Share

Ciuman Pertama

“Ck. Mukanya cakep, muka-muka konglomerat, tapi yang dibeli paling murah Cuma satu pula.” Ia ngedumel memakiku.

“Mbak! Aku dengar lo!” seruku pada gadis itu. Hal minim akhlak seperti ini tidak boleh dibiarkan. Kalau tidak nanti jadi kebiasaan.

“Ah, ya, Mbak! Sebentar!” serunya dari dalam.

Saat aku ke luar dari toko, seseorang berseru memanggil namaku.

“Junia!”

Saat menoleh, seorang gadis yang memakai baju ungu motif bunga datang mendekat. Salsa. Kenapa gadis itu suka sekali memakai gamis berwarna ungu?

“Hai, Nona-nona cantik.”

Kurang ajar. Jadi mereka mengikuti Salsa karena ingin menggodanya.

Aku yang tak terima, refleks berdiri di depan Salsa, menjadi penghalang antara gadis itu dan pria-pria g ila ini.

“Wah, ada yang lebih cantik,” goda salah seorang pria menjawil daguku.

“Cuih!” Merasa ji jik aku pun refleks meludah ke wajah lelaki tersebut.

“Gadis sok kecakepan! Sombong! Tak tahu diri!” Sebuah tamparan mendarat di pipiku. Ingin sekali kulawan dan menendangnya tapi dua pria lain memegangi tangan dan mengunci kakiku. Sedang pria yang kuludahi menarik kerudung depan hingga wajah kami sangat dekat.

“Tolong!” Salsa berteriak kencang. Meminta bantuan.

“Perempuan sombong sepertimu perlu diberi pelajaran!”

“Lakukan! Jangan pikir semua orang lemah setelah digertak bajingan gila sepertimu!” jawabku dengan kemarahan. Wajah pria itu semakin mendekat. Andai posisiku tubuh tidak terkunci oleh teman-temannya, aku pasti sudah bisa mengalahkan pria ini. Aku tahu dia akan kurang ajar menyentuhku.

“Hahaha.” Dua temannya yang memegangiku tertawa. Mereka sangat menikmati me nggoda seorang gadis rupanya.

Sebelum wajahnya mendekat dan menempel, maka kuludahi lagi wajahnya. Salsa terus berteriak sambil berlari menjauh meminta pertolongan. Mungkin karena sejauh mata memandang hanya ada gadis-gadis. Jadi mereka semakin beringas karena berpikir para gadis itu tak berani ikut-ikutan.

Mataku membola, ada yang aneh dari gerakan pria di depanku itu. Dia memaksa menempelkan bibirnya bibirku. Arhg! Si al! Bau alkohol. Merasa j ijik kugigit kuat-kuat bibirnya hingga dia mengaduh kesakitan.

“Auh! Auh!”

“Tak tau diuntung!” Dia menamparku lagi hingga aku terjatuh. Dua temannya tak lagi memegangiku. Mungkin karena saking kesalnya. Hingga kurasakan cairan hangat merembes dari hidung dan bibirku bersamaan.

Sial aku berdarah. Ah, ini tak masalah. Yang paling buruk dia sudah mencuri ciuman pertamaku. Argh! Menj ijikkan sekali!

“Woy!” Suara seorang pemuda mendekat. Ternyata dia datang tak sendiri. Melainkan lebih dari dua orang.

Pemuda itu ternyata adalah mahasiswa yang menggodaku saat keluar tadi. Dia langsung melayangkan pukulan pada pria-pria itu. Wah, dia benar-benar keren. Seperti sedang memainkan jurus bayangan. Harusnya kuikuti saran Paman, pergi latihan karate agar bisa setidaknya melindungi diri. Jika melindungi diri saja tak bisa, bagaimana aku akan melindungi Salsa.

“Dasar preman kura ng kerjaan!” seru pemuda itu, kala pria-pria yang usil kepada kami lari tunggang langgang.

Kini mahasiswa yang berhasil mengusir preman tersebut melihat ke arahku dan akan menolong.

“Kamu gak papa?” tanyanya.

Sontak saja aku menepis tangannya. Jij ik. Aku tahu dia menaruh hati.

“Oh, sorry.” Pemuda itu bersikap sopan dengan mengangkat tangan dan menjauh.

Sementara Salsa, gadis itu menghambur menolongku dengan panik.

“Junia, kamu gak papa?”

Aku menggeleng. Berusaha bangkit sendiri. Kalau saja sedang memakai pakaian lelaki, ini akan jadi momen romantis karena Salsa mengkhawatirkan Juna.

“Oh, namanya Junia. Salam kenal, ya. Lain kali hati-hati. Gadis cantik memang rawan godaan.”

Pemuda itu mengucap padaku lalu melirik pada Salsa. Mataku sontak melihat ekspresi gadis itu. Wajahnya memerah bersemu. Apa dia menyukai pemuda itu?

“Terimakasih Hasan.” Salsa mengucap sambil menunduk. Dia bahkan tahu namanya.

Si al. Perasaan apa ini? Kenapa hatiku nyeri melihat tatapan sekilas Salsa yang ditujukan untuknya.

“Sama-sama. Apa kalian mau aku antar?”

“Oh, nggak usah. Pamanku satpam bisa-bisa aku dipuk uli karena membawa pria,” sahutku cepat. Tak ingin memberi kesempatan padanya dekat dengan Salsa.

“Yah, lagipula asrama kami dekat.” Salsa menimpali.

“Oh, begitu. Hahaha.” Hasan tertawa. Si al tertawanya saja sangat elegant dan menambah kegantengannya. Pantes kalau Salsa menaruh hati padanya. Namun itu tak akan kubiarkan terjadi. Gadis itu jadi senyum-senyum sendiri meski tampak malu menatap pria-pria di depannya.

“Baiklah. Pulang sekarang. Biar kami mengawasi saja dari belakang,” ucap Hasan.

Kami pun berpamitan.

Salsa membantuku bangkit, dan memapah tubuhku yang rasanya remuk redam menuju asrama. Si alan! Aku akan membalas mereka nanti.

Aku harus belajar bela diri. Agar bisa membalas dendam pada pria yang mencuri ci uman pertamaku. Jij ik. Duh. Naseb!

Apa yang harus kulakukan untuk mensucikan bibirku kembali?

Bersambung......

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status