Share

Kamu Selalu Ada Untukku?

“Halo, Dok? Mengapa bengong?”

Sentuhan di bahu Bella membuatnya kembali pada kenyataan.

“Dokter Bella menangis?” Sahutan kembali terdengar, tetapi bukan berasal dari suara yang sama. Kini, terselip kepanikan pada nada bicaranya.

Kepala Bella dipalingkan berlawanan arah. Tangannya terangkat tuk mengusap kedua pipinya ternyata telah basah. Sebuah senyuman yang amat dipaksakan tersemat ketika dirinya memutuskan tuk menatap lawan bicara. “Sudah selesai terapinya?” Sebuah pertanyaan dilayangkan tuk mengalihkan suasana.

Namun, tak dapat Bella sembunyikan sebuah pancaran hangat dan mimik wajah bahagia ketika memandang pasien di hadapannya yang tengah membawa sebuah sarung. “Hari ini terapinya gimana Kaisar? Lancar?” tanyanya pada salah satu pasien.

Sayangnya, bukan hanya Bella yang memiliki perasaan berbunga itu. Hampir seluruh perawat lajang di ruangan Merpati ini bersikap sedikit lembut ketika berhadapan dengan pasien bernama Kaisar Magenta.

Pasien dengan gangguan jiwa halusinasi pendengaran dan penglihatan, serta isolasi sosial ini telah menemani keseharian Bella selama 3 tahun belakangan. Paras tampan tak luntur dari wajah sayu dengan lingkaran mata hitam tersebut.

Kaisar, mahasiswa Teknik Kimia semester akhir. Beberapa bulan menjelang wisuda, mentalnya terganggu akibat tak sanggup menghadapi tekanan saat menyusun skripsi. Hingga, berakhir di RS Jiwa Provinsi ini.

Dengan tatapan datarnya, Kaisar menganggukkan kepala tanpa berniat memandang Bella kembali. Kemudian, langkah kaki pria itu membawanya menjauhi sang dokter.

“Hei, mau ke mana?” Langkah kaki kecil Bella menyusul dari belakang. Berakhir menghadang jalan Kaisar sambil merentangkan kedua tangannya. “Kamu pasti lelah, kan?” tawarnya kembali dengan memamerkan senyuman misterius.

Tidak mendapatkan jawaban apapun adalah hal biasa selama 3 tahun belakangan ini. Tetapi, sikap Kaisar telah membaik. Sebab, pasiennya ini sudah tidak kabur jika bertemu dengan Bella, seperti dulu.

Tatapan mata Bella beralih kepada pasien yang berdiri di sebelah Kaisar. “Pak, Anda bisa masuk lebih dulu, saya mau ajak Kaisar ke taman dulu,” ujarnya penuh akan dusta. Sebab, hampir seluruh penghuni ruang Merpati tahu jika Bella selalu menjadikan Kaisar anak kesayangan sehingga tidak ada yang berani berurusan dengan pasien tersebut.

Kemudian, Bella berjalan lebih dulu keluar dari ruang Merpati diikuti oleh Kaisar. Keduanya duduk di gazebo yang menghadap ke alam bebas. Di mana, pemandangan ladang bunga milik seseorang membuat siapapun betah duduk di sana.

“Rencana kegiatan harian kamu apa, Kai?” Bella kembali melayangkan pertanyaan dengan memusatkan perhatian sepenuhnya kepada Kaisar. Dia bahkan sudah berbincang menggunakan bahasa akrab bersama Kaisar.

Tidak ada sepatah kata pun yang lolos dari bibir Kaisar melainkan sebuah kertas lipatan dari kantung celana yang dipakainya. Bella tak melayangkan protes dan memilih tuk membaca serangkaian kegiatan yang telah dijadwal oleh ruangan untuk Kaisar.

Lantas, mata elang Bella mengamati suasana sekitar mereka sembari jemari lentiknya mengambil sebuah coklat dari saku jas putih yang tersemat di tubuhnya. Kemudian, dia memberikannya kepada Kaisar lalu melayangkan kalimat, “Kata orang, kalau suasana hati sedang buruk, makan yang manis-manis adalah solusinya.”

Kaisar menatap Bella lama.

Oh, tentu saja. Bella sadar jika yang dirinya lakukan adalah salah. Peraturan rumah sakit, dilarang memberikan barang atau makanan kepada pasien. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Peraturan tersebut dikecualikan jika berasal dari pihak keluarga.

Harapan Bella adalah Kaisar mengambil coklat pemberiannya. Tetapi, seperti berharap kepada sesuatu yang tak ayal dimiliki, pasiennya ini memutuskan tuk bangkit dari duduk lalu melangkahkan kaki pergi menjauhi sang dokter setelah merampas secarik kertas miliknya tadi.

Senyuman kecil mengembang di sudut bibir Bella, hatinya tak merasa kecewa saat lagi-lagi pemberiannya ditolak. “Yah, tidak apa-apa. Untung saja coklatnya tidak dibuang sama Kaisar,” lirihnya lantas terkekeh kecil.

Kemudian, Bella memilih tuk berlalu dari sana.

***

“Dok! Kaisar mengamuk!”

Seruan Adrian membuat tubuh Bella tersentak dan spontan berlari mengikuti perawat tersebut yang menuju ke kamar pasien.

Napas menderu dan terengah-engah bersamaan dengan kedua mata membeliak tak percaya ketika Bella melihat sebuah senjata tajam diayunkan ke arah perawat yang berusaha mendekati tubuh Kaisar. Ketika kakinya akan melangkah mendekat, Adrian menahan pergelangan tangan Bella.

“Jangan maju, Bel. Bahaya,” larangnya lantas menggantikan keinginan Bella yang ingin menenangkan Kaisar.

Dapat Bella lihat, ekspresi sendu dipadukan dengan tatapan kosong dan bibir mengeluarkan desisan, tercermin pada seluruh wajah Kaisar. Beberapa saat kemudian, raut wajah tersebut tergantikan dengan kepanikan kala Adrian dan Rio mengambil tali tambang untuk menakuti pasien yang sedang mengamuk, seperti dirinya.

“Berhenti!” Pekikan terkejut lolos dari bibir mungil Bella ketika Adrian berhasil meraih sebelah tangan Kaisar yang memegang senjata dan Rio akan melayangkan sebuah pukulan sebagai peringatan. “Menjauh!”

Tentu saja Bella tidak akan terima jika Kaisar disakiti walau saat ini pemuda itu tengah kambuh dan mampu mencelakainya. Perlahan-lahan, kaki Bella melangkah mendekat hingga berada di hadapan Kaisar. Tangannya segera menepis benda tajam tersebut hingga terjatuh sedikit jauh dan Adrian segera menyingkirkannya.

“Tidak apa-apa, tenang lah, Kaisar.” Tangan kanan Bella naik ke bahu Kaisar lantas menepuk-nepuk pelan di sana. Dia tahu, jika hal ini bahaya. Tetapi, Bella hanya ingin menenangkan Kaisar dan membawanya kembali tersadar.

“Dok!” Rio dan Adrian berseru bersamaan. Dengan pemikiran sama jika tidak setuju atas tindakan Bella yang membahayakan diri.

Namun, pendirian Bella keras bagaikan tempurung kura-kura. Dia menyunggingkan senyuman lebar kepada Kaisar yang menatapnya dengan memburu dan tajam.

“Kai, mengenal saya, kan? Kamu sedang mendengar suara, ya? Tidak papa, kamu bisa melawannya. Kaisar pasti bisa karena kuat, bukan?” bisik Bella tak melunturkan senyuman manisnya. Sejenak, suasana lenggang membuat dia memberanikan diri untuk mengangkat tangan ke arah wajah Kaisar. Memberikan satu belaian pada pipi tirus dan kasar pasiennya ini.

Dapat Bella lihat jika saat ini, pemuda yang merebut hatinya memejamkan mata erat dengan kening berkerut dalam. Keringat kian menetes deras. Seolah-olah, Kaisar tengah menahan diri akan sesuatu. Bella tahu jika ada sebuah suara yang memberikan perintah melakukan tindakan dan Kaisar masih mampu untuk mengontrol diri.

“Ada saya di sini, Kai. Tidak apa-apa, kamu aman di sini.” Semakin mendekat, Bella kini berada tepat di hadapan Kaisar. Hingga, tangannya terangkat untuk mengusap kepada pemuda itu dengan amat lembut. “Kai ... kamu tidak sendiri, ada saya. Ayo keluar dari kegelapan itu bersama-sama.”

Bisikan itu membuat pejaman mata Kaisar perlahan-lahan terbuka. Sorot mata tajam bak belati di kedua retinanya kini telah sirna. Digantikan oleh tatapan mata sendu bercampur dengan raut wajah lelah.

“D-dokter ....” Lirihan terakhir yang hanya didengar oleh sang pemilik nama sebelum pada akhirnya, Kaisar menjatuhkan diri di dalam dekapan hangat Bella bersamaan dengan kegelapan menyelimuti dirinya. Kaisar jatuh pingsan.

Helaan napas lolos dari bibir Bella, tanpa sadar kedua tangannya mencengkeram erat pakaian yang Kaisar pakai.

“Tidak apa-apa, Kaisar baik-baik saja.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status