Share

Bab 2

Author: Patricia
Di meja makan.

Reagan bertanya, "Kenapa nggak ada bubur?"

"Maksud Tuan, bubur untuk kesehatan lambung ya?"

"Bubur untuk kesehatan lambung?" tanya Reagan lagi.

"Ya, bubur yang sering dimasak Nona Nadine. Bubur millet dicampur ubi, bunga bakung, dan kurma merah, 'kan? Wah, aku nggak sempat menyiapkannya. Hanya untuk bunga bakung, jali-jali, dan kurma merahnya saja harus direndam semalaman dan mulai direbus keesokan paginya."

"Selain itu, pengaturan apinya sangat penting. Aku nggak sepeka Nona Nadine untuk terus mengawasi api. Hasil masakanku juga nggak akan seperti miliknya, terus ...."

Reagan menyelanya, "Bawakan saus daging sapi."

"Oke, Tuan."

"Kenapa rasanya beda?" Reagan melihat sekilas botol itu. "Kemasannya juga beda."

"Yang sebelumnya sudah habis, hanya tersisa yang ini," jawab Bibi Julia.

"Nanti belikan dua kaleng di supermarket."

"Nggak dijual."

"Hah?" Reagan kebingungan.

Julia tersenyum canggung. "Saus itu buatan Nona Nadine sendiri, aku nggak bisa buat ...."

Prang!

"Hm? Tuan nggak mau makan lagi?"

"Ya."

Melihat sosok punggung Reagan yang naik ke lantai atas, Julia merasa kebingungan. Kenapa tiba-tiba marah?

....

"Dasar pemalas, cepat bangun!"

Nadine berbalik tanpa membuka matanya. "Jangan berisik, aku mau tidur lagi ...."

Kelly sedang memilih tas setelah selesai berdandan, "Sudah hampir jam delapan, kamu nggak pulang untuk buatin sarapan Reagan?"

Dulu, Nadine kadang-kadang juga menginap di tempatnya. Namun sebelum fajar, dia sudah buru-buru pulang. Semua itu demi membuatkan bubur sehat untuk lambung Reagan yang bermasalah.

Kelly merasa tindakannya itu sangat konyol. Memangnya Reagan cacat? Memesan makanan lewat aplikasi memangnya sesusah itu? Dia seharusnya bisa melakukannya sendiri, tapi malah menyusahkan orang lain. Jujur saja, itu cuma kebiasaan buruk yang dibiarkan begitu saja!

Nadine, yang masih terlelap dengan nyaman, hanya melambaikan tangan saat mendengarnya. "Aku nggak pulang. Kami sudah putus."

"Oh, kali ini mau putus berapa hari?"

Nadine terdiam.

"Ya sudah, tidur saja yang tenang. Sarapan ada di meja, aku pergi kerja dulu. Malam ini aku ada janji, jadi nggak usah masak untukku .... Ah, sudahlah, kamu pasti bakal pulang sebentar lagi. Kalau gitu, tolong tutup jendela balkon waktu kamu pergi ya."

Nadine terbangun karena lapar. Dia menikmati sandwich buatan sahabatnya sambil memandangi sinar matahari cerah di luar. Nadine sudah tidak ingat kapan terakhir kalinya dia bisa tidur sampai terbangun sendiri.

Setelah selesai sarapan yang sekaligus menjadi makan siangnya dan mengganti pakaian, Nadine langsung menuju bank. Langkah pertama adalah mencairkan cek 100 miliar itu. Tentu saja, Nadine baru bisa merasa tenang setelah uangnya ada di tangannya.

Kemudian, dia pergi ke bank lain di sebelah. "Aku mau ketemu sama manajer nasabah privat. Aku mau nabung 20 miliar."

Akhirnya kepala bank turun tangan dan memberinya tingkat bunga yang cukup bagus. Nadine meminta tambahan dua poin lagi dan akhirnya mereka mencapai kesepakatan yang memuaskan.

Dengan taktik yang sama, Nadine mengunjungi dua bank lainnya dan masing-masing menyimpan 20 miliar di setiap bank. Tingkat bunga yang didapat dari setiap bank semakin tinggi dari sebelumnya.

Setelah keluar dari pintu bank yang terakhir, Nadine kini memegang tiga kartu hitam dari tiga bank dengan tabungan 60 miliar dan 40 miliar di rekening berjalan.

"Memang keputusan yang bagus untuk putus," gumamnya. Perpisahan ini benar-benar membuatnya kaya mendadak.

Saat melintas di depan sebuah salon yang ramai, Nadine mendorong pintu untuk masuk. Di sana, dia langsung membuat kartu anggota senilai 4 juta agar mendapat prioritas antrean. Saat duduk di depan cermin menatap rambut ikal berwarna cokelat miliknya, untuk pertama kalinya Nadine merasa agak jengah.

"Cantik, rambutmu bagus sekali seperti boneka ...."

Nadine membiarkan rambut ikalnya karena Reagan suka rambut panjang yang berkesan elegan. Setiap kali mereka habis bercinta, tangan Reagan selalu suka memainkan helaian rambutnya. Namun, rambut ikal yang indah berarti harus menghabiskan lebih banyak waktu untuk merawatnya.

Nadine tersenyum tipis, lalu berkata kepada penata rambut, "Tolong pendekkan sedikit, luruskan, dan cat hitam."

Boneka seindah apa pun, pada akhirnya hanya sebuah mainan. Silakan saja bagi siapa pun yang ingin jadi boneka. Namun, Nadine tidak lagi tertarik untuk ikut-ikutan.

Setelah keluar dari salon, Nadine merasa lega. Kebetulan di sebelahnya ada toko baju yang sedang diskon. Jadi, dia langsung masuk dan memilih sepotong kaus putih dan sepasang celana jeans.

Nadine langsung mengenakan pakaian itu saat keluar dari toko. Sepatu olahraga yang dikenakannya hari ini juga sangat cocok dengan penampilannya.

Sambil berjalan, tanpa sadar dia sampai di depan gerbang Universitas Brata. Melihat para mahasiswa yang bersepeda keluar masuk di bawah sinar matahari terbenam, Nadine tertegun sejenak.

"Kak Taufan! Di sini ...."

Seorang pria berjalan melewati Nadine. "Kenapa semuanya di sini?"

"Kami semua mau jenguk Bu Freya, jadi ...."

Taufan berkata, "Terlalu banyak orang, rumah sakit pasti nggak akan izinin masuk. Begini saja, perwakilan dari jurusan bioinformatika, cukup dua orang yang ikut denganku."

Bioinformatika ... Bu Freya ....

Mata Nadine tiba-tiba menajam, dia buru-buru melangkah maju dan bertanya, "Tadi kamu bilang siapa yang sakit?"

Taufan agak gugup melihat gadis yang tampak cantik di depannya, "Bu ... Bu Freya."

"Freya Salim?"

"Ya."

"Di rumah sakit mana?"

"Rumah Sakit Weston."

"Terima kasih."

"Eh ... maaf, kamu dari jurusan mana? Kamu juga murid Bu Freya?"

Pertanyaan pria itu diabaikan oleh Nadine yang sudah melangkah pergi dengan cepat.

Setelah kembali ke apartemennya, hati Nadine tetap tidak bisa tenang. Apa benar si nenek yang selalu marah-marah dan mengetuk kepala orang saat kesal itu jatuh sakit? Seberapa parahnya?

Dia membuka daftar kontak di ponselnya dan menemukan nomor yang disimpan dengan nama "Imelda". Setelah ragu-ragu sejenak, pada akhirnya Nadine tetap tidak berani menekan tombol memanggil.

Dulu, demi memperjuangkan cintanya bersama Reagan, Nadine tidak ragu-ragu merelakan kesempatan untuk melanjutkan program S3. Bahkan setelah lulus sarjana, dia tidak pernah bekerja sehari pun. Dia memilih untuk menjalani hidup sebagai ibu rumah tangga yang seluruh hidupnya berputar di sekitar pria itu.

Freya pasti sangat kecewa.

"Lho? Nadine? Kamu nggak pulang?" tanya Kelly dengan terkejut sambil mengganti sepatunya.

Sudut bibir Nadine berkedut. "Kenapa? Kamu mau ngusir aku?"

"Ckck, ajaib sekali kamu bisa bertahan cukup lama kali ini. Seingatku waktu putus sebelumnya, dalam waktu kurang dari setengah jam kamu langsung pulang setelah ditelepon sama Reagan."

"Ada bubur di panci, ambil saja sendiri," balas Nadine.

Mata Kelly langsung berbinar dan berjalan menuju dapur untuk mengambil semangkuk bubur. Sambil makan, dia berdecak kagum. "Si berengsek Reagan itu bahagia sekali ya, bisa nikmati bubur ini setiap hari ...."

Nadine membalas, "Habis makan ingat cuci piring dan panci. Aku mau tidur dulu."

"Hei, kamu benaran nggak mau pulang?"

Tanggapan yang diterima Kelly hanyalah suara pintu kamar ditutup. Kelly berkomentar, "Kali ini dia lumayan hebat ...."

Sementara itu di Vila Riverside.

"Pak Reagan, pihak bank sudah konfirmasi bahwa Bu Nadine yang ke sana langsung untuk mencairkan cek senilai 100 miliar itu. Waktunya adalah siang ini pukul 12.05 ...."

Reagan menutup telepon itu, lalu menatap pemandangan malam di luar jendela. "Nadine, apa lagi ulahmu kali ini?"

Jika Nadine mengira bisa membuat Reagan kembali dengan cara seperti ini, dia benar-benar salah besar. Hal yang sudah diputuskannya tidak akan bisa diubah lagi.

"Philip, mau keluar untuk minum?"

Setengah jam kemudian, Reagan membuka pintu ruang VIP. Philip yang menyambutnya duluan sambil tersenyum, "Kak Reagan, semuanya sudah datang. Kami sudah nunggu dari tadi. Mau minum apa malam ini?"

Reagan berjalan masuk. Philip tidak bergerak, melainkan melihat ke belakang Reagan.

"Kenapa diam saja?" tanya Reagan.

"Mana Kak Nadine? Lagi parkir?"

Ekspresi Reagan langsung menjadi muram.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Rna 1122
jangan kepedean luuu , gabakalan balik lagi sekarang cewe luuu
goodnovel comment avatar
Ros Diana
ceritanya bagus
goodnovel comment avatar
Endang Skw
baru baca ni,, bagus juga ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 745

    "Aku memang belum pernah menerbitkan jurnal, belum ada hasil akademi. Tapi, gimana dengan hasil-hasil yang dimiliki Nella selama ini? Memangnya kamu nggak tahu apa-apa?"Mata Diana sedikit berkilat. "Aku nggak paham apa yang kamu maksud.""Kamu mungkin lupa, sebagai putri Keluarga Yudhistira, aku paling nggak kekurangan uang dan relasi. Cuma perlu sedikit uang, aku sudah bisa sewa orang buat cari informasi tentang Nella. Mudah saja. Kamu tahu apa yang aku temukan?"Diana tampak terkejut."Di dunia ini nggak ada hal yang begitu kebetulan. Bu, margamu dan marga Nella sama. Kalian punya hubungan keluarga, 'kan?""Terus, kenapa?" tanya Diana. Nada bicaranya keras, tetapi terkesan rapuh.Clarine tersenyum mengejek. "Kenapa? Nilai Nella waktu SMP jelek banget, tapi pas SMA tiba-tiba jadi genius. Bukan cuma menang berbagai kompetisi, dia juga menerbitkan makalah yang dimuat di majalah bergengsi. Apa perlu aku bantu kamu cari tahu semua detailnya?""Kamu ...." Diana terdiam, tubuhnya gemetar k

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 744

    Kompetisi Ilmu Hayati Mahasiswa Nasional diadakan setahun sekali. Tiga tahun lalu, kompetisi ini secara resmi masuk dalam daftar peringkat kompetisi mahasiswa nasional untuk perguruan tinggi umum yang dirilis oleh kelompok kerja evaluasi dan manajemen kompetisi perguruan tinggi asosiasi pendidikan tinggi.Sejak saat itu, kompetisi ini menjadi salah satu ajang akademik tingkat nasional yang diakui oleh kementerian pendidikan.Ini juga merupakan kompetisi paling bergengsi di bidang ilmu hayati untuk mahasiswa di seluruh negeri.Kompetisi ini terdiri dari dua kategori, penelitian ilmiah eksploratif dan inovasi kewirausahaan yang dibagi dalam jalur berbeda dan berlangsung dalam periode yang sama.Tujuannya untuk menguji kemampuan inovasi mahasiswa dan proses penelitian eksperimen mereka.Tanpa diragukan lagi, Nadine jelas akan ikut serta. Begitu mendengar kabar ini, Mikha dan Darius langsung bersemangat hingga menggosok tangan mereka. Bagaimanapun, bonus nilai di akhir semester saja sudah

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 743

    Bahkan, Jinny tidak panik meskipun nilai rata-rata ujian akhirnya hanya 70 dan ada beberapa mata kuliah yang nilainya pas-pasan. Toh dia memang tidak ambil pusing soal itu. Untuk apa capek-capek mikirin hal yang bukan prioritas?Sebagai perempuan, kuliah tinggi-tinggi, mengejar gelar dari kampus top, pada akhirnya tujuannya hanya untuk menikah dengan pria mapan dan hidup enak.Saat ini, dia duduk di antara Nella dan Clarine. Wajahnya tenang, tidak terburu-buru, seolah-olah dia hanya penonton yang tidak terlibat.Nella tahu Jinny punya pacar tajir dan sekarang tidak peduli lagi pada urusan akademik. Wanita ini hanya ingin menikah dengan pria kaya.Nella paling jijik dengan tipe-tipe perempuan yang hanya mengandalkan pria kaya dan ingin hidup sebagai istri manja.Namun, yang membuatnya bingung adalah Eden juga terlihat santai seperti Jinny. Laboratorium mereka sedang dalam masa perbaikan. Selain Diana, orang yang paling panik seharusnya adalah Eden!Beberapa topik riset penting yang dita

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 742

    Diana menantang, "Pergi saja! Kalau aku kena masalah, kamu juga bakal kena batunya!"Clarine membalas, "Siapa takut ...."Diana menyipitkan mata. "Clarine, kayaknya kamu lupa gimana dulu bisa keterima S2?"Langkah kaki Clarine langsung terhenti.Diana tertawa kecil. "Aslinya kamu itu nggak lulus tes. Kalau bukan karena aku buka jalan untukmu, kamu pikir kamu bisa berdiri di sini hari ini?""Silakan saja kalau kamu mau lapor, aku nggak akan halangi. Pokoknya kalau harus jatuh, kita jatuh bareng. Kalau aku dipecat, kamu yang masuk pakai cara kotor dengan sogok sana sini juga bakal kena. Bagus, 'kan?"Clarine sampai gemetar karena marah. "Dasar nenek sihir jahat!""Jahat?" Diana mendengus. "Kita sama saja."Tanpa nilai tambahan dari proyek, nilai akhir semester Clarine benar-benar menyedihkan. Dia gagal di tiga mata kuliah. Nilai mata kuliah lainnya pun rata-rata cuma 70-an. Kalau orang lain tahu, dia bisa ditertawakan. Bahkan nilai Kaeso si penjilat itu pun lebih bagus dari dia!Setiap k

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 741

    Selain itu, laboratorium atas nama Diana dilaporkan karena tidak memenuhi standar keselamatan kebakaran dan terpaksa menjalani perbaikan.Sampai sekarang pun perbaikannya belum juga disetujui. Selama masa itu, sudah pasti tidak mungkin ada hasil akademik apa pun. Jadi, dalam rapat kali ini, tim Diana jauh lebih sunyi dibanding sebelumnya.Kaeso yang biasanya setiap rapat selalu menyeringai sinis, kali ini justru diam seperti ayam di kandang.Wajah Clarine pun tampak masam. Karena laboratorium sedang dalam proses perbaikan, proyek riset yang sebelumnya susah payah dia rebut dari Diana juga ikut menguap.Saat dia mencoba meminta Diana mengaturkan proyek lain, dia malah langsung disemprot habis-habisan."Proyek! Proyek! Aku juga ingin proyek! Sekarang labku harus diperbaiki, semua proyek mandek. Terus, aku harus cari di mana buat kamu?""Lagi pula, kalaupun aku punya proyek, kamu yakin sanggup mengikuti ritmenya dan menghasilkan sesuatu yang konkret?""Jangan serakah kalau nggak sanggup!

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 740

    Nadine sempat termangu, lalu tertawa geli. "Ada! Tentu saja ada! Aku kasih ke kamu, kamu bantu kasihkan ke dia ya?""Oke, oke!"Nadine mengambil beberapa kaleng lagi dan meletakkannya di mobilnya."Hehe. Kak Nad, kamu baik banget!""Aku rasa kamu dan Darius cocok juga." Usai mengatakan itu, Nadine turun dari mobil, lalu menarik koper dan berjalan menuju gedung apartemen.Mikha sama sekali tidak menyadari nada menggoda dalam ucapan tadi. Dia mengeluarkan ponselnya dengan gembira."Halo! Darius! Kamu di apartemen nggak? Aku bawain dendeng dan saus daging sapi buat kamu! Ya, dari Kak Nadine."Di seberang sana, Darius menyahut, "Ya, aku di apartemen. Kamu datang saja.""Oke deh! Aku bakal sampai dalam 20 menit.""Hm, hm."Setelah menutup telepon, Darius segera berlari turun, mengenakan jaket, dan mengganti sepatu. "Nenek, siang ini aku nggak makan di rumah, malam ... malam juga nggak pulang!""Kamu mau ke mana?""Balik ke apartemen!""Eh? Bukannya sudah janji makan di sini hari ini?"Dariu

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 739

    Terutama Safir, selama dua hari ini tinggal di vila, matanya sudah membaik, pinggang juga tidak sakit lagi. Sepanjang hari dia tersenyum, makannya juga lahap sekali.Corwin sampai memanggil dokter pribadi, sopir, serta pengawal kemari. Sepertinya, mereka sudah siap untuk tinggal lama di sini.Irene sempat khawatir Jeremy tidak terbiasa. Hasilnya ...."Terbiasa dong! Kenapa nggak? Ibu bisa tanam bunga dan sayur bareng aku, Ayah juga bisa main catur sama aku."Sebelumnya, dia justru bingung apa yang harus dilakukannya selama liburan musim dingin. Irene kebanyakan menghabiskan waktu di ruang kerja untuk mengetik. Namun, sekarang Jeremy bukan hanya punya partner bercocok tanam, tetapi juga teman bermain catur.Irene hanya bisa tersenyum. Sepertinya dia yang berpikir terlalu jauh.Jeremy pun terkekeh-kekeh melihat istrinya. "Hehehe."Nadine hanya tinggal dua hari. Hari ketiga, dia langsung balik ke Kota Juanin. Eksperimen belum selesai, tesis juga harus dikejar sebelum tahun baru.Seperti o

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 738

    Rebut? Stendy langsung tersenyum dan berkata, "Kalau begitu, harus yakin bisa direbut juga."Paulus berkata, "Kalau nggak coba, bagaimana bisa tahu nggak bisa direbut?""Kenapa? Kamu ingin merebut Bibi Irene? Hah. Kamu harus bisa melewati Kakek dan Nenek dulu," kata Stendy.Paulus yang tidak tahu harus bagaimana menanggapinya pun langsung menatap Stendy dengan tajam. "Wanita mana yang sebenarnya sudah meninggalkanmu? Coba ceritakan."Stendy pun terdiam."Bukankah tadi kamu begitu pandai melawan? Kenapa tiba-tiba jadi diam?" sindir Paulus."Kamu juga nggak kenal," jawab Stendy.Paulus juga tidak bertanya lebih lanjut lagi, melainkan mengangkat gelasnya. "Sini. Kita jarang bisa bertemu seperti ini, ayo kita minum."Klang.Setelah mengatakan itu, keduanya bersulang dan menelan kembali kekhawatiran masing-masing.Saat malam makin larut. Stendy yang sudah minum cukup banyak pun pandangannya mulai kabur. Sebaliknya, Paulus yang sudah minum banyak pun ekspresinya tetap terlihat sadar dan tang

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 737

    "Apa? Pria berengsek ini begitu hebat? Datang ke bar untuk mabuk pun sampai bawa pengawal?" kata gadis itu."Mana tahu," jawab temannya.....Stendy sengaja meminta dua pengawal untuk mendekat. Setelah telinganya akhirnya tenang, dia kembali menuangkan segelas minuman untuk dirinya lagi. Namun, kali ini dia tidak minum dengan liar seperti semalam lagi, melainkan meminumnya perlahan-lahan dan ekspresinya datar. Pada saat itu, pandangannya tiba-tiba berhenti dan fokus pada tempat duduk yang tidak jauh darinya.Saat menyadari ada orang yang mengamatinya, Paulus melihat ke arah yang sama dan ternyata matanya bertemu dengan mata anaknya. Suasananya menjadi hening sejenak dan keduanya langsung mengalihkan pandangan mereka.Setelah berpikir sejenak, Stendy membawa botol minuman dan mendekati tempat duduk Paulus. Dia langsung duduk di samping ayahnya dan bertanya, "Wah, datang buat minum ya?"Paulus melihat ke sekeliling sekilas dan berkata, "Omong kosong."Jika datang ke bar bukan untuk minum

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status