/ Horor / TUMBAL PENGANTIN / Bab 4. ART Yang Misterius

공유

Bab 4. ART Yang Misterius

작가: Kirana Senja
last update 최신 업데이트: 2023-04-23 15:47:57

Intan melarikan diri keluar rumah dan Edwin menyusulnya. 

"Intan, tunggu!" Teriak Edwin. Sekuat tenaga dia meraih tangan istrinya. 

"Jelaskan semuanya, Mas! Kalian punya tujuan apa? Aku mau terlibat apa!" Gerutu Intan. 

Edwin memeluk Intan dan berusaha membuatnya tenang. 

"Saya bisa jelaskan semuanya sama kamu. Tapi, saya benar-benar minta maaf, saya sayang sama kamu dan saya gak mau kamu jadi korban berikutnya. Ini soal tradisi keluarga, tapi saya sudah muak, benar-benar muak!"

"Tradisi apa? Jujur saja, kita sudah syah jadi suami istri, gak perlu ada yang ditutupi lagi," protes Intan. 

Karena Edwin tak mau banyak menjelaskan, Intan pun melengos tanpa mempedulikan apa-apa lagi. Begitu masuk rumah, dia berpapasan dengan Rani, mertuanya.

"Nitip Papa Erik, ya? Mama mau pesta dulu sama teman arisan," pinta Rani. 

Intan tak sudi menyahut. Dia lantas ke kamarnya dan langsung membuka lemari. Mengobrak-abrik semua pakaian hingga berjatuhan.

"Pelayan udah kerja keras buat beresin lemari kamu, sekarang mau apa?" Tanya Edwin.

"Mau ambil baju punyaku, aku mau pergi saja. Di sini gak aman," sahut Intan.

Bruk!

Sebuah foto berfigura kecil tanpa sengaja terjatuh. Posisi awalnya terselip di antara lipatan pakaian wanita. 

Intan memungutnya. Tampak foto pernikahan Edwin dengan wanita lain, mengenakan pakaian pengantin ala barat dan posisinya sedang bergandengan tangan.

"Ini istri kamu, Mas? Siapa dia?" Tanya Intan.

Edwin malah merebutnya, ia berkata," Jangan dulu tanya ini itu. Bukan waktunya! Kamu tetap di sini, ya. Saya mohon."

Malam hari tiba, hujan turun deras, kilatan cahaya petir menambah suasana mencekam setelah lampu kristal padam.

Jam dua belas malam, hujan mulai reda. Intan terbangun dan mendapati suaminya tengah tidur lelap. 

"Kebiasaan malam begini suka haus," keluhnya.

Lalu, dia memberanikan diri ke dapur sendirian. Padahal seisi ruangan sudah gelap. Terlihat, ada seorang pelayan yang melintas, berjalan menuju dapur.

"Aneh, dia belum tidur," gumam Intan. Ia lanjut ke dapur tapi tidak menemukan siapapun.

Kemudian, terdengar suara tangis yang lirih di belakang. Perlahan-lahan Intan menoleh. 

"Siapa yang nangis?" Tanya Intan. 

Terlihat, ada siluet badan wanita di dinding, bayangan hitam itu seperti sedang mengawasi pergerakan Intan. Dan terdengarlah suara parau yang menggema.

"Kau, ikuti aku."

Kemudian, sosok itu menampakkan diri di hadapannya. Makhluk berupa asap putih melayang di langit-langit. Intan pun terbelalak dan langsung berlari terbirit-birit menuju kamar.

Ketika hendak membuka pintu, ternyata sudah terkunci rapat. 

"Mas, buka pintunya!"

Setelah beberapa kali berteriak, akhirnya pintu terbuka. Intan memeluk Edwin dengan erat sambil meringis. 

Wanita itu duduk di atas ranjang sambil menghirup nafas. Penampakan makhluk aneh itu masih terngiang-ngiang di pikirannya. Sebentar-sebentar Intan melirik ke pintu, sebentar-sebentar melirik ke cermin.

"Kenapa pintu kamar bisa terkunci?" Gumam Edwin. 

"Mungkin ada setan yang masuk," sahut Intan. "Ada hantu yang hampir bunuh aku. Kita perlu manggil orang pinter buat ngusir dia."

Edwin tertawa geli. Ia lantas mengambil sebuah foto pernikahannya dengan wanita lain. 

"Mumpung tengah malam, saya mau cerita singkat saja. Di foto ini adalah mendiang istri pertama saya, nama dia Rumi. Dia mati mengenaskan di depan rumah setahun lalu, bukan dia saja tapi juga ada beberapa pelayan yang ikut mati. Tradisi keluarga ini memang aneh dan menyesatkan," terang Edwin. 

Edwin memeluk Intan dahulu sebelum melanjutkan percakapan. 

"Terus apa lagi, Mas?" 

"Kusumadinata punya tradisi aneh yaitu setiap istri pertama anak lelakinya akan mati," jawabnya.

Intan terbelalak. "Istri pertama anak lelaki akan mati? Itu artinya bisa saja Papa pernah nikah sama wanita pertama dan dia mati juga?"

"Justru itu yang mau saya usut. Kamu lihat sikap Mama Rani seperti apa? Saya dan kedua adik enggak pernah sekalipun merasa bahwa dia adalah ibu kandung kami," ungkap Edwin.

"Mama Rani bilang aku akan terlibat. Artinya aku juga calon mati? Itu tumbal namanya, aku gak rela kalau pernikahan kita berakhir mengenaskan. Kita usut sampai tuntas untuk menyelamatkan nyawa keluarga ini," tukas Intan.

Edwin memeluknya lagi. Dia tidak mau lagi menunjukkan air matanya yang mengalir deras.

"Saya sayang sama kamu. Maaf, kalau pernikahan ini jadi malapetaka," ucapnya lirih.

"Waktu menikahi Rumi, apa kamu sempat menyentuh dia?" Tanya Intan lagi. 

Edwin geleng-geleng kepala. 

"Jadi ini tujuannya kamu belum sentuh aku karena mungkin sejenis syarat, istri yang akan mati harus benar-benar perawan?" Gumam Intan. "Itu artinya kamu mau jadikan aku tumbal berikutnya, Mas! Jujur saja!"

"Tidak, jujur saja saya gak mau kamu jadi korban. Sayang, kamu mau kan kerjasama, kita usut semua misteri keluarga ini," pinta Edwin dengan wajah memelas.

Intan tersenyum tipis. Dia lanjut merebahkan badannya di atas ranjang. Edwin mengecupnya sebelum tidur dan memeluknya dengan erat.

"Mas, besok aku mau ngajar lagi ke kampus, biar gak bosen," ucap Intan. 

"Harusnya kita bulan madu. Maaf, saya belum bisa memenuhi kebahagiaan pernikahan ini. Ada masalah yang harus diselesaikan dulu. Selamat tidur ya, Sayang," ucap Edwin.

Cahaya matahari sudah merasuk ke celah-celah lubang udara dan jendela. Kebiasaan Intan jika sudah bangun dari tidurnya biasa langsung beres-beres rumah. Namun, kali ini harus terbiasa langsung membersihkan badan dan lanjut ke dapur untuk memasak.

Jam tujuh pagi, Intan menyambangi dapur sendirian. Tampak ada seorang ART berseragam warna hitam sedang mencuci piring. 

"Pagi," sapa Intan.

Dia menjawab dengan nada datar," Pagi."

"Jam segini kenapa belum pada bangun ya? Harusnya jam tujuh udah pada sarapan, keluarga ini pemalas," ucap Intan.

Tiba-tiba hening. Suara denting piring dan gelas tak terdengar lagi. 

"Bi, nyuci piringnya udah?" Tanya Intan. Ia menoleh ke belakang. Tapi, tiba-tiba saja ART itu menghilang.

Intan hanya mendapati puluhan piring dan gelas yang tampak masih kotor dan menumpuk di wastafel.

"Ke mana dia? Barusan siapa ya?" Gumamnya.

Tak berselang lama, Intan dibuat terkejut karena kemunculan dua orang ART yang sudah mengenakan seragam ala Eropa warna abu dan luaran warna putih.

"Nyonya rajin amat, maaf ya kami seharusnya ke dapur lebih awal, tapi malah keduluan sama majikan sendiri. Aduh, kami malu," ucap dia.

"Gak apa-apa, barusan ada ART yang udah duluan nyuci piring, tapi dia malah pergi entah ke mana," ucap Intan.

Dua pelayan itu saling bertatapan.

"Nama kalian siapa sih? Aku belum kenal, boleh tahu namanya?" Tanya Intan.

"Saya yang rambut pendek biasa dipanggil Nala, yang rambut kriting dipanggil Amel," ungkapnya. "Sini, biar kami saja yang nyuci piring. Dan kami berdua baru saja ke dapur."

"Barusan ada yang ART yang dikuncir kayak ekor kuda itu," tukas Intan. Ia lanjut membuka kulkas, mengambil beberapa macam sayuran dan langsung dia iris. 

Sebentar-sebentar dia melirik ke tempat cuci piring kemudian mengalihkan pandangannya ke semua makanan di depan matanya. Dia melirik lagi ke belakang, terlihat ada sosok pelayan berkuncir mirip ekor kuda seperti sedang mengawasi.

"Bi, itu dia!" 

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 36. Gangguan Baru Mulai Muncul

    Saking kagetnya, Edwin sampai menampar wajah Nala karena yang dia lihat adalah sosok hitam berwajah datar."Pak, hentikan! Jangan pukul saya!" Teriak Nala."Kamu setan di rumah ini, pergi kamu!" Teriak Edwin.Suara teriakan Edwin dan Nala sampai menggema di seluruh ruangan, terdengar hingga ke lantai utama. Tak lama kemudian, datang Erwin dan Amel sampai berlari menyambangi lantai dua dan mereka menemukan Edwin sedang menjambak Nala. Erwin bergegas memisahkan mereka berdua. Sampai Erwin terkena hantaman tangan Edwin."Mas, jangan, Mas! Kasihan dia, Mas!" Pinta Erwin."Diam, dia setan. Ngapain juga ada di kamar Mama!" Teriak Edwin."Mas, dia Nala. Hentikan!" Teriak Erwin. Saking emosinya, dia sampai menghantam tangan Edwin yang menjambak rambut Nala.Sejenak, suasana kembali tenang. Namun, rambut Nala sudah gimbal dan wajahnya agak lebam. Amel memeluknya dengan erat dan menahan tubuhnya agar tidak terjatuh.Edwin pun baru sadar bahwa yang baru saja dia jambak adalah Nala. Dia langsung

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 35. Ada Dengan Rudi?

    Kemudian, beberapa warga berkerumun di depan rumah. Mereka hendak menghentikan Rudi yang akan melesatkan peluru. Nahas, Rudi memberontak dan memaki-maki orang sekitarnya."Pergi kalian semua! Jangan diem di depan rumah gue, sialan!"Salah satu warga menghampiri Edwin. Seorang pria berambut putih berkata," Pak, dia memang agak stress, sebaiknya bapak pulang saja."Semua warga yang berkerumun menyuruh Edwin untuk pulang demi keamanan. Namun, langkahnya terhenti oleh wanita gemuk yang bernama Mpok Mia yang baru saja datang."Rud, lo kenapa marah-marah gitu?""Mpok, itu anak-anak Kusumadinata yang dulu jadi majikan anak lo yang mati, itu dia!"Mpok Mia menoleh, tapi seperti ragu mendekat."Bu, boleh kita bicara sebentar saja," pinta Edwin. "Iya, iya, boleh. Tapi jangan di sini, ini rumah adik saya," jawab Mpok Mia. Tiba-tiba Rudi mengerang kesakitan di bagian dada kirinya. Dia melunglai lemas dan memuntahkan darah.Mpok Mia bergegas menolong adiknya yang berteriak-teriak kesakitan. Semu

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 34. Mengincar Rudi

    Intan bersikeras mendekati Nala. ART itu belum juga menyahut meski majikan sudah meninggikan suara untuk memanggil. Intan pun hendak mencolek punggung Nala. Namun dia ragu. Lantas, Nala tertawa cekikikan dan mulai menengadahkan kepalanya ke atas. "Nala, kamu baik-baik saja, kan?" "Babu kayak saya ini nggak ada artinya buat kalian," sahut Nala lantang. "Apalagi di depan nenek tua yang haus kekayaan." "Maksud kamu apa, Nala?" Tanya Intan. "Dasar majikan bodoh!" Hardik Nala. Amel baru saja masuk kamar, dia tersentak kaget menyaksikan Nala yang bergelagat aneh sampai membuatnya bernafas tersengal-sengal. "Bu, kayaknya Nala kerasukan deh," ucapnya. Kemudian, Nala menoleh, menunjukkan wajah yang pucat dan mata yang putih. Dia menyeringai dan tertawa cekikikan. Tiba-tiba saja, Nala muntah, lehernya seperti tercekik, dia berteriak kesakitan sampai terjatuh dan menggulingkan badannya di lantai. "Astaghfirullah, Nala!" Teriak Intan. Akhirnya, Nala batuk-batuk, memuntahkan cairan hi

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 33. Halusinasi Terasa Nyata

    Elsa meringis ketika mendapati kedua tangan kakak kandungnya yang berlumuran darah sambil melambaikan tangannya seperti meminta tolong. "Elsa!" Teriak Edwin.Elsa bergegas menolong. Kemudian, menghampiri jendela. Sayangnya, Edwin semakin menjauh sampai Elsa kesulitan meraih tangan kakaknya itu."Elsa! Sadar, Els!" Teriak Dhea.Dalam pandangannya, Elsa menyaksikan Edwin hendak melompat, seperti mau bunuh diri. Di saat itulah, Elsa nekad meraih tangan kakaknya. "Mas, jangan lompat!" "Elsa, jangan lompat!" Teriak mahasiswa yang menolongnya.Elsa terus memberontak ketika semua mahasiswa menahan badannya. "Itu kakak gue jatuh ke bawah! Mas Edwin, jangan lompat, Mas!"Bruk!Akhirnya, Elsa berhasil melompat lalu terjatuh ke atap lantai satu dan tergeletak pingsan.Satu jam kemudian, Elsa baru bisa membuka kedua matanya. Yang dia lihat hanya ruangan serba putih dan lampu neon yang menerangi ruangan."Elsa, syukurlah, kamu udah sadar," ucap Intan. "Kak, mana Mas Edwin? Dia baik-baik saja,

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 32. Boneka Voodoo Baru

    Kamar mendiang Nenek Diah tampak berantakan, kumuh dan bau pesing. Ada air menggenang di lantai dan dikerumuni kumbang. "Mas, ada apa?" Sahut Elsa. Baru saja membuka pintu, dia langsung muntah-muntah. "Bau banget!""Mas, pagi-pagi udah teriak," keluh Intan. "Ada apa--"Intan terbelalak dan langsung menutup hidungnya. Dia bergegas mengambil masker untuk menutupi mulut dan penciumannya."Mas, gue mau ngopi, ngapain manggil gue?""Lihat, perbuatan siapa di sini?" Spontan, Erwin menyemburkan kopi dari mulutnya. "Bau banget!"Tak lama kemudian, Intan menghampiri sambil menyodorkan masker penutup mulut dan hidung. Kendati, agar mereka leluasa memeriksa kondisi di dalam kamar yang sudah kosong itu."Ini bukan air biasa, ini air seni," gumam Edwin. "Masa di sini ada yang pipis," gerutu Elsa. "Jijik banget!"Lalu, mereka mendongak ke atas, mendapati CCTV yang sudah pecah dan serpihannya berhamburan di lantai. "Oh, dia merusak cctv dulu sebelum beraksi, itu pelaku cerdik juga ya," gumam Er

  • TUMBAL PENGANTIN   Bab 31. Siluet Bayangan Wanita Di Tengah Malam

    Tiba-tiba saja Elsa memuntahkan cairan berwarna cokelat. Dia batuk-batuk sampai tidak kuat menahan rasa sakitnya. "Kita ke RS sekarang, sambil nengok Papa," ajak Intan. Malam yang gelap, terpaksa mereka bertandang ke RS. Semula, Elsa tampak parah dan pucat pasi, namun ketika di perjalanan dia seperti bukan orang sakit.Setelah diobservasi dan cek laboratorium, hasilnya tidak ditemukan penyakit apapun. "Kalau begini ya enggak usah ke RS," protes Elsa. "Aku mau nengok Papa dulu."Mereka bertiga lantas mengunjungi ruang ICU. Orang tua yang mereka rindukan masih terkapar lemah di atas ranjang, berselimut kain putih dan hidung yang dipasang selang oksigen."Mau sampai kapan Papa kayak gini! Sadar dong, Pa!" Gerutu Elsa. "Papa harus pulang, harus sehat lagi, jangan pergi dulu, Pa! Elsa kangen."Elsa meringis, terisak-isak sampai suara tangisnya menggema di seluruh ruangan."Elsa, udah kita pulang sekarang. Jangan nangis di sini, Papa kan udah ada yang ngurus, kita percayakan urusan sama

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status