Share

Andai Waktu Bisa Diulang

“Huft, bagaimana caranya menarik perhatian Kaisar?”

Sembari menopang pipi dengan telapak tangan, Bella bergumam bingung. Otaknya bekerja lebih keras daripada saat dia ujian OSCE dulu. Menaklukkan sifat Kaisar lebih sulit dibandingkan dengan mata kuliah kedokteran.

Getaran pada ponsel Bella mengalihkan perhatian sang pemiliknya yang kini segera mengambil barang elektronik tersebut. Senyuman sendu terbit di kedua sudut bibirnya kala melihat isi pesan di sana.

[Mama]

‘Mbak, jangan lupa pulang ya. Nanti sore ada acara doa anak-anak panti untuk memperingati hari kepergian adikmu.’

Jari jempolnya bergegas mengetikkan balasan. Tetapi, ketika ingin mengirim pesan tersebut, seseorang duduk di hadapannya. Yang mana, saat ini Bella tengah berada di taman samping ruangan.

Kehadiran seseorang membuat Bella mendongak. Matanya membeliak saat wajah tampan yang kini menyiratkan ketakutan tengah mencuri pandangan ke arahnya. “Kai?!” serunya tak menyangka. Hingga, dirinya melupakan balasan kepada sang ibu mengenai peringatan hari kepergian sang adik.

“Dok,” ujar Kaisar untuk pertama kalinya sembari memalingkan wajah ke arah lain.

Bella mengulum senyuman dengan hati berbunga-bunga. “Astaga, mimpi apa aku semalam? Kaisar sudah berani mengajak bicara lebih dulu ke aku!” batinnya hanya bisa berseru.

“Iya? Kenapa, Kai?” Sebisa mungkin, Bella menahan diri agar tidak berperilaku agresif. Mengingat, Kaisar sedikit berbeda.

Namun, tidak ada jawaban. Melainkan, Kaisar memilin kedua tangannya sendiri sambil menunduk dalam-dalam. Bella yakin jika pria itu saat ini amat gugup, takut, khawatir, dan tidak percaya diri dalam satu waktu. Membuat Bella memutuskan untuk memilih mengambil langkah lebih dulu.

“Bicara saja, Kai. Di sini, hanya ada kita berdua, hm? Mau bicara apa?” tanya Bella sembari berdiri lalu duduk di sebelah Kaisar. Tangannya terangkat untuk mengusap bahu Kaisar dengan pelan, berusaha memberikan kenyamanan.

Tidak, Bella tak berperilaku seperti itu kepada seluruh pasien. Sikapnya seperti ini hanya ditujukan kepada Kaisar seorang. Walau, dirinya tahu bahwa semua ini adalah salah. Tetapi, dia tak bisa menahan diri untuk lebih perhatian kepada Kaisar.

Namun, Kaisar tetap menunduk. Menyembunyikan wajahnya yang tampak malu-malu untuk menatap Bella.

“Kenapa?” tanya Bella kembali dengan begitu sabar dan lembut.

“E-em ....” Kedua tungkai kaki Kaisar bergerak gelisah tanpa bisa mengeluarkan sepatah kata pun.

Bella terkekeh pelan. “Ada apa? Mau coklat?” Dia melayangkan pertanyaan sembari mengambil sebuah coklat dari dalam kantung jas lalu mengarahkan kepada Kaisar tanpa harapan apapun. Sebab, pasiennya ini selalu menolak pemberian Bella.

Tak disangka-sangka kala Kaisar berdiri dan mengambil coklat itu. Kemudian, dia berlalu dari hadapan Bella dengan cepat.

“Eh? Kaisar benar-benar ambil coklat pemberianku?” Senyuman bahagia terpatri di kedua sudut bibir Bella saat memikirkan langkah baru yang Kaisar berikan menandakan jika pria itu mulai membuka diri.

“Benar kata orang, batu keras pun lama-lama akan berlubang jika selalu diteteskan air,” gumam Bella sambil menarik napas dalam-dalam. Kemudian, dia bergegas beranjak dari sana ketika memikirkan pesan dari sang ibu. Dia harus pulang!

***

“Wah, lo akhirnya ambil coklat dari Dokter Bella, Kai? Dalam rangka apa, dah? Ucapan maaf karena kemarin hampir mencelakai doi?” Tepukan keras terasa di bahu Kaisar bersamaan dengan cerocosan terkejut terdengar. Satu-satunya pasien di ruang Merpati yang seumuran dengan Kaisar dan tidak memiliki gangguan jiwa apapun. Namanya, Rafael. Sama-sama mahasiswa seperti dirinya, tetapi yang membedakan adalah, Rafael masuk ke dalam RS. Jiwa dikarenakan menghindari hukuman penjara setelah hampir ketahuan memperkosa pacarnya sendiri.

Kepala yang tengah berpikir berat itu mengangguk. Lantas, Kaisar mematahkan sebuah batang coklat tersebut menjadi dua bagian lalu memberikannya kepada Rafael.

Rafael menerimanya dengan senang hati. Dia tak melunturkan seringai misterius walau sedang melahap coklat almond tersebut. “Eh, Kai. Hari ini, tepat 3 tahun lo masuk RSJ, kan? Tidak rindu apa dengan dunia luar?” tanyanya memulai percakapan. Niat hati, Rafael bertanya karena murni penasaran. Tetapi dia sedikit heran kala melihat kerutan di dahi Kaisar setelah mendengar pertanyaannya.

Walaupun berteman dekat dan saling membantu, Kaisar tetap bersikap dingin dan irit berbicara kepada Rafael. Pada dasarnya sifat yang dia miliki adalah itu sehingga sulit dihilangkan.

“Kai, lo kenapa?” Saat tangan Rafael terangkat dengan ragu tuk menyentuh bahu rapuh Kaisar, yang dia dapatkan ialah tepisan kuat disusul tatapan setajam pedang.

Tanpa banyak suara, Kaisar pergi meninggalkan Rafael dengan langkah lebar. Tujuannya kini hanya satu, yaitu mencari tempat tenang. Pilihannya jatuh pada taman samping ruangan.

Kaisar menarik napas dalam-dalam. Matanya terpejam erat kala di dalam otaknya kini memutar sebuah rekaman kejadian yang menghantuinya 3 tahun belakangan ini.

‘Kamu yang membuatku seperti ini! Kamu harus bertanggung jawab!’

Sebuah suara berteriak amat kuat di kepala Kaisar, membuat coklat di genggamannya terjatuh dan lantas memegangi kepalanya sendiri yang berdenyut nyeri.

‘Kamu pembunuh! Kau iblis berwajah manusia! Kamu tidak pantas hidup!’

Bulir-bulir keringat menetes deras dari kening Kaisar hingga membasahi pakaian bagian depannya. Suara bisikan itu kian jelas, seolah-olah ada seseorang yang membisikkan tepat di kedua telinga Kaisar.

‘Mati saja kamu! Mati!’

“Tidak!” Dengan napas memburu dan terengah-engah, Kaisar membuka kedua matanya sambil berteriak kuat. Berusaha menolak ucapan seseorang tanpa wujud itu.

Namun, ketika membuka kedua mata hingga menampilkan iris hitam pekat, bola matanya menangkap seseorang tergeletak di atas meja gazebo yang berbahan dasar semen tersebut dalam keadaan bersimbah darah. Seluruh permukaan wajah dan kulit tubuhnya memiliki luka goresan parah hingga memperlihatkan lapisan kulit yang terkoyak.

Mata yang mengeluarkan darah itu membalas tatapan takut Kaisar. Tangannya terulur ke depan dan mendesis, ‘Kamu pembunuh! Kamu tak pantas hidup! Kamu harus mati!’

Otak Kaisar kosong. Dia tak mengingat apapun yang dipelajari dalam terapi saat mengatasi ketika kambuh seperti ini. Membuat kedua kakinya bagaikan batang pohon dengan akar kuat sehingga tak bisa bergerak.

Tawa membahana menguar dari mulut wanita mengerikan itu. Begitu memekakkan telinga sehingga membuat Kaisar menutup kedua telinganya erat-erat.

‘Kamu takut? Ayo, ambil daun ranting itu dan tusuk lah pergelangan tanganmu. Rasa takut akan digantikan dengan candu~’ Sebuah suara berusaha merayu Kaisar dengan nada yang lembut dan mendayu-dayu.

Bagaikan terhipnotis akan ucapan itu, Kaisar perlahan-lahan membuka matanya yang kini menyiratkan kekosongan. Tatapannya lurus kepada wanita yang kini begitu bahagia dalam keadaan normal. Darah dan luka-luka berada di tubuhnya telah hilang. Membuat wajah seperti gadis berusia 18 tahun terlihat di pandangan Kaisar.

‘Kamu tersiksa bukan? Aku dapat menjamin jika kamu menusuk lenganmu, hanya ada kenikmatan saja. Percayalah wahai Kaisar ....’

Bagaikan pecandu nikotin, Kaisar terlihat berantakan dengan wajah sayu, dia mengambil ranting pohon yang terlihat tajam. Menggenggamnya erat tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

‘Ayo, Kaisar~’

Tangannya diayunkan tepat di atas lengannya yang telah siap, bersamaan dengan terbitnya seringai lebar dan begitu sinis di kedua sudut bibir Kaisar.

‘Tusuk! Tusuk!’

Sesaat ranting runcing tersebut sedikit lagi menikam permukaan lengannya, sebuah tangan berkulit putih dan bersih menjulur dari belakang hingga benda tajam tersebut menembus lapisan kulitnya cukup dalam. Membuat darah memercik begitu banyak hingga mengenai seluruh wajah dan pakaian Kaisar.

“Arghh!!”

Ringisan seorang wanita dan bau besi berkarat menguar di indera tubuh Kaisar berhasil menarik kesadaran pria itu.

Dengan wajah terperangah tubuh Kaisar tersentak menjauh. Kepalanya langsung menoleh ke sumber suara dan betapa terkejutnya dia saat melihat darah menetes deras dari lengan seseorang yang selalu berusaha menarik perhatiannya.

Yakni adalah Bella. “Kaisar, tidak apa-apa!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status