Share

02 : kedua

"Nething terooss ... Ia da aku teh ibu sambung yang gak peduli sama anak sambungnya, masa ia aku bawa dia ke salon. Aku udah bawa dia ke rumah sakit tapi--ahh kamu tanya aja sama dia, sekalian anter aja tuh anak kamu yang keras kepala itu, aku capek mau istirahat aja, " cerocos wiana sambil melengang pergi. 

"Na! Eh? Ko kamu marah sih? Lagian sikap keras kepalanya itu turunan dari kamu," ucap Alan ingin menghentikan langkah istrinya tapi Raya malah merenggek ingin segera ke rumah sakit. 

"Pah, papah anter aku, aku takut ...." 

"Ia, ia Papah antar tapi nanti cerita gimana ceritanya kan tadi kamu kerumah sakit ko gak di cabut sih?" 

"Ia nanti aku cerita," 

"Pak dokter kenapa wajah dokter bengkak gitu?" tanya Wina selaku suster yang melihat dokter kesayangannya itu sedikit aneh. Yang tengah membuka masker yang menutupi ketampanannya tersebut. 

"Ada pasien gila yang nonjok saya tadi," jawab Angga sambil mengingat kejadian tadi.

Sangat keras, saking kerasnya Angga mundur beberapa langkah, dengan wajah merah dan pipi sebelah bengkak, dengan sangat beraninya pasien gila tersebut meninjau pipi Angga. Padahal Angga hanya ingin mencabut gigi yang bermasalah dan itu sudah menjadi pekerjaannya. 

Memengang pipi yang baru saja di tonjok sosok perempuan gila tadi malah berlari keluar dari bilik pemeriksaan dengan wajah merah dan matanya nyaris saja berwarna merah karena tangisan itu. 

Angga tak tinggal diam, dirinya dengan kecepatan penuh mengejar perempuan gila itu yang di ketahui bernama Relaya.

"Hei--kamu jangan kabur!" seru Angga menghiraukan tatapan aneh dari orang sekitarnya. 

"Aaa ... Mama Raya gak mau di cabut gigi!" serunya berlari menghampiri sang Mama yang sedang menunggu dengan memainkan handphone di tangannya. 

"Aa ... Ma pulang aja yuk! Raya gak mau cabut gigi, ma ayok cepet MA! Kita pulang ...." ucap Relaya tak santai. 

"Ih, eh? Bukanya tadi kamu bilang mau dicabut?" ucap Wiana aneh, selaku orang tua yang menghantarkan anaknya periksa ke dokter. 

"Gak, ah gak mau do---" ucapan Raya terpotong dengan datangnya dokter yang menanganinya tadi, lengkap dengan alat-alat cabut gigi. 

Ingin sekali Angga mendengar kelanjutan dari ucapan pasiennya itu, sayang seribu sayang Angga harus kembali ke ruangan kerjanya. 

"Pasien gila?" ujar ulang Wina, tak paham dengan dokter satu ini. 

***

Astagfirullah ... Alan bingung sendiri, dia bingung sebenernya anaknya itu berusia berapa taun sih? Bukannya malu, tapi Alan merasa jika memiliki anak kecil kembali. 

Raya merenggek ingin di temani masuk kedalam ruangan eksekusi :v Alan tersenyum kaku untuk menyetujuinya. 

Dokter yang menangani Raya saat ini berbeda dari sebelumnya. 

"Yah, ko dokternya beda?" ujar Raya menyadari hal tersebut. 

"Jangan banyak protes, mau dokter yang sebelumnya atau yang sekarang yang penting gigi kamu di cabut ya," ucap Alan berdiri di samping brankas tempat Raya berbaring. 

"Dokter Angga sedang istirahat, dan saya yang bergiliran kerja," jelas penuh pemahaman dari Dokter Givan.

"Ouh, namanya Angga," ucap Relaya santai entahlah bawaannya tidak takut sama sekali. Berbeda dengan dokter yang sebelumnya. Angga!

"Pah, tungguin aku yah, biar tenang gak takut," rengek Raya pada Alan, sedangkan Alan menjawabnya dengan anggukan setuju. 

"Baiklah ayo kit--" 

'Brakk!' 

Pintu terbuka secara tiba-tiba yang membuat orang yang berada di ruangan tersebut terjengngit kaget. 

"Givan, istri lo mau lahiran tuh!!" 

***

"Sepertinya bukan pipi kamu saja yang bengkak, tapi pipi saya pun sama bengkaknya sama seperti kamu," ujar Dokter Angga dengan nada sarkas. 

"Ehheheheh ... maaafff," jawab Raya cengengesan di tempat, Angga melihat hal tersebut menyeritkan dahinya aneh. 

"Kamu sebenarnya takut saya atau takut cabut gigi sih?" tanya Angga gemas dengan mimik wajah pasien gila yang sebenernya seorang model yang tengah naik daun. 

"Saya takut kemakan pesona dokter, abisnya ganteng sih, apalagi sewaktu buka masker, misalnya kalo saya jatuh cinta sama dokter, dokter mau tanggung jawab?" 

Angga cengo di tempat! 

'Gue lagi di taksir nih?' 

Angga menggelengkan wajahnya. 

"Emang kamu sudah tau wajah saya seperti apa? Seharian ini saya memakai masker loh," ucap Angga dengan sedikit nada menggoda. Tak biasanya dia bersikap seperti ini. 

Raya menggeleng polos, rasanya Angga ingin mengacak rambut hitam milik pasien yang di gadang-gadang gila olehnya. 

"Saya gak tau, tapi--" ucapan Raya terhenti kala dia memajukan tubuhnya dan detik berikutnya lengannya sudah  di hadapan wajah Angga. Dan--

'Srekkk'

Seketika masker yang di gunakan oleh Angga robek oleh ulah perempuan di hadapannya itu. 

Dokter gigi tersebut melotot di tempat, dia tentunya sangat kaget karena kejadian itu sangat cepat terjadinya. 

"Aaahh,  gak ganteng-ganteng amat ternyata, wajah dokter biasa aja," ujar Raya keras membuyarkan pandangan Angga terhadapnya. 

Mendengus tak suka.

'Apa? Gak ganteng, terus kalo gak ganteng kenapa di beri nominasi terganteng di rumah sakit ini.'

Menyadari perubahan wajah Dokter di hadapannya yang tak lain Langga buru-buru Raya menjauhkan tubuhnya, dan berucap 

"Ayo dokter cabut gigi saya, saya gak kuat nahan sakitnya," 

Langga bersiap mencabutnya. Tapi Raya kembali berucap 

"Dokter pake maskernya dong!" seru Raya heboh ... 

"Masker saya sudah robek dan pelakunya itu adalah kamu, jadi kamu diam saja biar cepat selesai." jawab Angga dengan nada lempeng. 

Mengehembuskan nafasnya. Hhhmmm ... Mau tak mau Raya hanya bisa menurut saja. 

.

.

Gigi Aya sudah di cabut, prosesnya lancar, lancar banget jika Raya tak membuat ulah. 

Angga sedang membereskan peralatan yang sudah dia pakai. 

Ting! 

Handphone milik Raya berbunyi ... Dengan gerakan santainya seorang Raya membuka handphonenya tersebut. 

𝐏𝐚𝐩𝐚𝐡𝐤𝐮 𝐬𝐚𝐲𝐚𝐧𝐠💖 : Raya 𝒂𝒏𝒂𝒌𝒏𝒚𝒂 𝑷𝒂𝒑𝒂𝒉 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒂𝒍𝒊𝒏𝒈 𝒄𝒂𝒏𝒕𝒊𝒌 𝒅𝒂𝒏 𝒋𝒖𝒈𝒂 𝒊𝒎𝒖𝒕, 𝒎𝒂𝒂𝒇 𝒚𝒂 𝑷𝒂𝒑𝒂𝒉 𝒑𝒖𝒍𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒖𝒍𝒖𝒂𝒏 𝒂𝒅𝒂 𝒎𝒆𝒕𝒕𝒊𝒏𝒈 𝒅𝒂𝒅𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒅𝒊 𝒌𝒂𝒏𝒕𝒐𝒓, 𝒎𝒂𝒂𝒇 𝒚𝒂 𝑷𝒂𝒑𝒂𝒉 𝒎𝒊𝒏𝒕𝒂 𝒎𝒂𝒂𝒇 𝒃𝒂𝒏𝒈𝒆𝒕 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒌𝒂𝒎𝒖, 𝒑𝒂𝒑𝒂𝒉 𝒋𝒂𝒅𝒊 𝒎𝒆𝒓𝒂𝒔𝒂 𝒃𝒆𝒓𝒔𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒃𝒆𝒈𝒊𝒏𝒊 𝒔𝒂𝒎𝒂 𝒌𝒂𝒎𝒖.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status