Share

Bab 4

"Bun!" 

Fenti yang sedang memetik anggur di belakang rumah menatap heran pada anak semata wayangnya yang kini berjalan kearahnya dengan wajah tertekuk dan kedua tangan diangkat.

"Kenapa, nak?" Buru-buru ia menghampiri anaknya karena takut terluka.

"Kotor bun, jijik banget, tadi habis megang muka Caca yang belum dicuci," adu nya dengan wajah hampir menangis.

Beginilah Dafa, kalau diluar garang tapi kalau di rumah cengeng dan manja. Apalagi kalau sama Caca, bisa lebih manja ketimbang dengan sang bunda.

"Yaampun... bunda kira kenapa, yaudah dicuci sana, kok malah kesini." 

"Bunda kok biasa aja sih," kata Dafa nanar.

"Terus gimana? lagian salah kamu sendiri Caca baru bangun udah dipegang-pegang mukanya."

"Bun tapi jijik loh, niatnya kan mau ngerjain."

"Yaudah tinggal dicuci, bunda mau lanjut metik anggur."

"Bunda gak mau marahin Caca gitu?" Tanya Dafa ketika sang bunda sudah membalikkan badan.

"Enggak, kan yang salah kamu."

Dafa berdecak dan berniat pulang untuk mencuci tangannya, tapi dia melihat Caca yang menyandar di tiang yang berada di belakangnya. Gadis itu terlihat asik makan anggur sembari menatapnya dengan tatapan mengejek.

"Cuma kayak gitu aja lapor."

Dafa melangkah melewatinya dan memutar bola mata jengah, " Ya gapapa, siapa tau bunda marahin kamu, kan asik tuh."

"Gak bakal, aku kan anak ceweknya bunda," kata Caca yang berjalan di belakang lelaki itu.

Dafa berdecih, "Sebenernya yang anaknya itu aku apa kamu sih?"

"Udah dibilangin, aku anak kandung kamu anak pungut."

Dafa bertambah kesal ketika mendengar jawaban gadis itu.

"Gak percaya? Tanya aja sama bunda," kata Caca.

Fenti yang baru pulang sehabis memetik anggur hanya bisa menatap keduanya sambil menggelengkan kepala. Sudah biasa baginya melihat kedua anak di depannya ini berdebat.

"Bun masa Caca bilang aku anak pungut," adu Dafa yang memang suka mengadu  pada bundanya, maklum anak tunggal.

Fenti tersenyum, ia tau kalau Caca sedang mengerjai anaknya, ia pun bertanya dengan santai, " Loh emang bunda belum bilang ya?"

"Bilang apa?" Tanya Dafa dengan alis bertaut.

"Dulu, kamu bunda temukan di jembatan kayu yang dekat kebun mawar."

Dafa memutar bola matanya malas, sudah berulangkali sang bunda mengatakan hal tersebut, tapi ia tidak akan percaya karena wajah mereka ada kemiripan meski tidak terlalu mirip. Golongan darah mereka pun sama, bagaimana mungkin dia bukan anaknya, Dafa menipiskan bibirnya, kesal.

"Udah deh bun, gak usah aneh-aneh. Gak bakal percaya lagi aku."

"Kok gak percaya, kamu gak lihat ada anak perempuan bunda disini?"

"Itu anak perempuan bunda, kalau aku kan anak laki-laki bunda."

"Kalau gitu kalian nikah aja gimana?"

"Ukhukk..," Dafa menyemburkan air yang baru diminumnya, sedangkan Caca yang sedang memakan anggur menjadi menganga, mengakibatkan buah yang sudah ada di mulutnya menggelinding sebelum dikunyah.

Fenti tidak mengetahui bahwa perkataannya dapat mengagetkan sepasang sahabat itu, dirinya masih asik membersihkan anggur yang baru dipetik.

"Bunda jangan nambah aneh-aneh deh," kata Dafa setelah pulih dari keterkejutan, Caca hanya mengangguk tanpa mengatakan apapun, dia masih cukup kaget.

Fenti membalikkan badan, menghadap sepasang sejoli tersebut. 

"Emangnya apa yang aneh? Kalian ini walaupun masih muda tapi udah cukup umur, yang lebih muda dari kalian aja banyak yang udah nikah," kata Fenti tersenyum.

"Tapikan kita masih kuliah bun, baru semester 4 juga," balas Caca.

"Iya bun, nikah itu urusan belakangan," sahut Dafa.

"Padahal bunda nyuruh kalian nikah biar kalian gak pisah loh, kalau suatu saat kalian ketemu orang baru terus jatuh cinta, kalian pasti bakal lupa satu sama lain bakal kayak sekarang."

"Kan masih bisa komunikasi bun, emangnya pasangan kita udah pasti gak bakal ngasih ijin ketemu sahabat ya," kata Dafa.

"Mungkin kalian bisa ketemu, tapi gak bakal seperti sekarang," jawab Fenti akhirnya. 

***

  Dafa dan Caca sedang bermain basket, mereka tidak terlalu fokus karena memikirkan perkataan Fenti tadi.

"Ca bolanya jangan dipeluk gitu dong," protes Dafa saat Caca memeluk bola basket dengan erat dan membawanya lari.

"Gak mau, kalo aku lepas pasti langsung kamu rebut," jawab Caca cemberut.

"Lah, gimana sih? Namanya juga lagi one by one Caca..., ya pasti rebutan lah," ucap Dafa gemas dengan tingkah sahabatnya.

"Jangan dong! Sekali-kali biarin aku menang , kamu kan udah sering," kata Caca dengan muka merajuk.

"Kamu kan pinter basketnya, biasanya juga kamu yang menang." Dafa mencoba mengambil bola di pelukan Caca, tanpa sengaja tangannya menyentuh dada Caca. Sontak saja pupil kedua orang itu melebar, Dafa segera menarik tangganya.

"Dafa!" Kata Caca penuh penekanan, dengan mata mendelik dan pipi merah, malu sekaligus kesal. 

"Gak sengaja Ca! B--beneran gak sengaja. Maaf," kata Dafa panik. Sungguh, dia tidak sengaja menyentuh gunung kembar milik sahabatnya.

"Udahlah aku mau pulang!" Teriak Caca masih menahan malu.

"Iya udah aku juga mau pulang." Dafa segera mengambil hp nya dan memejamkan mata sesaat, juga menarik nafas dalam-dalam.

"Aku beneran gak sengaja Ca, maaf," katanya sambil menggigit bibir, tidak tau harus bertindak seperti apa.

"Jangan diomongin lagi, aku mau pulang," jawab Caca cepat kemudian berlari pulang tanpa menatapnya lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status