Share

Bab 4

last update Last Updated: 2023-12-15 18:22:18

Aku menghampiri Mas Ahmad. Eh, di depan kamar aku kembali berpapasan dengan wanita buntalan lemak ini. Wangi semerbak menembus hidung. Apa sekarang dia sudah mulai mengenal parfum? Wiih, ada kemajuan apa ini? Apa dia mau mencoba menjadi sepertiku?

"Mbak, mau kemana?" Spontan aku bertanya ketus.

"Kenapa?" Dia malah bertanya balik.

Aneh bin ajaib, itulah wanita ini. Kenapa dia selalu terlihat santai begitu? Apa dia sudah lupa kalau tadi baru saja bertengkar denganku.

"Mbak, kalo mau keluar rumah nggak usah pake parfum. Dosa hukumnya!" Tegurku. Sengaja aku menaikkan sedikit volume suaraku. Supaya Mas Ahmad mendengar apa yang aku katakan.

"Oh, begitu ya? Terimakasih ya, atas wejangannya. Jangan lupa, terapin juga untuk diri sendiri,"

Ih, j*jik aku mendengar jawabannya. Apalagi dia berucap seperti itu sambil tersenyum pula. Terlihat seperti dia sedang menghinaku. Aku tahu, ucapan terimakasih yang dia katakan hanyalah salah satu cara yang ia lakukan agar bisa menarik perhatian Mas Ahmad.

"Mbak bisa ngomong lebih baik nggak sih?" Aku menatapnya.

Mbak Rina menghentikan langkahnya, lalu melihat ke arahku.

"Emang ada apa? Apa aku ada omonganku yang salah?" dahinya nampak mengernyit. Tapi tetap seperti tadi, dia tak tampak emosi. Sikapnya selalu datar padaku. Bahkan dia masih tak sadar jika ucapannya barusan menyakitiku.

Tapi pertanyaannya barusan, aduh bagaimana caraku untuk menjawabnya? Apalagi di sini ada Mas Ahmad, tak mungkin aku berkata kasar.

"Aku cuma menyarankan mbak supaya nggak usah terus-terusan main sindir-sindiran itu nggak baik, Mbak!" akhirnya aku menjawab.

"Kata-kata aku yang mana yang bikin kamu kesindir?"

"Kata-kata yang tadi" jawabku.

"Kata-kata yang mana? Siapa tahu aku nggak inget gitu, kan?"

"Yang tadi, yang... Hmm....," Astaga, kok kenapa aku malah jadi gugup begini.

"Udahlah, Fik. Lain kali pikir-pikir dulu kalo mau ngomong. Jangan terlalu gampang kesindir. Lagian dari kemarin-kemarin kamu selalu aja sibuk ngurusin tindak-tanduk aku. Itu gak ada manfaatnya selain dari nyakitin diri kamu sendiri. Ujung-ujungnya kamu malah tersinggung sendiri, aku juga yang disalahin."

"Lebih baik kalo sekarang kamu lebih fokus ke diri kamu sendiri dan ke tujuan kamu aja dah. Bukannya kamu mau ke masjid? Ya udah sana siapin mukena atau sajadah gitu kan,"

Ya ampuun, ya Rabbi, ya Tuhaan... Ini tidak bisa di biarkan.

"Jadi Mbak mau ngehina aku hanya karena aku pengen ke masjid?" Kecamku. Kubiarkan beberapa tetes air mataku jatuh. Biarkan saja Mas Ahmad tahu kalau istri pertamanya ini sudah bersikap kurang ajar hingga membuatku seperti ini.

"Hadeeeh, Mas! Nih bujuk istrimu ini! Aku paling gak bisa ngebujuk-bujuk orang yang udah tua!"

Hei, dia malah memanggil Mas Ahmad untuk membujukku. Apa dia menganggapku seperti anak kecil?

Mas Ahmad yang masih bengong menatap punggung Mbak Rina yang perlahan menjauh. Ih, jujur saja, bagaimanapun bentuknya aku gak suka melihat Mas Ahmad melirik Mbak Rina. Kenapa Mas Ahmad masih suka menatap Mbak Rina?

"Mas, kenapa ngeliat Mbak Rina kayak gitu? Suka ya sama punggungnya?" Aku tidak bisa menahan rasa cemburuku.

"Ohooo... Nggak sayang. Mas ngeliat dia bukan karena suka. Tapi karena kesal. Kamu gak usah cemburu sama dia. Kamu liat sendiri gimana sikapnya dia, kan? Dia nggak dewasa, sikapnya keras dan nggak mau mengalah. Mana mungkin mas masih tertarik sama dia,"

Kukira Mas Ahmad masih suka sama istri pertamanya, ternyata tidak. Syukurlah, aku lega mendengarnya.

Lagi pula kejam banget kalo Mas Ahmad masih mencintai Mbak Rina melebihi cintanya padaku. Selama 3 bulan ini, aku sudah berkorban banyak untuknya. Mengurus anak-anaknya, mengurus rumah dan sebagainya. Berulang kali aku katakan bila sejujurnya ini sangat sangat lelah. Tapi ini pengorbananku, jadi keterlaluan sekali bila hatinya masih condong ke wanita pertamanya tersebut.

Tapi di balik semua pengorbananku, Mas Ahmad juga bisa memanjakan aku dengan uangnya yang menurutku sangat lumayan. Aku bisa memenuhi semua kebutuhan pribadiku dengan baik, dia tak pernah melarang itu. Jadi sebenarnya, kami berdua adalah pasangan yang amat serasi. Andai saja tidak ada Mbak Rina dan anak-anaknya, tentu sajadah kehidupanku dan Mas Ahmad akan bahagia sekali.

Sedangkan Mbak Rina, aku tahu Mas Ahmad tidak memberi uang padanya selain jatah untuk jajan anak-anak mereka. Kenapa aku tahu? Ya karena semua uang Mas Ahmad mengalir ke rekeningku. Masih untung aku mau memberikan jatah untuk anak mereka, hati nuraniku masih berkata bahwa aku harus melakukan itu.

"Sayang, kamu yang sabar ya! Kelakuan Rina sering bikin kamu kesal. Dia memang tak pernah mau berubah." Mas Ahmad berkata dengan nada sedih.

Aku diam. Tiba-tiba terbersit di benakku untuk sedikit mempengaruhinya sedikit demi sedikit.

"Mas, apa Mas emang udah sekesal itu sama mbak Rina?" tanyaku.

Mas Ahmad mengangguk. Aku tersenyum.

"Mas, ketika Mas menyarankan hal baik sama Mbak Rina, apa dia mau ngikutin saran Nas? Misalnya ketika Mas ajak dia sholat gitu, kan?"

Mas Ahmad menghembus nafas kasar.

"Jangankan ngikutin, dengerin aja dia gak mau. Dari dulu dia cuma hobi ngomel. Alasan capek, letih, apa segala macam alasan. Mana bisa dia ngelayanin suami dengan baik kayak kamu. Kalo mau di bandingkan, ya seratus delapan puluh derajat perbedaannya,"

Aku mendekati pria itu dengan lebih intim.

"Mas, kalau begitu apa lebih baik kita suruh aja Mbak Rina ke rumah orang tuanya? Emmm... maksudku untuk sementara aja." Ucapku pelan-pelan.

Jujur saja, sebenarnya aku lebih suka bila di rumah ini hanya ada aku sama Mas Ahmad saja. Aku sudah cukup payah dengan keberadaan Rina dan anak-anaknya itu. Kuharap Mas Ahmad bisa peka apa sebenarnya yang aku inginkan tanpa harus mengatakannya.

"Apa? Menyuruh dia pulang ke rumah orang tuanya?" Mad Ahmad terlihat terkejut.

Mengapa dia bersikap begini? Apa dia tak suka?bukannya tadi dia mengatakan sudah tak menyukai Rina, tapi kenapa keberatan melepaskan Mbak Rina keluar dari rumah ini? Aku dongkol luar biasa, pesona apa sih yang ada pada diri Mbak Rina? Cantik, molek, mulus, baik, penyayang, no! semua nggak ada. Lalu apa yang ingin di harapkan?

"Kenapa, Mas? Kenapa kayak berat sekali ngelepasin Mbak Rina? Bukannya di sini ada aku, Mas?"

Mas Ahmad terdiam. Lihat, dia tak bisa menjawabku dengan cepat.

"Apa aku aja nggak cukup untuk ada di sini, Mas?"

Aku sesenggukan.

"Maafin Mas, Sayang. Mas nggak bermaksud begitu. Tapi kalo soal mau nyuruh Rina keluar dari rumah, ini bukan masalah sepele, Sayang. Ini bukan waktu yang tepat!" Terdengar sekali jika Mas Ahmad berkata pelan dan hati-hati.

"Mas berkata begitu karena masih mencintai Mbak Rina, kan?" cercaku dengan berterus terang.

"Kalau pun Mas Ahmad masih mencintaiku, apa salahnya? Aku istrinya, bukan selingkuhannya. Jadi apakah salah kalau seorang suami mencintai istrinya sendiri? Kenapa kau melarang Mas Ahmad untuk mencintaiku?" Sekonyong-konyong suara Mbak Rina terdengar sangat jelas di ambang pintu. Aku kaget luar biasa,

"Rinaaa??" Mas Ahmad langsung bangkit, spontan pelukanku juga ikut terlepas.

Astaga sial*n! Sejak kapan Rina ada di sana?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 55

    Melihat nama yang tertera pada papan bunga tersebut, membuat duniaku seakan-akan runtuh. Ini seperti mimpi. Aku mencoba mencubit tanganku."Awww!" Ini sakit. Artinya aku tidak sedang bermimpi. Ini benar-benar nyata.Aku tidak pernah membayangkan jika Rina bersanding dengan pria lain. Jelas-jelas aku tidak bisa terima itu. Rina milikku, aku tidak rela melihatnya jatuh ke pelukan laki-laki lain. Lagi pula ini baru beberapa bulan saja, Rina! Kita baru saja berpisah. Tapi meskipun kami sudah berpisah, tahukah kamu kalau sesungguhnya dalam hatiku masih sangat mencintaimu Rina!Tapi aku belum bisa percaya. Aku akan memastikan terlebih dahulu, apakah yang sedang melangsingkan acara pernikahan ini benar-benar dia, atau ada Rina yang lain. Setidaknya aku harus mengecek kebenarannya dengan mata kepalaku sendiri terlebih dahulu.,Dengan serta merta aku berjalan menyusuri jalanan yang sudah disediakan. Aku pedulikan lagi arahan para petugas yang sedang berjaga. Aku berjalan menerobos dengan ce

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 54

    "Assalamualaikum"Aku menenggak ludah ketika laki-laki itu benar-benar datang. Bastian, dia benar-benar laki-laki yang nekat. Semula aku akan menyangka dia hanya akan datang seorang diri. Ternyata tidak.Sebab di belakangnya turut serta pula kedua orang tuanya dan. Laki-laki ini benar-benar nekat menemui kedua orang tua dan keluargaku. Semula Aku tidak menyangka dia akan melakukan ini. Ini benar-benar di luar dugaanku.Dengan sedikit canggung aku mempersilahkan mereka untuk masuk. Sebenarnya aku tak enak dengan keluarganya yang jelas-jelas adalah orang-orang berada. Sedangkan aku adalah seorang perempuan biasa yang kukira tak punya kelebihan yang mencolok. Terlebih dengan statusku, jadi sedikit membuatku malu. Syukurlah kedua orang tuaku cukup baik dalam meladeni pembicaraan mereka. Kedua orang tuaku sama sekali tidak terlihat sanggup, jadi aku tak perlu bicara terlalu banyak. Hanya sesekali saja ketika itu memang diperlukan. Hingga tibalah saatnya mereka berbicara ke topik utama.

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 53

    Fika"Mas, mas tahu enggak, tuh si Rina ternyata udah asik-asikan main belakang sama pria lain. Makanya ya, Mas nggak usah terlalu mengingat-ngingetin wanita itu lagi!" Aku memberi laporan. Ya iyalah wajar aku marah, sebab aku ingat betul Mas Ahmad terus saja menyebut nama Rina akhir-akhir ini. Harusnya tuh perhatian Mas Ahmad bukan sama Rina tapi sama aku yang lagi hamil anaknya. Harusnya dia manja-manjain aku. Ini buru-buru manjain, menyentuh aku aja semingguan ini kagak. Jadi aku akan membuat perhitungan padanya. Aku akan memberitahu apa yang sudah kulihat tadi biar dia tahu bagaimana perilaku buruk mantan istrinya.Mendengar perkataanku taKekecewaanku sama Mas Ahmad semakin bertambah saja.di spontan Mas Ahmad menoleh."Apa? Rina jalan sama pria? Yang bener aja?" Dia menatapku tajam."Ya iyalah, masa aku bohong! Aku melihat pakai mata kepala aku sendiri! Makanya aku kasih tahu Mas, wanita itu bener-bener nggak punya harga diri, Mas! Lihat belum lama kok kalian bercerai, dia udah

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 52

    "Mmaksudnya? Kamu mau datang ke orang tuaku? Buat apa, Pak?" Aku terkejut sekali.Bastian tersenyum. Uuuh, aku baru sadar ternyata semanis itu senyum yang ia miliki. Tubuhku yang hanya setinggi 150 cm ini harus menengadah jika ingin melihat wajah lelaki yang lebih tinggi 30 cm dariku tersebut. "Aku berkata begitu untuk menunjukkan kalau aku memang benar-benar serius. Aku tidak ingin kamu menganggapku berbohong.?" Senyumnya kembali terukir. "Dan, aku akan benar-benar akan menenui orang tuamu disaat kau sudah merasa siap." Ucapnya lagi."Apa yang ingin harapkan dari aku, Pak? Sekali lagi aku katakan, aku ini janda. Status yang kadang dipandang negatif di sebagian orang. Kurasa Anda perlu berpikir untuk beberapa bulan ke depan untuk memastikan kalau pikiran Anda tidak benar. Akan terlalu naif jika Bapak menaruh perasaan seperti itu pada seseorang seperti aku," ucapku. Aku mengatakan begitu karena aku merasa jika aku tidak sempurna untuk menemani hidupnya. Di usiaku yang ke 28 tahunan

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 51

    RinaAku terdiam mendengar kata-kata yang baru saja kudengar. Aku sungguh tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Bastian. Sama sekali aku tidak pernah membayangkan ucapan seperti itu akan meluncur dari bibirnya. Karena memang tidak pernah terpikirkan olehku. Tidak. Dia pasti bercanda. Tapi candaan macam apa yang dia katakan? "Rin, bagaimana? Jangan bilang kalau kamu menganggapku main-main!" Aku kembali berdegup, baru saja Aku ingin bertanya, tapi jawaban telah mendarat di telinga mendahului pertanyaan yang akan aku utarakan."Pak, aku... Aku...," Tentu saja aku kebingungan dengan apa yang akan aku katakan.Menanggapi perkataannya sungguh sebuah masalah yang sulit untuk dipecahkan."Apa kamu akan menolakku?" Meskipun aku tidak sedang melihat ke arahnya. Tapi aku tahu tatapannya sedang menatapku lekat. Jujur saja aku takut untuk balik membalas tatapan netranya. Rasanya ini berat. "Rin, aku tahu kamu bingung, karena aku mengungkapkan hal seperti itu ini dalam keadaan mendadak b

  • Tak Apa Jadi Istri Kedua, yang Penting Soleha    Bab 50

    "Assalamualaikum"Aku menenggak ludah ketika laki-laki itu benar-benar datang. Bastian, dia benar-benar laki-laki yang nekat. Semula aku akan menyangka dia hanya akan datang seorang diri. Ternyata tidak.Sebab di belakangnya turut serta pula kedua orang tuanya dan. Laki-laki ini benar-benar nekat menemui kedua orang tua dan keluargaku. Semula Aku tidak menyangka dia akan melakukan ini. Ini benar-benar di luar dugaanku.Dengan sedikit canggung aku mempersilahkan mereka untuk masuk. Sebenarnya aku tak enak dengan keluarganya yang jelas-jelas adalah orang-orang berada. Sedangkan aku adalah seorang perempuan biasa yang kukira tak punya kelebihan yang mencolok. Terlebih dengan statusku, jadi sedikit membuatku malu. Syukurlah kedua orang tuaku cukup baik dalam meladeni pembicaraan mereka. Kedua orang tuaku sama sekali tidak terlihat sanggup, jadi aku tak perlu bicara terlalu banyak. Hanya sesekali saja ketika itu memang diperlukan. Hingga tibalah saatnya mereka berbicara ke topik utama.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status