Setelah bersih-bersih, Mira segera mandi dan bersiap pergi ke rumah Leo. Hatinya saat itu sangat berbahagia karena akan menghadiri acara reuni teman-teman kuliahnya, dan yang paling membuatnya lebih bahagia adalah dia bisa ke acara itu bersama Leo, kekasihnya.
Tiba di rumah Leo, seperti biasa, dia akan disambut hangat oleh kekasihnya itu. Saat berada di ruang keluarga, Mira mulai menceritakan tujuannya bertemu dengan Leo.“Leo, besok sabtu, akan ada acara reuni teman-teman kuliahku. Aku bahagia sekali ... dan yang paling membuatku senang, kamu boleh ikut. Kamu ada waktu ‘kan?” tanya Mira dengan wajah berseri-seri.Leo berpikir sebentar, kemudian dia menjawab pertanyaan Mira. “Hmm ... sabtu ya. Sepertinya aku bisa ikut,” jawabnya datar.“Kenapa responmu biasa saja? Apa kamu tidak bahagia pergi bersamaku?” tanya Mira sambil memajukan bibirnya.“Bukan begitu Mir. Entahlah, sesuatu yang baru buatku ... tapi semuanya pasti akan menyenangkDi Kota, saat Leo berada si sebuah kafe, sedang sendiri. Dia disapa oleh Om Rudi, yang merupakan kakak dari papanya. Om Rudi menepuk pundak Leo hingga hampir saja membuatnya menyemburkan kopi yang baru saja di seruputnya.Om Rudi kemudian meminta Leo untuk datang ke rumahnya, sabtu depan, karena anaknya yang bernama Rani, yang merupakan sepupu Leo, akan berulang tahun. Tentu saja, akan banyak anggota keluarga yang datang dan berkumpul di sana. Om Rudi juga meminta Leo untuk membawa kekasih. Lelaki gagah itu sampai membulatkan matanya saat mendengar Om Rudi mengatakan itu, karena dia dan Mira saat ini, sedang berjauhan, bukan jarak rumahnya, tapi hati dan perasaan mereka.Leo berpikir lama di kafe itu, setelah Om Rudi berpamitan. Tapi kalau dipertimbangkan, ini adalah saat yang baik baginya untuk berbaikan dengan Mira. Undangan ulang tahun ini bisa dijadikan alasan yang masuk akal untuk membuat dia dan kekasihnya itu pergi berduaan dan melupakan kejadian kemarin.
Mira berjalan lunglai menuju ke rumahnya, setelah membantu saudaranya yang sedang hajatan pernikahan. Masih terngiang-ngiang di kepalanya, pembicaraan tantenya tentang Leo saat dia mengejarnya ketika marah. “Sudah ... biarkan saja dia pergi, laki-laki temperamen kayak gitu koq, masih dideketin. Wajahnya sudah buruk, ternyata sifatnya juga sama buruknya ... kalau aku, sudah kutendang jauh laki-laki seperti itu!”“Apa Leo seburuk itu di mata orang-orang? Mengapa selama ini aku merasa baik-baik saja dengan sikap temperamennya? Apa karena cinta, jadi semua terlihat indah? Tapi ... mengapa aku merasa malu, kalau bersama dengan dia di hadapan banyak orang? Apa perasaan cintaku, tidak sebesar yang aku kira? Bagaimana kalau setelah menikah, aku merasa malu memiliki suami bertompel? Terus, bisa bertahan sampai kapan pernikahan seperti itu? Masak ... kemana-mana aku sendirian, tidak mau ditemani suami. Rumah tangga seperti apa itu?” batin Mira berkecambuk. Dia kemudian memukul jida
Kemudian, Mira memberanikan diri untuk mengeluarkan suara. “Sebaiknya ... kita ...” kata Mira.“bersatu kembali. Itukan yang mau kamu ucapkan, Mir?” batin Leo senang.“Kita ...” ulang Mira lagi, tetap belum melanjutkan bicaranya.“Iya?” tanya Leo tidak sabar. Namun, Mira kemudian terdiam merasa gugup.Baru saja, Leo ingin menanyakan kembali lanjutan ucapan mantan kekasihnya itu, tapi Mira sudah nyerocos terlebih dahulu. “Kita belajar untuk menerima keadaan kalau kita sudah putus. Kita pelan-pelan menghilangkan ingatan saat kita sedang berdua. Itu memang sulit. Mungkin, dengan berjalannya waktu, semuanya akan terlupakan, dan luka di hati ini, akan sembuh dengan sendirinya ... yah, begitulah, kurasa.”Leo menunduk kembali setelah mendengar kata-kata dari Mira. Mereka sebenarnya sama-sama merasa kehilangan, namun tidak ada yang mau mengalah, untuk mengatakan, ayo
“Enakkan solusiku? ... gak usah susah-susah bayar, tinggal nikah saja, sama saya. Gimana Mira?” tanya Rentenir itu sambil berkacak pinggang, dan salah satu kakinya di hentak-hentakkan ke lantai.“Pernah ngaca gak rentenir? Situ sudah tua, koq minta sama Mira. Saya sebagai orang tuanya, tidak setuju,” jawab Bapak Mira membela anaknya.“Rentenir itu cocoknya jadi Kakeknya Mira, tidak cocok kalau jadi suaminya ... sadar diri to Rentenir,” kata ibu Mira pelan. Dia yang selama ini selalu bersikap sabar, akhirnya tidak kuat menahan emosinya, dia juga ikut membela anak satu-satunya itu.“Loh ... kalau saya tidak dijodohkan dengan Mira, maka hutang Bapak, harus dibayar, sekarang juga!” teriak Rentenir geram. Beberapa detik kemudian, datanglah kurang lebih lima orang laki-laki, dari mobil van warna hitam, dan masuk ke dalam rumah Mira dengan tergopoh-gopoh. Setelah itu, mereka berdiri di samping Rentenir dengan membawa pemukul bisbol.“Kalau tida
Namun, Leo tidak menghentikan mobilnya. Dia sadar kalau antara dirinya dan Mira sudah tidak ada hubungan lagi, jadi apapun yang terjadi dengannya, sudah bukan urusannya lagi.Leo sudah mengumpulkan kembali akal sehatnya, meskipun dia masih merasakan rasa sakit yang membakar di dada.Leo memang masih mencintai Mira, namun mengingat ada perjodohan yang terjadi setelah dengannya, membuat hati Leo dongkol. Begitu mudahnya orang tua Mira menjodoh-jodohkan anaknya kepada orang lain hanya karena hutang, itu sangat memalukan. Walaupun sebenarnya, dia merasa iba kepada Mira, karena menjadi korban dari hutang orang tuanya.Akhirnya Leo tiba juga di rumahnya. “Aku harus belajar, tidak mencampuri urusan Mira, dari sekarang,” ucap Leo mengingatkan diri sendiri. Lalu dia keluar dari mobil, dan melangkahkan kakinya seraya berniat untuk melupakan Mira, dan memulai kehidupan tanpanya mulai dari sekarang.***Rentenir melangkah masuk ke da
“Hmm ... Aku mau minta tolong,” kata Mira, wajahnya dipaksa untuk tersenyum.“Minta tolong apa?” tanya Leo masih dengan tatapan dinginnya.“Aku ... mau pinjam uang. Bisakah kamu membantuku?” tanya Mira pelan, nada bicaranya sangat memelas.Leo menarik nafas panjang. Dia sebenarnya tidak tega menjawab ini, namun dia terlanjur berniat untuk kemajuan dirinya, agar melangkah tanpa kehadiran Mira dan tidak mau mencampuri lagi urusannya. “Maaf, Mira. Aku tidak bisa. Kita sudah tidak ada hubungan lagi, dan aku tidak mau mencampuri urusanmu ... lagi,” jawabnya, wajahnya membeku seolah-olah sama dengan hatinya.Wajah Mira merah padam karena malu, hingga rasanya ingin mengubur dirinya sendiri di dalam lubang. “Baiklah kalau begitu ...lebih baik, aku permisi pulang saja. Terima kasih atas waktunya,” kata Mira sambil berdiri secepatnya. Wajahnya tersenyum, tapi hatinya berdarah.Setelah keluar dari rumah Leo, Mira akhirnya menyadari kalau L
“Iya ... besok, kita akan menikah hehe,” kata Rentenir sambil menunjukkan senyuman khasnya.“Tapi yang berhak mengambil keputusan hari ini kan saya, Rentenir. Sesuai kesepakatan kita, dua hari yang lalu. Koq tiba-tiba Rentenir mengajak menikah, saya belum bilang apa-apa lo,” bela Mira.“Tidak ada lagi kesepakatan, setelah kamu berusaha lari dari pengawasanku. Lagi pula, solusi apalagi yang bisa kamu berikan? Memangnya kamu punya uang untuk membayar hutang bapakmu? Enggak ada kan. Jadi, solusinya cuma satu ... yaitu, menikah denganku hahaha,” jawab Rentenir, wajahnya sangat bahagia, seperti baru saja memenangkan lomba yang berhadiah ratusan juta rupiah.Mira terpaku, tidak bisa menjawab apa-apa. Di satu sisi, dia merasa apa yang dikatakan Rentenir itu benar, namun di sisi lain dia tidak mau menikah dengannya dengan alasan apa pun.Saat Mira larut dalam pikirannya, Rentenir segera memanggil ke empat istrinya dengan suara suitan yang ke
“Apa-apaan ini? Seenaknya saja datang ke sini tanpa di undang. Keluar kalian! Ini tidak ada hubungannya dengan hidupmu!” teriak Rentenir marah, kepada tiga orang yang baru saja mengacaukan pernikahannya dengan Mira. Air mata Mira langsung berhenti, matanya tiba-tiba saja merasakan energi, sehingga terasa terang benderang. Dia sangat bersemangat, hingga berdiri mengangkat tubuhnya, sambil menatap mantan pacarnya itu. “Leo,” ucapnya lirih, perasaannya hampir saja meledak saat itu. Leo mendengar panggilan itu, walaupun disuarakan sangat lirih oleh Mira. Mata mereka saling berpandangan, lalu terbentuk senyuman di bibir Leo. Namun tidak lama, lelaki gagah itu kemudian membuang pandangan dinginnya kepada Rentenir. “Hei, lelaki tua, sadar diri dong! Sudah waktunya insaf, dengan segala tingkah laku burukmu,” kata Leo dengan berapi-api. “Brengsek! sapa yang kamu anggap lelaki tua? Coba buka matamu lebar-lebar, aku masih seumuran denganmu,” jawab Rent