Share

Semangat Diana!

Gadis yang menggendong tas ransel merah itu tampak merasa cemas. Kentara sekali dari wajah lelah nan pucatnya itu. Pikirannya entah kenapa melayang jauh, membayangkan sosok kedua orangtuanya. Tak banyak yang menyita rasa gugup Diana sejak di kelas sampai siang hari ini, selain perkataan Andra pagi tadi.

Saat ini dirinya tengah menunggu angkot yang akan membawanya sampai di depan rumah. Perempuan itu menghela napas panjang kala masuk ke dalam kendaraan umum yang kini dia tumpangi.

Suasana angkot ini lumayan sepi. Di bagian belakang, paling pojok mobil itu, hanya ada perempuan tinggi berseragam sekolah tengah memegang buku novel. Sedangkan di samping sopir angkot, ada pemuda yang dari penampilannya kelihatan seperti seorang mahasiswa. Atasan kotak-kotak, celana jeans, dan memangku tas ransel hitam.

Tapi lagi-lagi perasaan cemas, gugup, dan takut Diana, merayap pelan ke dalam hatinya. Mungkin akan melekat sampai malam hari nanti. Atau bahkan bisa jadi hingga pagi menjelang.

Gadis remaja berkucir dan berpakaian seragam kotak-kotak yang mirip dengan warna tas ransel di pangkuannya itu, lantas membuang napas panjang. Berkali-kali ia lakukan ketika rasa takutnya tiba-tiba tak terkendali. Diam di bangku hijau itu, malah membuat telapak tangannya terasa dingin. Padahal di luar sana, langit siang ini sangat cerah dan terik. Mungkin kalau Diana tak memakai jaket biru mudanya, kulitnya akan bertambah gelap.

Mobil hijau itu akhirnya menepi tepat di depan rumah Hendra dan Tania usai berjalan selama kurang lebih dua puluh menit. Dengan keringat dingin yang membasahi kening, Diana meremas jari-jari sambil memasuki rumahnya. Tak ada siapa-siapa di teras rumah, anak perempuan itu memilih langsung ke kamar sehabis melepas sepatu bertali serta kaos kaki. Dipilihnya daster remaja ungu muda selutut bermotif hati dengan lambang kepala boneka di bagian dada kiri.

"Udah pulang, Na?" suara Tania dari luar yang membuat Diana menelan saliva susah payah.

"I-iiyaaa, Mah! Aku ganti baju dulu."

"Okeee... Udah Mamah siapin, tinggal makan bareng!" seru Tania dan Diana mengiyakannya.

Dalam posisi duduk di tepi kasur dan sudah memakai daster khas remaja, Diana melepas ikatan rambutnya sambil bergumam, "dibolehin ekskul nggambar nggak ya... Tck, kalo enggak gimana? Mau milih ekskul apa coba...? Nggak ada yang menarik selain menggambar.... Huuuh..." desahnya seraya mengeluarkan karbondioksida dengan kasar. Pikirannya selalu mengarah pada kertas yang ia terima dari sang ketua kelas, Tino Wahyu. Kertas yang berisi daftar ekstra kurikuler di sekolahnya dan harus ditandatangani wali murid.

Tok! Tok!

"Iya, Maaah..."

💔

Di bawah langit yang gelap dan awannya terlihat biru tua pekat, berhiaskan gemerlap bintang-bintang, rumah yang sederhana nan mungil nampak menghangat kala seluruh anggota keluarga berkumpul di ruang tamu. Ya, karena tak ada ruang keluarga di sana. Sedangkan ruang TV menyatu dengan dapur, tempat makan, dan satu kamar mandi. Memang rumah yang sulit dikatakan luas, tapi interaksi di dalamnya yang membuat mereka nyaman tinggal di bangunan kecil ini.

Di atas kursi panjang yang ada di sana, pria berkaos merah dan seorang wanita berdaster cokelat tua polos tengah sama-sama menikmati minuman, meskipun beda jenis dan rasa. Suaminya kopi hitam sedikit manis dengan koran hari ini digenggaman tangan kiri. Si istri, meneguk teh hangat yang tak terlalu manis sambil memperhatikan putri bungsunya yang duduk di samping kiri Hendra.

"Berarti besok udah nggak sendirian lagi pulangnya."

Senyum Diana mengembang dengan kepala yang sudah mengangguk-angguk. Gadis remaja itu tak bisa membohongi betapa senang hatinya menyambut hari esok karena pulang sekolah bersama Lia. Tapi beberapa menit kemudian ia teringat akan kertas putih selembar yang membuat dadanya berdegup kencang. "Mah, aku disuruh minta tanda tangan wali murid buat persetujuan ekstra kurikuler." dirinya lantas bangkit. "Aku ambilin kertasnya dulu." hanya tiga langkah, perempuan berambut hitam legam sebahu itu masuk ke kamar pribadinya.

"Mamah apa Papah nih?!"

"Terserah, Mah." sahutnya dari dalam sambil memilah-milah barang yang ada di dalam benda merah, tas punggung miliknya. "Semoga nggak dimarahin..." dipeluknya kertas itu dengan penuh hati-hati karena takut sobek.

"Kamu milih apa?" tanya sang ayah saat tangannya terulur untuk meraih kertas di genggaman Diana. Tania yang tahu bahwa formulir itu akan ditandatangani sang sumai lantas menjauh dari sana, dan memilih memanjakan mata dengan melihat acara televisi yang menarik.

"Belum milih." seraya memberikan kertas yang ukurannya hanya 1/2 dari kertas HVS. Hendra kini membaca tulisan yang tertera di sana. Di dalam hati, Diana sangat menahan takut. Helaan napas panjang sudah ia lakukan sebanyak tiga kali. Tak mau menahan isi hati dan mengesampingkan kegugupannya, Diana kembali angkat suara, "Pa-pah..." entah karena suaranya yang terlalu halus dan pelan atau sang ayah yang tidak mendengar, sebab gadis itu tak mendapatkan jawaban.

"Kamu mau milih apa?" tanya Hendra dengan wajah datarnya dan pandangannya menatap lurus ke dalam mata putri keduanya. Dengan dada yang bedegup jauh di atas kata normal, bibir gadis berpakaian ungu muda dengan bertebaran lambang love yang akan terbuka itu keduluan oleh suara ayahnya lagi, "nggambar kan?"

Diana hanya masih diam, ia nyatanya masih ragu untuk mengungkapkan isi hatinya dengan jujur. "Menggambar?" tanya Tania yang sudah berjalan di belakang kursi tempat Diana duduk. Wanita itu ingin mengambil tehnya yang tertinggal di meja persegi panjang ruang tamu. "Kamu milih nggambar, Na? Kamu kan udah biasa, milih yang lain aja yang nggak pernah kamu coba. Apa aja to? Liat, Pah..." tangan kanannya mencoba untuk meraih kertas yang disodorkan sang suami."ini ada nari loh, Na... Nari aja!" Tertera di sana satu ekskul wajib dan lima ekstra kurikuler minat atau pilihan, seperti ini :

Formulir Ekstra Kurikuler

SMP Ibu Pertiwi

Nama              :

Kelas               :

Ekskul wajib : Pramuka

Dengan bersungguh-sungguh dan sesuai izin wali murid memilih          :

Ekskul minat :

1. Basket

2. Tari

3. Menggambar

4. Jurnalistik

5. Band

Tanda tangan wali murid

*) lingkari nomor yang akan dipilih.

"Terserah Diana, Mah..." putus Hendra yang membuat kedua sudut bibir sang putri sedikit terangkat.

"Tapi saran Mamah tetep cari yang lain. Kalo udah bisa, ngapain dikerjain," ucap Tania sambil mengembalikan kertas itu ke Hendra dan beralih mengambil cangkir putih berisi tehnya.

"Sekarang Papah tanya, Mamah bisa nyuci baju apa nggak?"

Tania memutar bola matanya. "Ya bisalah."

"Terus ngapain dikerjain terus-terusan? Kenapa nggak ngerjain yang lain?" tanya pria berkaos merah polos itu dengan santainya lalu menandatangani kertas formulir sang anak.

Tanpa kedua orang berumur itu sadari, senyum tipis Diana mengembang bersama kekehan geli di dalam hatinya. "Kerjakan apa yang seharusnya kamu kerjakan, selagi itu positif dan berguna. Kalau enggak buat menghibur diri sendiri, buat apa? Semangat Diana!" serunya masih membatin.

💔

Terimakasih sudah menyimak 

GodBless

#staysafe

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status