Share

Pria Mesum

Penulis: Wafa Farha
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-20 06:22:32

“Tak tau diuntung!” Dia menamparku lagi hingga aku terjatuh. Dua temannya tak lagi memegangiku. Mungkin karena saking kesalnya. Hingga kurasakan cairan hangat merembes dari hidung dan bibirku bersamaan.

Sial aku berdarah. Ah, ini tak masalah. Yang paling buruk dia sudah mencuri ciuman pertamaku. Argh! Menjijikkan sekali!

“Woy!” Suara seorang pemuda mendekat. Ternyata dia datang tak sendiri. Melainkan lebih dari dua orang.

Pemuda itu ternyata adalah mahasiswa yang menggodaku saat keluar tadi. Dia langsung melayangkan pukulan pada pria-pria itu. Wah, dia benar-benar keren. Seperti sedang memainkan jurus bayangan. Harusnya kuikuti saran Paman, pergi latihan karate agar bisa setidaknya melindungi diri. Jika melindungi diri saja tak bisa, bagaimana aku akan melindungi Salsa.

“Dasar preman kurang kerjaan!” seru pemuda itu, kala pria-pria yang usil kepada kami lari tunggang langgang.

Kini mahasiswa yang berhasil mengusir preman tersebut melihat ke arahku dan akan menolong.

“Kamu gak papa?” tanyanya.

Sontak saja aku menepis tangannya. Jijik. Aku tahu dia menaruh hati.

“Oh, sorry.” Pemuda itu bersikap sopan dengan mengangkat tangan dan menjauh.

Sementara Salsa, gadis itu menghambur menolongku dengan panik.

“Junia, kamu gak papa?”

Aku menggeleng. Berusaha bangkit sendiri. Kalau saja sedang memakai pakaian lelaki, ini akan jadi momen romantis karena Salsa mengkhawatirkan Juna.

“Oh, namanya Junia. Salam kenal, ya. Lain kali hati-hati. Gadis cantik memang rawan godaan.”

Pemuda itu mengucap padaku lalu melirik pada Salsa. Mataku sontak melihat ekspresi gadis itu. Wajahnya memerah bersemu. Apa dia menyukai pemuda itu?

“Terimakasih Hasan.” Salsa mengucap sambil menunduk. Dia bahkan tahu namanya.

Sial. Perasaan apa ini? Kenapa hatiku nyeri melihat tatapan sekilas Salsa yang ditujukan untuknya.

“Sama-sama. Apa kalian mau aku antar?”

“Oh, nggak usah. Pamanku satpam bisa-bisa aku dipukuli karena membawa pria,” sahutku cepat. Tak ingin memberi kesempatan padanya dekat dengan Salsa.

“Yah, lagipula asrama kami dekat.” Salsa menimpali.

“Oh, begitu. Hahaha.” Hasan tertawa. Sial tertawanya saja sangat elegan dan menambah kegantengannya. Pantes kalau Salsa menaruh hati padanya. Namun itu tak akan kubiarkan terjadi. Gadis itu jadi senyum-senyum sendiri meski tampak malu menatap pria-pria di depannya.

“Baiklah. Pulang sekarang. Biar kami mengawasi saja dari belakang,” ucap Hasan.

Kami pun berpamitan.

Salsa membantuku bangkit, dan memapah tubuhku yang rasanya remuk redam menuju asrama. Sialan! Aku akan membalas mereka nanti.

Aku harus belajar bela diri. Agar bisa membalas dendam pada pria yang mencuri ciuman pertamaku. Jijik. Duh. Nasib!

Apa yang harus kulakukan untuk mensucikan bibirku kembali?!

“Hai, Junia, tunggu!” Suara Hasan menggema di sepanjang lorong gang masuk asrama kami.

Seketika langkahku dan Salsa terhenti. Ada apa lagi dengan pria itu, mana nyebut nama Junia lagi?

Saat menoleh dan tak sengaja melihat wajah Salsa, senyumnya meredup. Gadis yang tadi malu-malu seperti tengah dilanda cemburu. Apa karena Hasan memanggil namaku?

Ah, masa begitu saja cemburu. Apa dia sangat mencintai Hasan? Atau pikiranku saja yang mengembara ke mana-mana. Rasanya gadis sependiam Salsa tak mungkin mengharap seorang pria bar-bar seperti Hasan.

“Ada apa?” tanyaku meringis menahan sakit.

“Ini!” Pria itu menyodorkan bungkusan sambil tersenyum malu-malu.

Sial. Segera kuraih benda berisi bra tersebut. Aku kelupaan. Dari raut wajahnya yang memuakkan itu, pasti Hasan sudah melihat isinya. Hiss. Otak kotornya pasti sudah traveling ke mana-mana karena benda ini.

“Makasih,” ucapku dingin. Lalu mengajak Salsa kembali berjalan.

“Lain kali hati-hati, ya!” serunya kala kami meninggalkannya. Pasti maksudnya hati-hati meletakkan barang pribadi. Sekarang pria itu pasti membayangkan tidak-tidak mengenai bentuk tubuhku. Dasar pria me sum!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yusuf Ali Muhammad
mengulangi bab yang sebelumnya apa gak kurang banyak ini...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • TUAN MUDA YANG MENYAMAR    Bahagia

    “Siapa dia?”“Anak temannya Paman.”“Namanya?”“Salsa.”“Ha ha ha.” Aku tertawa, karena merasa Paman meledekku yang masih menyimpan perasaan kepada Salsa. "Ayolah serius, Paman."“Hem, kamu pasti mendengar kalau dia akan menikah dengan pemuda yang sedang menjalani pendidikannya di Tarim. Namun, kata Hanan, setelah tahu pria itu sudah beristri, Hanan membatalkan rencana pernikahan mereka. Saat itulah paman mengajukan namamu sebagai ganti.” Panjang lebar Paman bicara.Aku menggeleng sambil tertawa miris. "Paman pasti bercanda. Bagus, Paman punya bakat jadi penulis novel. Atau jadi artis saja sekalian karena akting yang sangat bagus!"Bagaimana, ya? Ini terlalu tak masuk akal. Mana bisa semua semudah ini? “Oya?!” Mataku melotot karena masih tak percaya. Tapi juga sangat senang karena tidak mungkin Paman berbohong untuk hal seserius ini.“Untung kamu menolak Hasna. Dengan begitu punya kesempatan menunggu takdir mempertemukan kamu dengan Salsa. Hem, romantis sekali kisah cintamu, Jun.”“I

  • TUAN MUDA YANG MENYAMAR    Aku Ingin Nikah, Paman

    “Ehm, Gus, sebelum pergi, saya ingin bertanya sesuatu.”“Ya?”“Apa benar Ning Salsa sudah punya calon?”“Ah, ya benar. Tapi calon suaminya masih berada di Tarim, jadi kami masih harus bersabar.”Hatiku seperti dicabik –cabik. Kenapa juga aku harus menanyakannya jika niatnya hanya untuk memastikan hal yang sudah pasti.“Ehm, Mas Juna kenal Salsa?”“Ah, ya, kebetulan dulu pernah sekampus jadi tahu begitu saja.”“Oh, ya. Sejak dikhitbah saya memintanya berhenti dan pindah universitas yang kelasnya non reguler.” Gus Hanan menceritakan.Hal itu tentu saja mengejutkan. Kupikir dia berhenti karena marah padaku.“Kalau begitu saya permisi, Gus.” Kuraih tangan pria itu dan menyalami punggungnya.“Ah, ya.”“Assalamualaikum.”“Waalaikumussalam.”"Gus." Aku berbalik karena penasaran terhadap sesuatu yang lain."Ya?""Boleh saya bertanya satu hal lagi.""Ya.""Apa Salsa bukan anak kandung Gus Hanan?""Hah?" Pria itu tampak terkejut. "Salsa mengatakannya? Ah, tidak mungkin. Dia tidak mungkin berint

  • TUAN MUDA YANG MENYAMAR    Abi Salsa

    Usai sholat berjamaah dan wirid bersama, ketika santri –santri lain bertahan untuk menunggu ustaz yang mengisi kajian, aku diam –diam ke luar mengikuti Gus Hanan. Benar saja, bahwa pria yang usianya lebih tua dari Paman Hamzah beberapa tahun itu sedang berjalan menuju rumahnya.Jantungku berpacu lebih kencang. Apa aku akan bertemu dengan Salsa hari ini, setelah sekian lama menahan diri? Atau justru, aku akan menerima hukumanku sekarang, karena orang tuanya akan tahu bahwa aku menipu anak mereka dan sering melakukan hal –hal yang tak seharusnya bersama.Namun, apa pun itu, aku akan menerimanya. Jujur saja, perasaan bersalah ini menyiksa.Aku berjalan santai di belakang Gus Hanan, ketika santri -santri lain satu persatu menyapa kiai itu dengan ta'dzim. Mungkin mereka pikir aku adalah seorang abdi dalem Gus Hanan yang mengikuti beliau untuk membantu. Namun, jika memang itu yang terjadi, alangkah sangat membantuku. Tak perlu mendapat tatapan tak nyaman, bahkan tidak ada yang menegur. Sam

  • TUAN MUDA YANG MENYAMAR    Melayakkan Diri

    Satu tahun kemudian ....“Kenapa wajahmu tertekuk begitu?” tanya Paman Hamzah. Pria yang mengenakan setelan kemeja dibalut jas mahal itu membuka tutup botol minuman untukku. “Bukankah ini pilihanmu, harusnya kamu berbahagia dengan ini.”Aku menghela napas berat. Bagaimana aku bisa bahagia? Sudah hampir setahun di pesantren ini, tapi belum pernah sekali pun bertemu Salsa. Terakhir kali kudengar dia bahkan akan menikah. Namun, bahkan sampai sekarang aku belum mendengar kabar pernikahannya. Apa keluarga pesantren memang memiliki budaya tidak memeriahkan resepsi besar –besaran?Entahlah. Untuk sesaat aku tak ingin tahu. Bahkan ketika bertanya, santri lain selalu saja menjawab tidak tahu. Saat itu aku sadar, bahwa ada di pesantren ini bukan cara tepat untuk mendekati Salsa, melainkan menempa diriku sendiri agar semakin kembali pada Tuhan. Belajar menyadari dan memperbaiki diri.Semakin hari, aku semakin takut bertemu dengan Salsa. Bukan hanya takut kabar buruk dia jadi milik orang lain, tap

  • TUAN MUDA YANG MENYAMAR    Aku Senang Dia Mati

    "Pa -pa?" Mataku melebar mendengar kata yang Salsa ucap. Apa maksudnya? Papa siapa? Yang mengejutkan, Salsa merangkak ke arah Om Rudi yang akan dievakuasi oleh anak buah Louis. Ini membingungkan? Kenapa Salsa harus melakukan itu?Mataku sampai menyipit memikirkan ini. Apa mungkin Salsa adalah anak Om Rudi? Tidak mungkin! Itu tidak mungkin! Tapi kenapa gadis itu .....Tak ingin penasaran seorang diri, aku pun mendekati mereka. "Papa? Apa maksudnya? Bukannya kamu putrinya Hanan? Kiai di Pesantren?" tanya Paman. Rupanya pria dewasa itu juga terkejut dan berpikiran sama denganku. Yah, siapa pun yang mengenal Salsa juga Om Rudi akan sangat terkejut. Bagaimana bisa seorang gadis Sholehah dari pesantren ada hubungan darah dengan pria dari dunia mafia yang kejamnya tak bisa dicapai oleh nalar orang normal. Salsa tak menjawab, dan malah meraung memeluk tubuh gembul yang sudah tak berdaya di depan kami. Tubuh yang diisi roh jahat dan membunuh ibuku serta seluruh keluargaku. Meski bukan aku

  • TUAN MUDA YANG MENYAMAR    Tumbangnya Musuh

    Flashback kejadian sebelum masuk gedung ....Begitu melihatnya, hal tersebut membuatku bernapas lega. Semua tak seperti dalam bayanganku. Hal yang sering kali ditakutkan memang tak terjadi. Hanya manusia saja yang yang memiliki kecemasan berlebih untuk masa depannya. Paman Hamzah sudah berdiri di depanku, tersenyum mematikan ponsel kemudian menyimpannya dalam saku. Dan beberapa orang ada di belakangnya. Ada sekitar sepuluh orang. Namun, yang membuatku sempat gagal fokus adalah seorang pria yang menarikku tadi pagi dari Om Rudi. D an ternyata pria itu adalah anak buah Kakek yang kulihat dalam rekaman CCTV.“Paman mengagetkan saja,” keluhku sembari mengusap dada. Pria itu datang tanpa suara, dan tiba-tiba sudah berada di belakangku. Seperti musuh yang menemukan lawannya. “Arahkan teropongmu ke sana!” Paman mengarahkan telunjuk ke arah dekat gerbang. Ada tiga truk besar yang parkir di tempat itu. Dahiku mengerut dipenuhi tanya. Namun, seketika dua mataku melebar sempurna ketika melihat

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status