Beranda / Romansa / Tabir Misteri CEO / Bab 4: Pertemuan Pertama (Ciuman Tak Terduga)

Share

Bab 4: Pertemuan Pertama (Ciuman Tak Terduga)

Penulis: Kata Tika
last update Terakhir Diperbarui: 2023-08-28 15:10:45

Norin dan Bernard sama-sama terperanjat begitu mendengar pintu diketuk. Tentulah saat ini sedang ada seseorang yang berdiri di balik pintu ruang kerja Norin, pikir mereka.

“Kamu gila, Bernard!” desis Norin sambil melirik tajam ke arah CEO yang juga merupakan kekasihnya.

Sedangkan Bernard, ia hanya terdiam dan mengerjap beberapa kali untuk mengumpulkan kesadaran yang sedari tadi tertutup oleh kabut amarah.

“No-Norin … aku … maafkan aku …,”

Tok ! Tok! Tok!

Norin serta Bernard serentak menoleh ke arah pintu yang kembali diketuk.

“Ya, tunggu sebentar!” teriakan Norin kepada seseorang di balik pintu membuat Bernard tidak melanjutkan permintaan maafnya.

Norin tidak peduli. Setelah merapikan pakaiannya, ia bergegas menyambar jas serta tas kerjanya, lalu melangkah ke arah pintu dan membuka kuncinya.

“Maaf membuat kalian menunggu, tadi ada pembicaraan sangat penting yang disampaikan Tuan Bernard,” ucap Norin setelah membuka pintu dan mendapati ada dua orang dari bagian maintenance berdiri di balik pintu.

Norin sengaja memberikan penekanan saat mengucapkan kalimat ‘sangat penting’ untuk menyindir kelakuan buruk sang CEO.

Dua orang teknisi itu sempat saling bertukar tatap sekejap saat mendapati CEO mereka berdiri di dalam ruang kerja Norin, tetapi cepat-cepat mereka menyunggingkan senyum hipokrit untuk Norin serta Bernard.

“Oh, bukan masalah, Bu,” jawab salah seorang teknisi yang hendak menyervice AC di ruangan Norin, sedangkan yang lainnya hanya tersenyum hangat.

“Oke, silakan masuk! Nanti kalau sudah selesai, kalian bisa mengunci pintunya dan titipkan saja kuncinya ke ruangan security. Besok saya ambil di sana,” titah Norin kepada dua orang teknisi itu.

Tanpa babibu lagi, Norin bergegas melangkah pergi meninggalkan ruangan.

Bernard sempat terhenyak sesaat begitu mendengar kata ‘besok’ yang tadi diucapkan Norin.

Namun cepat-cepat ia berlari mengejar Norin.

“Norin, mau ke mana kamu?!” 

Bernard tidak peduli pada para karyawan lain yang memperhatikannya saat ini. Yang ada di pikiran Bernard hanyalah mengejar Norin sebelum gadis itu benar-benar pergi.

“Norin! Berhenti, kataku!” teriak Bernard saat mendapati Norin sudah berdiri di depan lift.

Gadis itu mendengus kesal, ia merotasikan dua bola matanya sebelum membalikkan badan ke arah Bernard yang semakin mendekat.

“Maafkan saya, Tuan Bernard, saya harus izin pulang lebih awal karena ada yang membuat saya merasa tidak enak badan,” ucapan Norin begitu lembut terdengar.

Kekasih rahasia Bernard itu sengaja berbicara menggunakan bahasa formal kepada Bernard karena ia sadar sedang menjadi tontonan oleh karyawan yang lain.

Bernard menghela napas kesal. Ia menyadari kebodohannya saat ini.

Setelah melirik ke arah sekitar, ia mulai bersikap layaknya seorang CEO yang sedang berbicara kepada sekretarisnya.

“Baiklah, kamu boleh istirahat sekarang. Tapi jangan lupa, nanti jam tujuh malam kita ada janji makan malam dengan Tuan Matthew, jangan sampai kamu tidak datang. Bawa juga semua berkas yang kita perlukan.”

Bernard tidak menunggu jawaban dari Norin. Ia segera melangkah pergi usai berpura-pura bersikap diktator kepada Norin di hadapan para karyawannya.

***

“Argh …! Bernard sialan!”

Norin mengumpat kesal begitu sampai di dalam mobil.

Ia memasang earphone sembari menginjak pedal gas dalam-dalam, membuat mobilnya melesat cepat meninggalkan lokasi perkantoran The Royal Shipping Club.

“Hallo, William?” sapa Norin bernada kesal kepada seseorang di sambungan telepon.

“Wow! Slow down, Baby! Hahaha … Ada apa? Kenapa marah-marah begitu?” sahut seseorang bernama William.

“Aku muak dengan Bernard! Aku muak dengan rencanamu!” 

Norin terus menumpahkan kekesalannya kepada William.

“Temui aku di Hokey Pokey sekarang!” tanpa menunggu jawaban dari William, Norin memutus sambungan telepon setelah menyebutkan nama salah satu restaurant di kota ini.

***

Sementara itu di lain tempat, Matthew yang sudah sampai di hotel tempatnya menginap tampak sedang sibuk dengan ponselnya.

Kring! Kring!

Kring! Kring!

Suara bel di kamar Matthew terdengar. Pria itu berdiri untuk membukakan pintu bagi seseorang di baliknya yang ia yakini adalah Aiden.

“Permisi, Tuan,” tepat seperti dugaan Matthew, Aiden tengah berdiri di depan kamarnya.

“Maaf mengganggu waktu istirahat Anda. Sekarang sudah waktunya makan siang, Tuan ingin menikmati makan siang di restaurant bawah atau saya perlu meminta service room untuk membawakan makan siang Anda ke kamar?” tanya Aiden sopan.

“Eum … kita turun saja ke bawah.”

Setelah memberi keputusan, Matthew menutup pintu dan menuju ke restaurant yang disediakan oleh pihak pengelola hotel. 

Sedangkan Aiden, ia dengan setia mengekor di belakang Matthew.

“Dengar-dengar Hokey Pokey ini salah satu restaurant terbaik di Queenstown, Tuan,” bisik Aiden saat keduanya sudah sampai di depan restaurant yang berada di lantai satu.

“Benarkah?” tanya Matthew dengan senyum tipis di sudut bibirnya.

Keduanya memilih table di sudut ruangan dengan spot terbaik. Dari sini mereka bisa melihat ke seluruh ruangan.

“Beri aku redwine lagi satu botol!” ucap seorang perempuan kepada salah satu servant yang berdiri di dekatnya.

Matthew dan Aiden menoleh ke arah perempuan yang duduk di meja bersebelahan dengan mereka.

“Baik, Nona! Segera saya antarkan pesanan Anda. Harap tunggu sebentar,” sahut sang servant kepada perempuan yang sibuk memotong daging steak-nya.

Matthew tertawa kecil setelah tanpa sengaja mendengar percakapan antara perempuan itu dan servant.

“Ada apa, Tuan? Apa yang membuat Anda tertawa?” tanya Aiden penasaran.

“Ku pikir cuma aku yang memiliki masalah berat, ternyata gadis itu juga,” ujar Matthew masih menampilkan sisa senyum di bibirnya.

Aiden sedikit mengernyit mendengar penuturan tuannya. “Dari mana Anda tahu kalau gadis itu sedang bermasalah, Tuan?”

“Hahah! Come on, Aiden. Siang-siang begini minum sebotol redwine sendirian, apa lagi alasan gadis itu minum-minum sendiri kalau tidak sedang ingin melupakan masalahnya?” dengan percaya diri Matthew berhipotesa.

“Ah, benar juga!” sahut Aiden sepakat.

Percakapan Matthew dan Aiden terhenti saat menu makanan yang mereka pesan sudah datang.

Sesaat berlalu, Matthew dan Aiden tampak sedang menikmati makan siang mereka, hingga suara gadis di meja sebelah itu kembali mencuri perhatian keduanya.

“Apa? Kamu tidak bisa datang? Kenapa tidak bilang dari tadi? Aku bahkan sudah pesankan tambahan redwine. Ku pikir kau akan kemari!” tanpa sengaja gadis itu berbicara cukup keras kepada seseorang di sambungan telepon.

Memang tidak bermaksud mencuri dengar, tetapi kemarahan gadis itulah yang membuatnya berbicara cukup lantang hingga membuat Matthew dan Aiden bisa mendengar ucapan gadis itu dengan cukup jelas.

“Sialan kau, William! I hate you! Aku benar-benar membencimu! Dan semua rencanamu itu, aku benar-benar membenci itu semua!” umpat gadis itu lagi sebelum mengakhiri panggilan teleponnya.

Hal ini membuat Matthew dan Aiden saling bertukar tatap sambil sesekali mencuri pandang ke arah gadis yang sedari tadi sedang mereka perhatikan.

Gadis itu lagi-lagi menuangkan redwine-nya ke dalam gelas lalu menenggaknya hingga tidak ada sisa sedikitpun di dalam gelas.

Aiden bahkan sampai menelan salivanya sendiri menyaksikan tingkah gadis yang tampak sangat marah itu.

“Eum … bukan apa-apa, tapi aku khawatir bagaimana cara dia pulang nanti. Aku rasa dia sudah cukup mabuk,” bisik Matthew kembali berhipotesa sesukanya. 

“Benar, Tuan! Dia sudah menghabiskan setengah botol minumannya. Itu sudah cukup untuk membuat tingkat kesadarannya berkurang,” bisik Aiden menimpali ucapan Matthew.

Keduanya sampai saling berhadapan sambil mencondongkan badan ke tengah meja hanya demi membahas gadis di meja sebelah.

Brak …!

Sontak Matthew serta Aiden terkejut mendengar suara keras dari arah gadis itu.

Rupanya gadis itu terjatuh saat hendak bangkit berdiri meninggalkan tempatnya.

Tanpa berpikir apapun, Matthew bergegas menghampiri gadis itu untuk menolongnya.

“Nona? Kau tidak apa-apa?” tanya Matthew seraya berusaha menopang tubuh gadis yang masih terduduk di lantai itu.

“Tuan, saya rasa dia sudah sangat mabuk. Dia terlalu banyak minum,” ujar Aiden sambil menunjuk ke arah redwine yang hanya tersisa sedikit di botolnya.

Matthew mengangguk menyetujui ucapan Aiden.

“Permisi, ada yang bisa kami bantu?” salah seorang servant datang menawarkan bantuan, diikuti oleh seorang manager operasional yang bertanggung jawab di restaurant ini.

“Eum …,”

“William! Bernard! Kalian berdua … sialan! Ya, kalian sialan!”

Belum sempat Matthew menjawab pertanyaan sang servant, tiba-tiba gadis itu meracau sambil menunjuk-nunjuk ke arah Matthew dan Aiden.

Dua pria yang tidak tahu-menahu apa-apa mengenai gadis itu hanya bisa celingukan karena ulah si gadis mabuk.

“Oh, kalian mengenal gadis itu? Apa kalian temannya?” tanya sang manager kepada Matthew serta Aiden.

“Kami-,”

“Iya! Kami temannya! Biar kami yang bertanggung jawab!” Matthew menjawab dengan tegas sebelum Aiden mengatakan hal sebaliknya.

“Urus semua bill-nya, aku akan membawanya lebih dulu ke atas. Susul kami setelah membereskan semuanya!” Matthew tanpa ragu memberi perintah kepada Aiden.

“Siap, Tuan!” jawab Aiden penuh rasa hormat.

Dengan mudah Matthew mengangkat tubuh gadis itu ke dalam gendongannya ala bridal style dan membawanya ke kamar, tempatnya menginap.

***

“Ck! Kenapa kau harus mabuk di depanku? Merepotkan!” gerutu Matthew pada gadis yang sedang hilang kesadaran itu.

Ia meletakkan tubuh lunglai gadis tidak berdaya itu ke atas tempat tidurnya.

Bahkan Matthew bisa dengan lembut melepaskan kedua high heels yang dipakai sang gadis.

“Hey!”

Matthew mencoba membangunkan gadis itu dengan menepuk-nepuk pelan pipi kirinya.

“Hey, Nona! Apa kau mendengarku?” tanya Matthew terus berusaha.

“Nona? Hallo? Bisakah kau mendengarku?” tanyanya lagi.

“Argh! Brengsek kau, Bernard! Apa lagi yang kau mau? Menguasaiku? Huh?!”

Matthew terkejut saat gadis yang sedari tadi terbaring di ranjangnya tiba-tiba mencengkram kuat kemeja yang dipakai Matthew sambil meracau tidak jelas.

“Wo-woy! Nona! Apa yang kau lakukan? Lepaskan bajuku!” Matthew sedikit meronta agar bisa meloloskan diri dari cengkraman gadis mabuk itu.

“Apa maumu, Tuan Bernard?! Katakan apa maumu! Menguasaiku seperti yang kau lakukan selama ini? Iya?! Atau … hahah! Ya, kau ingin menciumku seperti tadi? Aku bonekamu! Kau menguasai hidupku! Bukan begitu?!”

Tanpa membuka mata, gadis itu terus meracau tanpa memberikan kesempatan Matthew untuk menjeda ucapannya.

“Ini kan yang kau mau?!”

Dengan segenap tenaga yang tersisa, gadis yang masih mencengkram kuat kemeja Matthew itu mendorong tubuh Matthew hingga membuatnya terpelanting ke ranjang tidur.

Saat ini posisi mereka berbalik 180⁰. Gadis yang sedari tadi terbaring di atas tempat tidur, kini sudah berada di atas dada bidang Matthew yang terlentang dan menindihnya.

Lalu …

Matthew terhenyak saat bibir gadis itu tiba-tiba mendarat tepat di bibirnya hingga indra pengecap mereka saling bertautan.

Matthew merasakan sesuatu yang lembut dan hangat itu sedang menginvasi mulutnya.

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tabir Misteri CEO   Bab 52: Mengintai Draco

    “What the hell!!” Bernard merasakan keanehan-keanehan saat berada di apartemen Norin. Bermula dari suara pecahan benda dari kamar sebelah, disusul dengan suara gaduh dari pantry. “Ada apa sebenarnya ini!?” Racau pria itu saat berbalik arah dari kamar ke pantry. “Ya Tuhan, bebaskan aku dari situasi mencekam ini, please!” desis Norin kesal. “Astaga, kenapa tempat sampah di pantry bisa jatuh berantakan?” pekik Bernard sambil menuju ke tempat sampah yang tergeletak di lantai. Norin, Sissy, dan semua orang yang bersembunyi di apartemen itu merasa tenggorokannya tercekat saat Bernard melangkah menuju pantry. “Tuan, biar saya yang periksa!” Sissy buru-buru menghentikan langkah Bernard. “Lebih baik Anda temani Nona Norin. Biar saya yang bereskan sampahnya.” Brak!! Pintu kamar terbuka, lalu tertutup dalam sekejap. “Astaga, maaf aku telah menjatuhkan lampu tidur!” pekik Nancy seraya keluar kamar. Dengan begitu, perhatian Bernard serta yang lain teralihkan ke arah Nancy. “Nancy? Are y

  • Tabir Misteri CEO   Bab 51: Gaduh

    “Apa!?”Matthew dan yang lainnya tersentak mendengar informasi yang baru saja diucapkan Norin.“Astaga kita harus bagaimana!?” tanya Norin panik.“Cepat sembunyi!” celetuk William ikut panik.“Sissy, Nancy, cepat singkirkan semua gelas ini ke pantry. Jangan sampai Bernard melihatnya!” ucap Norin sedikit gemetar melihat belasan gelas dan botol wine yang tersaji di ruang tengah.Mendengar itu, Sissy dan Nancy bergerak cepat membereskan perkakas itu.“Semuanya masuk ke ruangan lain. Kosongkan kamar Norin!” ujar Matthew memimpin yang lain.“Hanya ada dua kamar di sini, sekarang ditempati Sissy dan Nancy selama mereka tinggal di sini,” tutur Norin menjelaskan.“Tidak apa-apa, sembunyi saja di sana, ayo!” Matthew bergerak menuju ke kamar Sissy dan Nancy, diikuti yang lain.“Norin, kau ke depan sekarang dan temui Bernard. Usahakan keberadaannya di sini tidak lama,” ujar Matthew kepada Norin.Ting! Tong! Ting! Tong! Ting! Tong!Di luar, Bernard semakin tidak sabar menunggu pintu dibukakan un

  • Tabir Misteri CEO   Bab 50: Rapat Salah Tempat

    Di kediaman mewah keluarga Gregorius, Draco, orang kepercayaan Vincent Gregorius, tanpa ragu mengetuk pintu ruang pribadi atasannya.“Masuk!” teriak Vincent dari dalam ruangan.“Permisi, Tuan! Ada kabar terkini dari para anak buah yang saya tugaskan untuk mengusut kasus kemarin,” ujar Draco tanpa ragu.“Sudah puluhan tahun kau bekerja denganku, Draco. Kau paham kan informasi seperti apa yang bisa aku terima?” balas Vincent memperingati.“Informasi ini sudah valid, Tuan. Mereka sudah menemukan siapa pelaku penembakan tempo hari.”Ucapan Draco berhasil memantik keingintahuan Vincent. “Siapa mereka? Siapa yang telah berani berurusan denganku?”“Masuklah, kalian!” seru Draco kepada anak buahnya yang masih menunggu di luar ruangan.BRAKKK!!!Seorang pria babak belur dengan kedua tangannya yang terborgol tiba-tiba jatuh tersungkur memasuki ruangan di mana ada Vincent serta Draco di dalamnya.“Bangun, Bodoh!” bentak salah satu anak buah Draco sambil menarik paksa tubuh pria itu agar berjalan

  • Tabir Misteri CEO   Bab 49: Kabar yang Dinanti

    Mendengar fakta buruk tentang kebusukan perilaku Vincent Gregorius di masa lalu, telah sukses memupuk kebencian yang telah tertanam di dalam benak Matthew selama puluhan tahun.Ia mengepal geram membayangkan kelakuan biadab Vincent kala itu.Namun, satu notifikasi tanda pesan masuk telah mampu membuat pria yang tengah menginterogasi Orland Xef itu kehilangan konsentrasi.“Kita pulang sekarang!” titah Matthew kepada Aiden dan Bryan.“Siap, Tuan! Saya siapkan armada sekarang,” sahut Aiden yang lantas segera menghubungi pilot pribadi Matthew.Kedua anak buah Matthew berjalan mengikuti atasannya keluar.“Apa yang bisa aku lakukan untukmu?” pekik Orland Xef yang sontak membuat langkah Matthew terhenti.Putra tunggal keluarga Anderson itu menoleh. “Kembali ke Queenstown dan bekerja untukku. Aku butuh bantuanmu untuk memberi Vincent terapi moral.”“Tapi … aku sedang melarikan diri darinya. Aku yakin cepat atau lambat, dia pasti tahu kalau akulah orang di balik kekacauan yang terjadi tempo ha

  • Tabir Misteri CEO   Bab 48: Fakta Masa Lalu

    WELLINGTON, NEW ZEALAND“Siapa kalian!?”Seorang pria memekik terkejut karena tempat tinggalnya tiba-tiba didatangi oleh tamu tak diundang.Aiden menatap wajah pria itu lebih cermat, lalu mengangkat selembar potret wajah di tangannya hingga keduanya tampak sejajar.“Benar dia orangnya, Tuan,” ujar Aiden setelah memastikan bahwa mereka tidak salah orang.“Brengsek! Siapa kalian!? Kenapa sembarangan masuk ke rumah orang!?” Komplain sang pemilik kamar.“Seandainya kedatangan kami disambut dengan baik, kami tidak mungkin bersikap arogan semacam ini,” tutur Matthew tanpa sesal sedikit pun!CEO itu memberi kode kepada Bryan agar menutup serta mengunci pintu utama.Setelah mengangguk paham, Bryan melakukan perintah seperti yang diinginkan Matthew.“Jadi … ini tempat tinggal Anda sekarang, Tuan Orland Xef?” Tatapan Matthew tampak begitu tajam saat menuturkan pertanyaannya.“Ap-apa maksudmu!? Siapa kalian ini? Kenapa kemari!?” Orland Xef sampai terbata saat berucap. Ia memperhatikan Matthew

  • Tabir Misteri CEO   Bab 47: Wellington

    Hugo sama sekali tidak menyangka kalau El Jova berada di pihak musuh yang telah berhasil menewaskan pemimpinnya.“Apa maumu?” tanyanya kepada El Jova.“Jawab pertanyaan Matthew. Katakan yang sejujurnya. That’s it.”“Kau dan Tuan Zif sudah sepakat untuk tidak saling mengusik satu sama lain. Tapi kenapa kau berdiri di pihak lawan kami dan melakukan penyerangan?” ujar Hugo kesal.“Kelompokmu yang lebih dulu menyerang! Kenapa kalian melakukan penembakan di acara peresmian keluarga Vincent Gregorius?” tanya Matthew menginterupsi.“Ada urusan apa kau dengan keluarga Gregorius? Kami menyerang mereka, bukan kau!” hardik Hugo kepada Matthew.Plak!Tamparan keras kembali diberikan Matthew untuk tawanannya itu. “Kau melukai orang-orang tidak bersalah, Bodoh!”“Aku tidak tahu! Aku hanya melaksanakan perintah. Tuan Zif memberi perintah kepadaku, Max, dan juga George untuk melakukan penembakan beruntun itu!” teriak Hugo membela diri.“Untuk apa Zif memberi perintah itu?” sela El Jova penasaran. “Ap

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status