Home / Urban / Tajamnya Lidah Istri / Part 5. Suamimu Perisaimu

Share

Part 5. Suamimu Perisaimu

Author: Firda Wati
last update Last Updated: 2021-09-18 18:50:00

Terima kasih seudah berkenan mampir, semoga suka. Selamat membaca. 

 

Walaupun sekarang Heru tidak punya penghasilan, Sari masih tetap melayani segala kebutuhan Heru.  Ia tidak mau di cap istri durhaka. Selama ini suaminya cukup bertanggung jawab dalam memenuhi segala kebutuhan keluarga. Hanya semenjak Heru di PHK saja, tanggung jawabnya jadi berkurang. Hanya tanggung jawab nafkah lahir yang tidak ia berikan. Sementara yang lain masih dipenuhi oleh Heru.

 

Sari ingat nasehat ibunya, bahwa tugas istri itu cuman 1, yaitu taat kepada suami. Walaupun suami itu tidak memberikan nafkah lahir, tidak ada alasan bagi istri untuk tidak menaatinya. Masalah nafkah, biarlah jadi urusannya sama Allah. “Ingat! Nak... Jangan sekali-kali kamu meminta cerai, karena suami itu adalah perisaimu nanti di akhirat, dia yang akan menanggung semua dosamu.”

 

Makanya Sari berusaha sabar dan menerima keadaan ini dengan ikhlas, meskipun suaminya tidak lagi menafkahinya.

 

Sari segera membuka kulkas, terlihat olehnya udang yang besar, sungguh menerbitkan selera. Segera saja Sari mengeluarkan udang dari kulkas agar batu es yang menempel bisa cair. Sambil menunggu udang mencair... maksudnya esnya mencair, Sari meraih cabe, bawang dan tomat. Kemudian menggilingnya. Tak lama berkutat di dapur udang samba lado akhirnya matang. Kemudian Sari  menghidangkan di meja, tak lupa tumis kangkung pun turut serta. Aroma udang samba lado buatan Sari menguar ke seantero ruangan. 

 

Tak lupa ia memanggil Heru untuk sarapan. Sari segera menyendok nasi dari magic com, lalu menuangkannya ke piring.  Sari menikmati hasil olahannya dengan peluh membanjiri keningnya. Nikmat banget setelah lelah bekerja. 

 

Heru pun datang, bersama benalu tak tau malu itu ke meja makan. Terbit selera makan di wajah Dela, melihat udang terpampang di depan mata.  Tanpa sungkan Dela pun mengambil piring, nasi dan udang. Belum juga tangannya sampai ke piring udang, Sari menjauhkan udang itu dari jangkauan tangan Dela. 

 

Dela memberengut kesal, “Ma, lihat Mbak Sari tuh. Aku mau makan, piring udang malah dijauhkan. Emang aku ga boleh makan, Ma!” tanya Dela, sambil menatap udang penuh nafsu. Tangannya pun berusaha menjangkau piring udang itu, tapi Sari selalu menjauhkannya.

 

“Kamu mau makan ini,” tanya Sari dengan mata mengarah ke piring udang yang ada di tangannya.

 

“Iya...!” jawab Dela, dengan raut muka masam melihat kakak iparnya ini.

 

“Ada syaratnya, jawab dulu pertanyaanku. Siapa yang menghabiskan gulai tunjang yang kumasak kemaren.”

 

“Apaan sih!  Bun, kalau mau makan ya tinggal makan, pakai syarat segala,” ujar Heru menengahi.

 

“Ga bisa ... Yah, bunda penasaran aja. Kalau ga mau jawab, ya sudah, jangan harap kalian bisa makan udang yang super enak ini.” Balas Sari memutar-mutar piring itu di meja.

Mama dan Dela saling menatap Sambil mengedikkan mata. “Oke, kami akan menjawabnya, yang menghabiskan gulai tunjang itu kami berdua,” jawab mereka kompak. 

 

“Apa...! Jadi kalian yang menghabiskan gulai tunjang itu,” seru Heru kaget. “ Bagaimana mungkin kalian setega itu, sudah tidak ikut memasak, tapi justru menghabiskannya. Kalian benar-benar tidak punya hati, pantesan Sari semarah ini pada kalian,” lanjut Heru dengan rona muka memerah menahan amarah. Pantes saja akhir-akhir ini Sari meradang. Siapa pun yang ada di posisi Sari pasti akan melakukan hal yang sama. Sudah capek masak dan kerja. Ketika mau makan lauknya sudah habis.

 

“Eh ... Heru! Ngapaian kamu bela wanita kampung ini. Kamu mau jadi anak durhaka... Hah...!”

 

“Bukan gitu, Ma. Masak kalian tidak berfikir sedikit pun, yang masak dan kerja, Sari. Lalu kenapa kalian yang habiskan. Emang apa hak kalian.

 

“Emang kami pikirin,” ledek mama dan Dela sambil mengibaskan tangan ke muka Heru. Haru hanya bisa mengurut dada, melihat perlakuan ibu dan adiknya pada Sari.

 

“Eh ... Sari! Kami sudah jawab kan! Berarti kami bisa makan sekarang?” ujar mereka memelas, sambil meremas perut yang mulai berteriak minta diisi. Huh ... benar-benar parasit kalian, tidak punya rasa malu, mungkin urat malunya sudah dicabut sama Allah.

 

“Baiklah ...! Ini ambil,” ucap Sari sambil menyodorkan piring itu ke tangan Dela.

Dela segera mengulurkan tangannya untuk mengambil udang.  Sebelum tangan Dela menyentuh piring, piring berisi udang jatuh tanpa sengaja terlepas dari tangan Sari.

 

Prangk...

 

“Ops ... maaf! Ga sengaja,” ucap Sari merasa menyesal, telah menjatuhkan udang itu.

Heru yang melihat perbuatan Sari pun meradang.  “Kenapa dibuang, Bun ...! Sayang banget udangnya jadi kotor.”

 

“Cocok untuk kalian yang berjiwa kotor, silakan nikmati,” ucap Sari, kemudian berlalu meninggalkan mereka dengan perasaan puas, karena ia telah berhasil membalaskan sakit hatinya.

 

Sri dan Dela terperangah melihat udang yang tergeletak di lantai. Mereka sudah tak sabaran menunggu dari tadi, dengan banyak drama, bahkan sampai berkata jujur hanya untuk sepiring udang. Tapi sekarang udang itu sudah kotor bercampur dengan serpihan kaca. Sia-sia usaha mereka menunggu, untuk mencicipi udang yang sungguh menggiurkan itu. Apa lagi dalam keadaan perut yang keroncongan. Oh nasib....nasib...!

 

Sementara Sari di kamar, menangis sesengukan. Tak sampai hati melakukan semua itu pada mama dan Dela. Terlebih udang itu bisa dinikmati sampai siang nanti. Sekarang perbuatan mubazirnya itu sungguh disesalinya. Tapi bila ingat perlakuan mereka selama ini. Sungguh, lebih baik udang itu jadi santapan semut, dari pada mereka yang nikmati, Sari tak rela hasil keringatnya dinikmati para benalu itu.

 

 

Next...

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tajamnya Lidah Istri   Part 55

    Dua jam kemudian keluarga Wisnu berpamitan pulang. Pak Santoso dan istrinya sedih karena harus berpisah lagi dengan cucu-cucu kesayangannya. Padahal belum lama mereka bercengkerama, sekarang cucunya harus pulang. Andai mereka mau tinggal di sini betapa bahagianya pasangan kakek nenek itu.“Kalian kenapa sih buru-buru amat perginya. Padahal mama masih kangen kumpul dengan kalian, apalagi sama cucu kesayangan nenek yang ganteng dan cantik ini.” Keluh sang mama sedih dan kecewa seraya merangkul dan memeluk sang cucu. Seakan enggan untuk berpisah. "Kalian nginap aja malam ini di sini, besok pagi kakek yang antar pulang ke rumah kalian," sambung sang nenek berusaha membujuk sang cucu. "Iya-kan besok pagi bisa antar mereka?Belum juga mendapat jawaban dari sang suami, pertanyaan itu terputus oleh permintaan maaf Sari. “Maaf Ma, kami meninggalkan seseorang di rumah, tadi dia tidak mau ikut. Sementara Fando gelisah terus pingin cepat pulang.”Ya, selama berada di rumah neneknya, perasaan Fand

  • Tajamnya Lidah Istri   Part 54. Saling melindungi

    Bismillahirrahmanirrahim.“Fando, akhirnya kamu pulang juga, Nak. Kemana aja sih! lama banget pulangnya,” ceracau Sari kesal sekaligus tampak senang.Perempuan yang masih terlihat cantik di usianya yang tidak lagi muda itu, langsung memburu anaknya dan memeluknya erat. Fando yang mendapat serangan mendadak jadi terperanjat kaget. Tidak biasanya sang mama bertindak berlebihan seperti hari ini. Bukan kali ini saja dia pulang terlambat. Dulu ia juga pernah pulang terlambat, karena keasyikan main bola, respon mamanya biasanya. Fando menepuk jidatnya saat menyadari sesuatu. Situasi dulu dan sekarang berbeda. Kalau dulu dia pulang terlambat karena sang mama tahu dia sedang berada di mana dan sedang melakukan apa. Kali ini tidak, apalagi pagi tadi mamanya sudah mengingatkan untuk pulang lebih cepat dari biasanya. Salahnya juga sih tadi! tidak memberitahukan kepergiannya. Bisa kirim pesan atau telpon.Ibu mana yang tidak senang, melihat anak yang ditunggu-tunggu, pulang dalam keadaan baik-

  • Tajamnya Lidah Istri   Part 53. Jangan Tinggalkan Mama Nak!

    Bismillahirrahmanirrahim.“Saya teman dari gadis pemilik rumah ini. Terus Bapak sendiri,kenapa mau mendobrak pintu? Mau ngerampok ya,” tuding Fando datar, tiadagentar.Sebenarnya Fando cemas dan takut kedua pria itu melukainya. Apalagimelihat tubuh dua pria di depannya itu bertubuh besar dan dipenuhi tato. Tapisetelah ia melapor polisi, ia merasa lebih tenang. Berharap, di saat yang tepatpolisi datang menolongnya.Shanum yang berada dibalik pintu, kaget mendengar suara seorangpria yang mengaku sebagai temannya. Tak ayal, Shanum mengintip dari lubangkunci. Hanya itu tempat yang bisa mengetahui siapa orang yang mengaku sebagaitemannya. Tidak ada jendela di sisi pintu. Mengintip dari tempat lain pun tidakbisa karena pintu ini lebih condong menjorok ke dalam.Setelah mengintip, Shanum tidak bisa melihat jelas, pandangannyahanya mengarah ke bagian dada. Pria itu memakai seragam putih.Siapa pemuda berpakaian seragam sekolah itu, desis Shanum dalamhati.“Jangan asal bicara kamu ya, menuduh

  • Tajamnya Lidah Istri   Part 52. Tawanan

    Sementara di tempat lain. Tepatnya di ruang kerja Wisnu, Sarisedang menunggu suaminya yang sedang memeriksa pasien.Tak lama menunggu, terdengar suara pintu dibuka. Sari segera menoleh ke arah pintu. Benar saja, suaminya muncul seraya tersenyum senang.“Tumben Mama datang ke sini, pasti ada sesuatu yang mau dibicarakan.”“Iya Pa, ini masalah sangat penting.” Sahut Sari membetulkan posisi duduknya.“Masalah apa lagi, apa ada kaitan dengan Fando atau Luna?”“Bukan? Tapi masalah lain.”Wisnu mengenyit bingung, menunggu istrinya bercerita.Tanpa menunda lagi Sari mulai menceritakan info yang baru iadapatkan kemaren malam. Sebenarnya malam itu ia ingin langsung cerita pada Wisnu, tapi karena suaminya baru pulang tengah malam, urung ia cerita.Makanya pagi ini ia datang ke rumah sakit. Tidak ingin menunda lagi, secepatnya ia harus tahu kebenaran tentang gadis yang bernama Shanum itu.

  • Tajamnya Lidah Istri   Part 51. Kita Teman!

    Fando tidak akan bertingkah seperti cewek yang keganjenan padaumumnya, karena ia tahu bagaimana rasanya ditolak.Baginya memperhatikan Shanum diam-diam, adalah cara terbaik yang ia punya. Bak sebuah magnet, ia akan buat Shanum meliriknya. Tidak akan sulit baginya, menarik perhatian Shanum. Bukan dengan cara seperti gaya cewek menarik perhatiannya pada umumnya. Justru dengan sikap dingin Shanum itu membuatnya terpacu untuk menaklukkan hati gadis berwajah datar itu.Tak lama kemudian Fando sampai di kelasnya. Setelah meletakkan tas, Fando mendekati Kamil dan Aksan sahabat karibnya di bangku belakang. Sementara ia sendiri lebih seneng duduk dibarisan depan. Tidak ada yang menghalangi pandangan, alasan yang selalu ia berikan jika kedua temannya meminta penjelasan, kenapa ia tidak mau duduk di belakang.“Heh Fan, tumben kamu datang pagi, aneh tidak biasanya.” Tanya Kamil mulai mencium gelagat yang tidak baik.Bukan tidak ada alasan Fando data

  • Tajamnya Lidah Istri   Part 50. Shanum Meilani

    Jam istirahat baru saja berdentang. Siswa siswi SMA Harapan Bangsa berhamburan keluar kelas. Tak terkecuali Fando. “Yuk Aksan, Fando, kita ke kantin.” Ajak Kamil antusias seraya mengelus pelan perutnya. “Kalian duluan aja, nanti aku nyusul.” Sahut Fando tetap diam bergeming dibangkunya. “Ok, tak tunggu di sana, tempat biasa.” Sahut Aksan dan Kamil berbarengan seraya meninggalkan kelas dengan riang dan gembira. Fando pun menyusul tak lama kemudian. Sebelum keluar kelas, Fando masih sempat melirik bangku Shanum. Shanum tengah mengeluarkan bekal dari tasnya. Cewek itu asyik sendiri, tidak perduli dengan orang di sekit

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status