Home / Rumah Tangga / Tak Pernah Aku tak Mencintaimu / Bab 9 - Roti Canai, TrueLove, dan Takdir yang Terlambat

Share

Bab 9 - Roti Canai, TrueLove, dan Takdir yang Terlambat

Author: Sofia Saarah
last update Huling Na-update: 2025-06-21 20:56:08

Ponsel masih bergetar ringan di tangan Shaz.

“Raheem calling…”

Shaz akhirnya menekan tombol hijau.

“Halo?” suaranya berat, masih setengah emosional.

Suara Raheem langsung menyambar cepat dari seberang.

“KU DENGAR DARI AFZAL KAU PULANG KE INDIA?!”

Shaz menjauhkan ponsel dari telinga. “Iya...”

“Baiklah, kawan,” suara Raheem menurun setengah dramatis, “aku akan ke rumahmu sekarang. Ceritakan padaku... apa yang wanita Argentina itu lakukan padamu.”

Shaz memejamkan mata. “Dia dari Portugal, Raheem. Kau ingat?”

“Portugal... Argentina… sama aja. Aku pendukung Ronaldo, jadi siapapun mantanmu, aku anggap dari negara Messi!”

Shaz mendesah panjang. “Terserah kau.”

“Aku serius. Kalau dia dari Argentina, berarti dia bagian dari taktik Messi menjatuhkan Ronaldo. Dan kau… korban konspirasi global.”

“Raheem… ini bukan Piala Dunia.”

“Justru karena itu aku datang! Tunggu aku di sana. Siapkan teh panas dan dua roti prata. Kita akan membedah trauma dan strategi comeback!”

Shaz menggeleng, tapi senyum tip
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Tak Pernah Aku tak Mencintaimu   Bab 12 - Kenangan dan Kerinduan

    Langit Kochi sore itu mulai memudar warnanya, berubah dari biru laut menjadi oranye lembut, seperti susu teh yang terlalu lama diaduk. Jalanan kecil di sekitar lingkungan keluarga Alavi tampak sibuk dengan aktivitas khas penduduk lokal.Shaz menyalakan motor matic-nya Hero Maestro edisi 2016 yang masih gagah berdiri, berwarna hitam doff dengan stiker kecil “Ride Safe, Not Fast” di bagian samping. Ia tersenyum kecil saat tangannya menyentuh setang motor itu. Motor yang masih akan ia gunakan hingga tahun 2025. Saksi bisu banyak perjalanan... dan luka."Kau masih hidup, ya? Bahkan mesinmu lebih setia daripada beberapa manusia,” gumamnya sambil menekan starter.Mesin motor menyala halus. Shaz melaju perlahan melewati gang kecil di pinggir jalan menuju rumah Raheem. Jalan itu... begitu familiar. Tapi kali ini, waktunya yang berbeda. Langit, bau rempah dari dapur warga, dan suara pedagang lewat semuanya terasa seperti lukisan nostalgia.Ia sempat melambatkan laju motornya saat melewati bari

  • Tak Pernah Aku tak Mencintaimu   Bab 11 - Langkah Menuju Alysaa

    Sore hari di Kochi terasa hangat dan tenang. Cahaya matahari menyusup pelan lewat kisi-kisi jendela kamar Shaz, menyapu lembut meja tempat laptopnya terbuka. Aroma kapulaga dan cengkeh dari dapur sesekali terbawa angin, menandakan Mami sedang menyeduh teh sore.Tapi kali ini, Shaz tak menyentuh teh. Ia duduk tegak, mengenakan kemeja putih dan jam tangan sederhana. Rambutnya disisir rapi, wajahnya bersih. Tak ada jejak lelah atau bimbang.Di hadapannya, layar laptop menyala, menampilkan ruang rapat virtual dengan tiga wajah yang tampak formal dan tajam.Perempuan berhijab bernama Farah Iskandar dari tim HR.Pria berkacamata bernama Anand Mehra, Kepala Departemen Analisis Pasar.Dan satu lagi wanita berkacamata elegan bernama Datin Amira, Wakil Presiden Wilayah Asia Tenggara.“Selamat sore, Tuan Shahjaz. Apakah suara kami terdengar jelas?”Shaz mengangguk, senyumnya sopan dan tenang.“Jelas sekali. Selamat sore. Terima kasih atas kesempatannya.”“Baik. Mari kita mulai dengan perkenalan

  • Tak Pernah Aku tak Mencintaimu   Bab 10 - Aroma, Usaha, dan Jalebi Takdir

    Hari-hari berlalu seperti teh tanpa gula, mengalir, tapi hambar.Setiap pagi, Shaz terbangun dengan harapan kecil yang absurd, semoga ketika ia membuka mata, ia sudah kembali ke apartemen mereka di Doha. Bahwa ia akan mendengar suara khas Alysaa saat merapikan selimut, mencium aroma kopi buatan istrinya, dan memeluk tubuh hangatnya yang wangi vanilla-honey, khas shampoo mahal kesayangannya.Tapi yang ada hanyalah guling biru dongker.Dan kipas langit-langit yang berdecit seperti suara dosa kecil.Shaz tetap memeluk guling itu erat, menutup mata seolah bisa memaksa semesta mengembalikannya ke pelukan Alysaa. Tapi yang terasa hanya… dingin.Lalu, ada yang aneh pagi itu.Guling yang ia peluk… mengeluarkan aroma. Aroma yang sangat ia kenal. Aroma tubuh Alysaa. Bukan hanya samar. Jelas. Menggoda. Membuat jantungnya menjerit lirih.Ia terperanjat. Bangun cepat. Duduk tegak.Matanya melotot ke arah guling yang kini kembali netral.“Guling haram,” gumamnya panik.Ia mengendus bajunya. Udara.

  • Tak Pernah Aku tak Mencintaimu   Bab 9 - Roti Canai, TrueLove, dan Takdir yang Terlambat

    Ponsel masih bergetar ringan di tangan Shaz.“Raheem calling…”Shaz akhirnya menekan tombol hijau.“Halo?” suaranya berat, masih setengah emosional.Suara Raheem langsung menyambar cepat dari seberang.“KU DENGAR DARI AFZAL KAU PULANG KE INDIA?!”Shaz menjauhkan ponsel dari telinga. “Iya...”“Baiklah, kawan,” suara Raheem menurun setengah dramatis, “aku akan ke rumahmu sekarang. Ceritakan padaku... apa yang wanita Argentina itu lakukan padamu.”Shaz memejamkan mata. “Dia dari Portugal, Raheem. Kau ingat?”“Portugal... Argentina… sama aja. Aku pendukung Ronaldo, jadi siapapun mantanmu, aku anggap dari negara Messi!”Shaz mendesah panjang. “Terserah kau.”“Aku serius. Kalau dia dari Argentina, berarti dia bagian dari taktik Messi menjatuhkan Ronaldo. Dan kau… korban konspirasi global.”“Raheem… ini bukan Piala Dunia.”“Justru karena itu aku datang! Tunggu aku di sana. Siapkan teh panas dan dua roti prata. Kita akan membedah trauma dan strategi comeback!”Shaz menggeleng, tapi senyum tip

  • Tak Pernah Aku tak Mencintaimu   Bab 8 - Mawar Merah dan Luka Lama

    Setelah sesi psikiater yang terasa seperti talk show keluarga, Shaz akhirnya masuk lagi ke kamarnya. Kepalanya berdenyut, pikirannya campur aduk.Ia menjatuhkan diri ke kasur, lalu melirik meja samping.Di sana, iPhonenya masih iPhone 7 Jet Black, rilis paling keren tahun itu, dan baterainya sudah terisi penuh.“Mungkin Afzal yang charge,” gumamnya.Ia mengambil ponsel itu, memeriksa casingnya yang sudah sedikit retak di sudut."Ini... benar-benar ponsel lamaku," desahnya.Terakhir kali ia pegang ponsel, itu iPhone 16 Pro Max dengan tiga kamera segede kamera CCTV. Tapi ini? Hape yang harus digeser dulu buat lihat notifikasi.Ia membuka kunci layar.Backgroundnya… langit senja di Kerala. Icon aplikasinya masih jadul. Bahkan, Instagram masih belum punya fitur story!“Kalau memang aku kembali ke masa lalu… berarti Alysaa sekarang ada di Indonesia?”Shaz buru-buru membuka Instagram. Sinyalnya lelet. Loading-nya muter kayak fidget spinner."Astaghfirullah… sinyal Wi-Fi rumah tahun 2017 mem

  • Tak Pernah Aku tak Mencintaimu   Bab 7 - Pasien dari Masa Depan

    Shaz masih terduduk di tangga, wajahnya tertutup tangan. Pikirannya kacau. Nafasnya pendek. Dadanya sesak.Ia mendongak perlahan, matanya memindai ruang tamu. Pandangannya jatuh pada kalender duduk di atas meja sudut. Tangannya bergerak cepat meraihnya.Maret 2017.Tertulis jelas. Tanpa belas kasihan.Shaz menatap tanggal itu lama-lama. “Ini... nyata?” gumamnya lemas.Di atas sofa, Afzal sedang duduk santai sambil memainkan sendok teh di gelas chai-nya. Ia menoleh sambil mengangkat alis. “Bibi... aku rasa dia benar-benar depresi.”Mami yang baru kembali dari dapur mengangguk pelan, sambil membawa sepiring samosa. “Kau benar, Afzal. Matanya kosong. Tatapannya... seperti habis diputusin dua kali oleh wanita yang sama.”“Tapi aku nggak diputusin!” Shaz berdiri. “Aku... aku menikah!”Afzal menyipitkan mata. “Waduh, parah. Sudah delusi. Parah banget.”Shaz memijat pelipisnya. Suasana di rumah makin suram—dan lucu sekaligus tragis.Pintu depan terbuka. Seorang pria berwibawa masuk dengan se

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status