang menolongnya. Jika tidak, sudah dapat dipastikan Nathalie akan mati lemas.

Di novel di ceritakan bahwa Nathalie menikah dengan putra mahkota Julian dan menjadi putri mahkota di kerajaan Florenza ini. Namun tanpa diduga dia malah jatuh cinta kepada pangeran Gavin, adik iparnya sendiri. Perselingkuhannya diketahui oleh pelayan istana dan sampai ke telinga putra mahkota Julian. Akhirnya mereka berdua di jatuhi hukuman mati.

Mengingatnya membuat Fiona bergidik ngeri. "Apa aku sengaja dikirim ke sini untuk mengubah takdir itu?" gumamnya menatap langit. "Baiklah! Karena aku sudah tahu akhirnya, maka aku tidak akan melakukan kesalahan yang sama."

Fiona sendiri bertekad tidak akan melakukan kesalahan yang sama. Dia hanya perlu menjaga hatinya untuk tidak menyukai pangeran Gavin. Lalu setelahnya dia bisa hidup damai menjadi seorang putri mahkota yang kelak akan menjadi ratu dari kerajaan Florenza.

"Semangat Fiona. Itu tidak terlalu sulit," ucapnya menyemangati diri sendiri.

"Apanya yang tidak terlalu sulit?" Tiba-tiba terdengar suara laki-laki dari arah belakang.

Fiona yang kaget, reflek berbalik. "Siapa kau?" tanyanya waspada.

"Kau tidak mengingatku sama sekali?" Bukannya menjawab, lelaki itu malah balik bertanya. Ada guratan kecewa dari nada bicaranya.

Fiona mengernyit. Dia tengah berfikir sekiranya siapa lelaki ini. Di novel dikatakan bahwa Nathalie tinggal bersama ayah dan juga kembarannya, sedangkan ibunya sudah meninggal sejak ia berumur lima tahun. Dilihat dari rambut dan warna bola matanya, itu sama persis seperti milik Nathalie. Fiona jadi yakin lelaki ini adalah kembaran Nathalie yang bernama Nathan.

"Nathan?" tanyanya memastikan.

Terlihat helaan nafas lega dari lelaki tersebut. "Syukurlah kau mengingatku," ucapnya seraya ingin memeluk. Namun segera di dorong oleh Fiona.

"Aku ingin istirahat," ucap Fiona mengalihkan perhatian, lalu melangkah menuju ranjangnya.

"Apa kepala mu masih sakit?" tanya Nathan mengekori Fiona yang ia sangka adalah kembarannya.

"Sedikit. Makanya kau keluarlah. Biar aku bisa istirahat," usir Fiona. Walaupun Nathan adalah saudara kembar Nathalie, tapi tetap saja Fiona merasa canggung berduaan di dalam kamar seperti ini. Setidaknya untuk saat ini. Dia yakin, lambat-laun akan terbiasa dengan Duke William dan Nathan.

"Baiklah, aku akan keluar," ujar Nathan. Namun sebelumnya ia sempatkan mencuri satu kecupan di pipi Nathalie, yang sukses membuat sang empunya sedikit kaget.

"Astaga!" ucap Fiona mengelus dada. Dilihatnya Nathan sudah menghilang di balik daun pintu.

"Tidak apa-apa Fiona, dia adalah saudaramu di sini. Sama seperti Brian."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status