Share

Bertemu

Tak ada kenangan yang dapat dilupakan dengan mudah, apalagi jika kenangan itu menimbulkan jejak luka yang membekas. 

                      (Bagas~Airah) 

"Ketika kita bertemu tragedi nyata dalam hidup, kita dapat bereaksi dengan dua cara—entah dengan kehilangan harapan dan jatuh ke dalam kebiasaan merusak diri sendiri, atau dengan menggunakan tantangan untuk menemukan kekuatan batin kita."~ Anonim. 

***

Airah menghembuskan napas panjang saat setelah sampai di depan gerbang kampus. Setelah sekian lama, akhirnya dia menjejakkan kakinya kembali di kampus tersebut. 

Dengan mengucap Bismillah ia melangkahkan kakinya menuju kelas. Melewati koridor demi koridor dan tatapan aneh orang-orang yang tertuju padanya. 

Hingga langkahnya sampai ke ruang kelasnya. 

Terlihat beberapa pasang mata yang menatapnya heran. Mungkin karena busana yang kini ia kenakan. 

"Airah?" Wanita itu menoleh. Tersenyum mendapati Anya (sahabatnya) yang juga melihatnya heran. 

"MasyaAllah, kamu berhijab sekarang?"

 Airah mengangguk.

"Alhamdulillah, tapi, Ra, kamu kemana saja selama ini?" Wanita itu hendak menjawab tapi urung saat dosen pengajar tiba-tiba masuk.

Dua mata kuliah telah usai bersamaan dengan adzan dzuhur yang berkumandang. Anya mengajak wanita itu ke kantin. Tapi Airah menolak dengan alasan hendak melaksanakan sholat terlebih dahulu.

"Kamu tidak sholat?" tanyanya. 

"Tidak, aku lagi halangan. Ya sudah aku tunggu di kantin saja." Airah tersenyum di akhiri dengan anggukan kepala. 

Airah bergegas melangkah menuju mushola, berwudhu, kemudian masuk mengambil shaf paling belakang. 

Habis menunaikan ibadah salat dzuhur, dia lalu mengambil mushaf, membacanya tartil penuh kekhusyukan. 

Shadaqallahul Adzim dia akhiri bacaan Alqurannya. Membuka mukena yang ia kenakan seraya menyimpannya kembali ke tempat semula. Meninggalkan musholla kampus serta melangkahkan kakinya menuju kantin.

Anya melambaikan tangan saat melihatnya.  

"Maaf, ya lambat," ucapnya seraya duduk di kursi depan Anya. 

"Enggak apa-apa kok." Anya tersenyum menatap bahagia sang sahabat yang sudah lama tak berjumpa."Kamu mau pesan apa?"

"Hm, bakso kuah aja."

Anya mengangguk kemudian beranjak menuju Bude kantin untuk memesan makanan. Tak berselang lama ia kembali dengan dua mangkuk di tangannya.

"Ohiya, Ra, kamu kemana saja? Dua semester loh kamu menghilang," tanya wanita berjilbab pashmina navy itu sambil mengunyah baksonya. 

Haruskah Airah menjawab?

"Airah?" Wanita itu mengangkat wajahnya.  

"Kok bengong?"

"Anu--itu aku ada urusan."

Anya tampak mengerutkan kening. "Urusan apa?"

"Urusan keluarga."

Wanita itu tak bertanya lagi. Membuat Airah bernafas lega. Matanya menelisik seluruh penjuru kantin, masih sama tak ada yang berubah. Hanya perasaannya saja yang sejak tadi membuatnya merasa tak nyaman. Mata sayu itu terus menyapu penjuru kantin, hingga membola saat tatapannya bersitemu dengan tatapan seseorang. 

"Bagas."

Suara wanita itu tertelan hanya dengan menyebut nama pria itu. Bagas juga tampak terlihat terkejut saat melihatnya.Tapi hanya sesaat sebelum dia kembali ke ekspresi datar.

Wajah yang menampilkan amarah dan benci yang menjadi satu. Jujur ada rasa sakit di hati Airah saat melihatnya seperti itu. 

"Airah?" Panggil Anya. Wanita itu tak bergeming, tatapannya masih setia menatap pria yang mengayunkan langkah lebar itu menuju salah satu kursi. 

"Airah!" Anya memanggil lagi, kali ini suaranya naik dua oktaf. 

"Ah-ya." Airah refleks menoleh, memutuskan atensinya pada Bagas. 

 "Kok nggak di makan?"

Airah tersenyum tipis seraya menyantap bakso di depannya. Bahkan rasa bakso tak dapat ia rasakan sekarang. 

Wanita itu kembali mengangkat wajahnya. Hingga mata beningnya membeliak melihat seorang wanita menghampiri Bagas sambil mengecup pipinya. 

"Ra?" Airah seakan tuli saat Anya kembali memanggil namanya. Ada rasa sakit yang tengah bersarang dalam hatinya saat ini. 

Tak sampai situ dia dikejutkan dengan melihat Bagas yang menyesap satu batang rokok di tangannya. Sejak kapan pria itu merokok? Bahkan dia tak pernah menyentuh barang itu sekali pun karena dia tahu Airah sangat benci asap rokok. 

"Ra?" Airah diam tak menggubris. "AIRAH?"

"Iya," jawabnya refleks. 

"Kamu nangis?" Airah meraba sudut matanya, ternyata ada air. Entah sejak kapan air mata itu keluar.

Anya menoleh ke belakang menggelengkan kepala ke depan. 

"Semenjak kamu menghilang, Bagas tiba-tiba berubah drastis. Dia sering ke klub malam, jarang masuk kelas bahkan dia sempat ingin di DO dari kampus. Dan… ya, seperti yang kamu lihat pria itu suka merokok dan yang aku dengar kalau dia dan Angel sekarang pacaran."

Hati wanita itu seperti dihantam ribuan batu. Sakit. Bukan sakit karena pria itu menjalin hubungan asmara dengan Angel tapi perubahan drastis yang dialami pria itu. 

Airah tahu ini yang akan terjadi, putusnya hubungan antara dia dan Bagas, ada seorang wanita yang akan berbahagia. Siapa lagi kalau bukan wanita itu, wanita yang selalu berusaha untuk menghancurkan hubungan mereka. 

Melakukan apa pun agar bisa mendapatkan prianya. Prianya? Masih pantaskah dia menyebutnya seperti itu? Setelah apa yang dia lakukan padanya? Setelah apa yang telah dia torehkan di hatinya? Airahlah yang salah. Dialah penyebab semua ini. Tapi mengapa harus perubahan seperti ini yang wanita itu lihat. Bukan ini yang dia inginkan. 

"Ra? Apa benar kamu sudah putus dengan Bagas?"  

Airah hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Aku tidak tahu apa aku harus bersyukur atau sedih atas masalah kalian."

Airah mengerutkan kening tak mengerti. "Maksudmu?"

"Aku mohon jangan salah paham dulu. Aku hanya ingin kasih tahu mungkin ini adalah cara Allah menegurmu. Melihat perubahanmu sekarang aku sangat bersyukur, dulu kamu tidak seperti ini, Ra. Bahkan saat aku mengajakmu sholat saja kamu enggan. Sekarang? Lihatlah, kamu yang mengajakku sholat."

Airah tidak dapat membendung air mata yang hendak keluar. Benar, mungkin ini adalah teguran baginya. Begitu jauhnya dia dulu kepada Sang Maha Pencipta. Melanggar semua larangan-Nya. Membenarkan apa yang salah, dan menyalahkan apa yang benar.

"Bersyukurlah karena kamu sudah putus dengan Bagas. Mungkin ini juga salah satu cara Allah menegurmu agar menjauhi perbuatan zina."

 "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra: 32)

"Ra?" Airah mengangkat wajahnya.

"Kamu tidak apa-apa,' kan? Kamu terlihat pucat."

Airah menggeleng." Aku tidak apa-apa."

Wanita itu kembali melihat Bagas. Melihat pria yang hingga saat ini namanya selalu ada dalam sujud panjangnya.

"Guys, gue duluan, ya?" ucap pria itu kepada teman-temannya sambil menggandeng mesra tangan wanita lain. 

Airah tersenyum getir. Tangan yang biasa menggenggamnya, tangan yang biasa menggandengnya, dan tangan yang biasa mengelus lembut pipi juga rambutnya, kini sudah menjadi tempat genggaman tangan wanita lain.

"Ra?" Panggil Anya khawatir saat melihatnya tengah menangis tersedu-sedu. 

"Aku tidak apa-apa, An."

Sesakit inikah melihat orang yang kita cintai bersama orang lain? 

Ae-ri Puspita

Mohon maaf novel ini sedang dalam proses revisi 🙏🙏

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status