Share

Teman Pertama

Selamat membaca ❀

πŸ’” πŸ’” πŸ’”

Sesuai keinginan Bu Sukma, salah satu guru di sana, upacara di sekolah Ibu Pertiwi berjalan lancar. Walaupun di awal sempat mendengar sedikit kerusuhan dari anak didiknya, selebihnya acara itu berlangsung mulus tanpa hambatan. Seperti pesan yang disampaikan di akhir, sekarang adalah waktunya seluruh siswa didik baru untuk memasuki aula. 

Diana, gadis polos itu kini menggigit bibir bawahnya guna menetralkan rasa gugup yang menyerang usai upacara. Bersama seratus dua puluh lima anak baru sebayanya, mereka berjalan ke lantai dua gedung sekolah di sebelah kanan, di mana letak aula SMP itu berada.

Karena perempuan dengan rambut sebahu itu kurang cepat memilih tempat duduk, ia mendapatkan barisan paling depan. Sudah diyakini kalau bangku paling belakang menjadi incaran. Bertambah dinginlah telapak tangan Diana.

Ia menunduk seraya menarik bangku coklat yang akan ditempati. Namun ketika seorang perempuan yang memiliki tubuh kurus menghampiri bangku di samping kirinya, Diana merasakan rasa nervousnya kian berkurang. Diana ikut tersenyum kecil saat siswi berkepang satu itu menyunggingkan senyum ke arahnya.

"seenggaknya ada dia..." pikirnya sambil melepas tas merah berisi satu buku dan tempat pensil.

"Mohon perhatiannya semua..."

Di depan kelas, berdirilah seorang perempuan cantik berkulit putih berseragam putih, bawahan biru tua, sedikit di atas lutut. Tingginya sekitar 150 cm, tandanya gadis itu lebih tinggi sepuluh meter dari Diana.

"Oke... sesi perkenalan dulu ya, namaku Jesi. Kelas sembilan B. Jabatanku selain jadi Kakak kelas kalian adalah jadi wakil ketua OSIS. Aku juga pemimpin dari ekskul tari sekolah tercinta kita. Jadi kalau misal, dari kalian ada yang mau daftar bisa lewat aku. Sampai di sini ada yang mau ditanyakan? sebelum kita masuk kepenjalasan selanjutnya," tanyanya sembari tersenyum manis. Benar-benar sosok gadis pemimpin yang handal di usia remaja.

Diana sontak menggeleng pelan. Beda jauh dengan kelakuan dua siswa baru yang duduk paling belakang.

"Punya pacar, Kak?" tanya bocah berbadan tegap, memiliki mata yang hampir sipit, dengan bulu mata yang lentik. Kulitnya sawo matang, dia layaknya perpaduan orang Jawa dan Cina.

Siswa tampan tapi kelihatan blak-blakan menggangguk, membenarkan pertanyaan teman yang duduk di sampingnya itu.

"Nomer WA ada? kalo ada, minta!" teriaknya tanpa rasa malu dan diakhiri tawa jahilnya. Sudah dipastikan dia bibit keributan nantinya.

Jesi tertawa kecil karenanya. Dengan sopan, perempuan berambut lurus yang panjangnya mencapai di bawah punggung itu membalas, "baru aja lulus SD udah nanyain pacar. Sekolah dulu yang pinter, oke?" 

Serempak, seisi kelas menertawai kedua bocah yang menggoda Jesi. Kecuali Diana, ia hanya terkekeh. Perempuan yang pemalu itu masih saja memusingkan rasa takutnya.

"Memang ketua OSISnya ke mana, Kak?" sahut anak perempuan yang duduk dekat gerombolan laki-laki sambil memangku dagu. Bisa dilihat, penampilannya yang centil, memakai kutek putih di kukunya yang panjang.

Sebelum menjawab pertanyaan itu, Jesi mendekatinya. Mata Jesi yang jeli bisa menangkap kuku bercat putih itu. Hanya lima langkah jarak Jesi dengan adik kelasnya itu.

"Ketua OSIS masih ada urusan dengan kepala sekolah."

Bocah yang baru lulus SD itu mengangguk. "Lain kali perhatiin penampilan dari ujung rambut sampai ujung kaki sebelum berangkat sekolah ya... kalau ketahuan guru bisa dihukum," sambung Jesi pelan, lalu kembali ke depan kelas.

Tangannya kini meraih spidol bertinta hitam yang tergeletak di atas meja bersama penghapus whiteboard. Jesi berdiri membelakangi adik-adik kelasnya yang mulai hening. Jarinya menari-nari di papan tulis putih itu, membuat hampir seisi aula memperhatikan apa yang tengah ditulis wakil sang ketua OSIS.

Hingga beberapa menit berlalu, Jesi menghentikan kegiatannya. "Nah, kalian bisa lihat di sini."

Tok! Tok! 

Diketuknya dua kali badan papan putih itu.

Tertulis di sana mengenai kegiatan hari ini sampai lusa, persis di depan mata Diana :

1. Hari ini pengenalan sekolah dan seluruh guru.

2. Hari ke-2 pengenalan seluruh anggota OSIS dan Pensi.

3. Hari ke-3 masuk ke kelas masing-masing sesuai daftar nama yang ada di jendela kelas dan mengikuti PBB.

"Berhubung aku ada ulangan sebentar lagi, jadi aku nulis itu. Boleh dicatet, boleh enggak. Aku kasih waktu sepuluh menit untuk kalian yang mau nyatet atau saling kenal sama temen-temen lainnya," jelas Jesi kemudian meletakkan spidol itu di tempatnya semula. 

Setelah berucap, Jesi pamit undur diri karena ada ulangan Matematika, digantikan oleh tiga anggota OSIS yang lain, dua perempuan dan satu laki-laki.

Tanpa basa-basi Diana mengeluarkan buku tulis dan bolpen hitam dari tas merahnya. Lebih baik menyibukkan diri ketimbang harus berkenalan dengan orang-orang di dalam aula. 

"Hai..." sapa siswi yang duduk di samping Diana secara tiba-tiba. 

Diana yang sebelumnya tengah menghadap papan tulis, sekarang menoleh ke kiri. 

"Halo," balas Diana singkat, sambil tersenyum. Lalu fokus menulis lagi. 

Tapi, tangannya berhenti di nomor dua, karena bolpen yang Diana pakai, mendadak macet. Dibongkarnya tutup bolpen itu untuk melihat tinta.

"Lah, mati aku. Bolpen cuma satu lagi..." batinnya di tengah kebingungan. 

Diana memberanikan diri untuk melirik gadis berkepang di sampingnya. Ditariknya napas dalam-dalam sebelum bersuara. Kemudian mencolek bahu perempuan itu pelan. 

"Eh... maaf nih, em... kamu punya bolpen lagi nggak?" tanyanya ragu-ragu. 

Sambil mengangguk siswi itu menyodorkan bolpen hitam pada Diana. "Makasih ya... nanti kalau pas mau pulang, aku ganti." 

Buru-buru gadis itu membalas, "bawa aja nggak papa."

"Enggak, harus aku gantilah... punyamu masih baru." Dengan tangan yang masih menulis Diana bertanya, "Nomong-ngomong namamu siapa? aku Diana."

"Lia," tuturnya lanjut menatap buku.

"Oooh... salam kenal ya." Senyum Diana terbit kala mengatakan itu. 

Jujur saja, perasaan senang mendadak hadir di hatinya. Lia mengangguk dan ikut tersenyum ke arah Diana. Dalam hati Diana berharap, "semoga kita sekelas. Aku nggak tau mau temenan sama siapa nanti, kalo nggak ada yang kayak dia."

πŸ’” πŸ’” πŸ’”

Matahari makin mengeluarkan sinarnya saat murid baru SMP Ibu Pertiwi berkeliling. Banyak yang penasaran, banyak juga yang biasa saja. Semua tak luput dari pengamatan Diana.

"Jadi, ini yang terakhir ya... kantin sekolah tercinta kita." Vian sang ketua OSIS itu menunjuk ke arah lima kantin. 

"Semuanya dipakai sama anak SMP sama SMA. Karna tau sendiri, ini sekolah gabungan. Tapi jangan khawatir, jadwal istirahat tetep beda, kok. Jadi nggak akan keramean kalo mau makan," terangnya dengan bibir mengulas senyum. 

Postur tubuhnya tinggi dan tegap. Kulitnya yang sawo matang membuatnya terlihat manis, apalagi dengan potongan rambut yang rapi. Bahkan sedari tadi banyak siswi yang berbisik-bisik memuji ketampanannya, tak terkecuali Lia. Diana yang mendengar itu hanya tersenyum kecil, dia sendiri memuji pesona Vian dalam hati. 

"Balik ke aula lagi ya... kalo ada yang mau ditanyain bisa ditanyain pas di aula nanti," putusnya. 

Lalu berjalan melewati Diana dan Lia sambil tersenyum tipis. "Nggak sombong ya, Na...." 

Diana yang dibisiki mengiyakan, kemudian menggandeng tangan Lia dengan senyuman kecil terukir di pipinya yang tembam itu. "Dia juga ganteng, Li..." batinnya tanpa sadar. Sudah bisa ditebak, hati kecil Diana tertarik dengan makhluk bernama laki-laki. Di usianya yang masih jalan ke angka tiga belas tahun.

πŸ’” πŸ’” πŸ’”

Terimakasih banyak untuk para pembaca :*

STAY HEALTHY :)

God bless you :D

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status