Beranda / Rumah Tangga / Mencari Istriku di Masa Lalu / Bab 42 - Menuju Rumah Mertua

Share

Bab 42 - Menuju Rumah Mertua

Penulis: Sofia Saarah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-20 18:47:33

Kafe itu masih sama.

Aroma kopi hangat masih menguar dari mesin espresso di balik meja kasir. Tapi bagi Shaz, tempat itu seperti lukisan lama yang warnanya memudar—masih familiar, tapi tak lagi menyimpan kehangatan.

Ia berdiri di depan meja pemesanan. Matanya menelusuri wajah-wajah barista yang sibuk. Tak satu pun yang ia kenali.

“Bahkan semesta seperti menutup semuanya dariku,” gumamnya lirih. “Karyawan yang dulu memberi tahu tempat tinggal Alysaa… tidak ada.”

Shaz melangkah pelan ke arah kursi pojok yang pernah ia duduki saat pertama kali datang ke Bandung bersama Raheem. Kursi itu masih di sana. Sunyi. Seolah menunggu luka lama untuk duduk kembali.

Raheem mendekat, membawakan dua gelas kopi dan sepiring kue kecil.

“Sudah, duduklah. Kita pikirkan lagi. Mungkin ada petunjuk lain,” ujarnya sambil menyodorkan gelas kopi ke Shaz.

Shaz mengambilnya tanpa banyak bicara. Cairan hangat itu menyentuh bibirnya, tapi tak menyentuh hatinya.

“Kau tahu kontaknya Maya atau Radya?” tanyanya pelan,
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Mencari Istriku di Masa Lalu   Bab 52 - Pengakuan

    Hari-hari berjalan pelan, seperti jarum jam yang enggan bergerak. Shaz duduk di kursi rodanya, menatap layar ponsel dengan mata sayu. Pesan yang ia kirim ke Alysaa beberapa hari lalu masih tetap sama—seen, tapi tak berbalas. Sesekali ia membuka ulang, berharap ada notifikasi baru, berharap ada titik-titik tanda balasan yang muncul. Namun hening.Nomornya masih diblokir. Jalan menuju Alysaa seakan tertutup rapat.Shaz menutup wajah dengan kedua tangan, tubuhnya bergetar. Ia ingat betul—di kehidupan sebelumnya, ia memang pernah berselingkuh di belakang Alysaa. Ia tahu dosanya, ia tahu betapa kejamnya kesalahan itu. Namun Alysaa tidak pernah mengetahui saat itu.“Lalu… kenapa di kehidupan ini, kau mengetahuinya, Al?” suaranya pecah, lirih, seakan bertanya pada dinding putih kamarnya. “Apakah aku ditakdirkan hanya untuk terus kehilanganmu, di kehidupan manapun aku berada?”Air matanya jatuh, menodai kain selimut rumah sakit yang kini sudah diganti dengan kasur apartemen tempat ia tinggal.

  • Mencari Istriku di Masa Lalu   Bab 51 - Tak Menyerah

    Beberapa hari kemudian, cahaya matahari Doha menembus kaca rumah sakit Rumailah General Hospital . Di koridor, kursi roda Shaz berderit pelan, didorong perlahan oleh Baba. Garis kerut di kening Baba semakin dalam, tapi genggaman tangannya di pegangan kursi roda terasa kokoh, penuh cinta dan kekuatan seorang ayah.Shaz hanya menunduk. Tubuhnya lemah, tapi yang jauh lebih berat adalah hatinya. Ada ruang kosong yang terus menganga—nama itu, wajah itu, Alysaa. Ia merogoh kantong bajunya, mencoba memastikan ponselnya ada, seakan berharap pesan itu tiba-tiba masuk. Tapi tetap kosong, hampa.Di lobi rumah sakit, Mami sudah menunggu bersama Sharah, Faheem, dan Fateema yang berlari menghampiri. “Paman, paman sudah boleh pulang!” serunya riang, pelukannya melingkari kaki Shaz yang masih lemah.Shaz berusaha tersenyum, meski suaranya serak. “Iya… paman pulang sekarang.”Sharah mendekat, menunduk meraih tangan adiknya, lalu mengecup keningnya. “Kamu bikin semua orang panik, Shaz. Jangan pernah be

  • Mencari Istriku di Masa Lalu   Bab 50 - Kehilangan ke Dua Kali

    Suara tangisan tertahan memenuhi ruang perawatan. Shaz masih terbaring lemah, napasnya tersengal, matanya terus mencari sesuatu yang tak ada di sana. “Alysaa… Alysaa…” panggilnya, berulang-ulang.Mami yang berdiri paling dekat, menggenggam tangan putranya erat-erat. “Shaz, Nak… tenanglah. Siapa itu Alysaa?” suaranya bergetar, penuh cemas.Baba melangkah mendekat, menepuk bahu istrinya seakan ingin menenangkan. Tapi wajahnya pun sama bingungnya. Sharah menutup mulutnya, matanya berkaca-kaca, sementara Fateema justru menatap paman kesayangannya dengan polos, tak mengerti.Seorang dokter berjas putih memeriksa denyut nadi Shaz, lalu menatap keluarga dengan nada profesional namun lembut. “Tidak perlu panik. Dalam kondisi trauma, wajar jika pasien menyebut nama seseorang yang sangat berarti baginya. Ini biasanya respon bawah sadar—sebuah memori emosional yang kuat.”Semua terdiam, saling pandang, menyerap kata-kata itu. Nama Alysaa kini bukan sekadar bunyi asing; ia menjadi misteri yang

  • Mencari Istriku di Masa Lalu   Bab 49 - Kehidupan ke Dua

    Gelap itu belum sepenuhnya hilang. Shaz merasa seolah dirinya masih terperangkap di antara batas hidup dan mati. Namun samar-samar, suara-suara mulai menembus ruang hampa itu, seperti gema jauh yang perlahan mendekat.“Dokter… bagaimana keadaan putra saya?” suara seorang perempuan paruh baya bergetar, terdengar begitu familiar. Mami. Nada khawatirnya menusuk telinga Shaz, seakan mencoba menariknya kembali dari kehampaan.“Keadaannya masih kritis, madam,” jawab seorang perawat dengan suara formal, sedikit tertahan. “Kami sudah berusaha menjaga stabilitasnya, tapi kami butuh waktu untuk melihat respon berikutnya.”“Dia anak lelaki kami satu-satunya,tolong selamatkan dia,” suara Baba kini terdengar, tegas namun penuh luka. “Apapun yang terjadi… tolong selamatkan dia. Saya mohon.”Langkah-langkah tergesa. Hembusan napas tertahan. Lalu suara tangis tertahan yang sangat dikenalnya. Kakak-kakaknya.“Shaz… adikku… kenapa sampai seperti ini?” suara sang kakak perempuan terisak, suaranya pecah.

  • Mencari Istriku di Masa Lalu   Bab 48 - Detak Jantung Terakhir

    Ruang gawat darurat dipenuhi kepanikan. Dentuman suara monitor jantung, teriakan instruksi dokter, dan langkah tergesa para perawat bercampur menjadi satu. Tandu yang membawa Shaz didorong cepat masuk, tubuhnya lemah, pucat, dan hampir tak bergerak.“Pressure’s dropping fast! 60 over 40!” seru seorang perawat sambil menatap layar monitor.“Get me two liters of normal saline, now! Cepat!” dokter jaga memberi instruksi, tangannya cekatan memasang infus di lengan Shaz yang penuh darah. Jarum masuk, cairan mulai mengalir deras.“Respirasi makin lemah, Dok!” seru perawat lain yang menempelkan stetoskop ke dada Shaz.“Ambu bag, cepat! Kita bantu ventilasi!” seorang perawat segera memasang masker oksigen dan memompa udara ke paru-paru Shaz. Dadanya naik turun pelan, tapi sangat lemah.Raheem berdiri terpaku di balik kaca ruang IGD, wajahnya pucat, tangannya mengepal. Ia melihat tubuh Shaz yang semakin tak berdaya, hanya bergantung pada alat medis dan tangan-tangan sibuk para dokter.“Pulse i

  • Mencari Istriku di Masa Lalu   Bab 47 - Pernikahan Alysaa

    Hari-hari berlalu, tapi bagi Shaz, waktu terasa seperti berhenti. Ia mencoba beraktivitas seperti biasa—makan, bekerja, berbicara dengan orang—namun semua dilakukan setengah hati. Senyumnya hilang entah kemana, tatapannya dingin seperti langit mendung yang tak pernah memberi sinar.Malam itu, ia pulang ke rumah dengan langkah berat. Raheem yang sedang duduk di ruang tamu langsung bangkit.“Shaz, kau pulang…!” ucapnya.Shaz hanya menoleh sekilas, tidak menjawab. Wajahnya tak menunjukkan rasa ingin tahu atau kelelahan—hanya datar.Raheem menghela napas, lalu menyodorkan ponselnya. “Kau harus lihat ini.”Shaz menerima ponsel itu. Satu ketukan layar, dan ia melihat sebuah postingan Facebook pada akun Alysaa. Di sana tertulis: Resmi menjadi istri dari Damar Indra Prasetya.Ada foto mereka berdiri di pelaminan, senyum bahagia terpancar. Bahkan ada video singkat saat akad nikah berlangsung—suara ijab kabul Damar terdengar jelas.Shaz terdiam.Memori itu langsung menghantamnya—mengingat hari

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status